I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, January 24, 2011

Senin Pagi Bersama Taton dan Valentino

Senin, 17 Januari 2011.

Hari ini gue bangun pagi, karena mau ikutan tour Elephant Trekking. Rencananya gue bakal dijemput supir minibus jam 08.30. Ngebayangin bisa ketemu gajah - gajah bikin gue semangat banget! Gajah kan mahluk kesayangan gue...tepatnya gajah dan anjing. Love them so much !

Setelah bersiap - siap, gue langsung nongkrong di depan Patong Backpacker buat nunggu minibus. Ngga beberapa lama, minibus pun datang. Kebetulan supirnya bisa bahasa Melayu, karena dia pernah belajar di Malaysia. Jadi sepanjang perjalanan dia sibuk berceloteh. Abis dari Patong Backpacker, minibus pun melaju ke sebuah hotel untuk jemput sepasang turis lagi yang mau ikutan Elephant Trekking.

Ternyata peserta tour cuma tiga orang. Minibus melanjutkan perjalanan. Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, minibus pun tiba di sebuah hutan yang gue ngga tau apa nama daerahnya. Gue langsung bisa lihat beberapa gajah lagi merumput. Rasanya gue mau langsung loncat saking girangnya.

Paket tour yang gue ambil adalah elephant trekking selama 60 menit. Seorang petugas, yang herannya bisa bahasa Melayu juga, sempat menanyakan ke gue apakah gue mau paketnya dikombinasi menjadi 30 menit trekking plus monkey show atau snake show. Gue nolak. Hari ini waktunya gue menyenangkan diri dengan berinteraksi dengan gajah. Hanya dengan gajah. Kalau monyet udah biasa. Di Jakarta gue bisa liat atraksi monyet di hampir setiap lampu merah...sementara ular, itu bakal jadi pertunjukan horor buat gue.

Setelah menunggu sejenak, gajah gue pun datang. Namanya Taton. Terharu nih ! Jadi teringat lagi sama obsesi gue ke Way Kambas yang belum terwujud sampai detik ini. Salah satu yang pengen gue lakukan di Way Kambas adalah Elephant Trekking. Dan sampai gue bisa mewujudkan impian gue itu suatu saat nanti, Yesus malah ngasih gue kesempatan trekking gajah di negeri orang, Thailand.

Begitu duduk di pundak gajah, jantung gue langsung berdetak kencang. Gue semakin panik karena ternyata peserta trekking ngga dilengkapi dengan peralatan keamanan apapun, cuma sebuah besi tipis buat pegangan. Sementara, duduk di atas mahluk raksasa begini rasanya.....hhmmm...aneh menjurus ke ngeri ! Badan gue berguncang - guncang mengikuti gerakan pundak gajah. Begitu Taton mulai melangkah, gue langsung teriak "Mamaaaaaa !!!" Si pawang yang posisi duduknya di leher Taton kebingungan karena gue ketakutan. Sesaat gue sempat nyesal karena ikutan trekking gajah. Gimana mungkin gue bisa mengambil keputusan membayar 600 bath untuk sensasi serangan jantung kayak begini.

Taton melangkah santai, ke arah manapun yang dia mau. Ketika Taton udah mulai mengambil langkah memasuki hutan yang menanjak, gue nyaris manggil petugas buat nurunin gue dan membatalkan trekking gajah gue. Tapi batal karna malu !

Tiba - tiba Taton berhenti, karena dia mau makan daun nanas yang terhampar di depannya. Jantung gue istirahat sejenak. Gue duduk diam di punggung Taton, pucat dan shock. Kayaknya baru 5 menit trekking, tapi jantung gue rasanya udah copot dan loncat keluar dari tubuh gue. Apa - apaan ini ? Bukannya trekking gajah seharusnya menyenangkan ?

Di saat gue lagi bengong...Valentino, bayi gajah berumur 11 bulan, menyusul bersama Ibunya membawa 2 turis yang bersama gue tadi. Tapi begitu melihat pasangan Ibu dan anak itu, hati gue jadi sedih. Valentino dirantai menyatu dengan Ibunya, dan terpaksa harus mengikuti setiap langkah sang Ibu. Tapi Valentino kan masih kecil. Beberapa kali gue liat Valentino ngga bisa mengikuti langkah Ibunya, dan terseok - terseok menyusul karena rantai yang mengikat lehernya. Kadang Valentino berhenti sejenak saat ngeliat sesuatu yang menarik perhatiannya, misalnya rumput atau daun nanas yang ada di dekatnya. Tapi keasyikannya mengamati sesuatu terganggu karena lehernya yang dirantai tertarik oleh Ibunya yang sudah melanjutkan perjalanan.

Gue ngga habis pikir kenapa Valentino harus ikutan Ibunya 'bekerja'. Kenapa dia ngga ditempatkan di kandangnya sejenak sementara sang Ibu menjalankan tugas trekkingnya. Ada sedikit penyesalan dalam hati gue. Trekking gajah ini kayaknya cuma sekedar eksploitasi gajah aja. Manusia cuma ngambil keuntungan dengan menyiksa gajah - gajah kayak begini. Dan gue, yang sekarang ada di atas ketinggian sekitar 2 meter, tepatnya di atas pundak gajah, jadi menyesal. Keikutsertaan gue di tour ini sama aja mendukung eksploitasi gajah yang kejam ini.

Masih di hadapan gue, Valentino semakin kewalahan mengikuti langkah Ibunya. Dan begitu jalan mulai menanjak dan Valentino terpeleset, air mata gue mulai menetes. Gue minta sama pawang untuk bujuk Taton supaya melanjutkan perjalanan. Gue ngga tahan ngeliat pemandangan di depan gue. Dan Taton pun melanjutkan perjalanan.

Jalan semakin menanjak, dan tentu saja semakin mengerikan buat gue. Ketika posisi gue dan Taton udah semakin tinggi dari tempat awal tadi, tiba - tiba Taton berhenti untuk merumput lagi. Tapi kali ini Taton bukan berhenti di tempat yang datar, melainkan di semak belukar yang miring. Posisi tubuh Taton pun ikutan miring ke depan. Jantung gue berdetak kayak genderang, rasanya gue ngga pernah setakut itu. Taton begitu miringnya sampai gue udah ngga bisa bersandar lagi di bangku. Rasanya itu adalah pengalaman paling mengerikan yang pernah gue hadapi. Gue takut kalo Taton jatuh atau terpeleset, dan otomasi gue yang ada di pundaknya juga akan ikut terjungkal ke tanah terjal di hadapan gue. Terjatuh di tengah hutan bersama gajah, bukan hal yang pernah gue bayangkan sebelumnya. Dengan kemiringan seperti itu, dan hamparan semak belukar dan batang - batang pohon yang besar di hadapan gue, kemungkinan besar ngga akan menewaskan gue, tapi pasti mengenaskan banget.

Gue jadi inget pesan mama waktu pamit mau ke Phuket. Mama bilang Thailand itu jauh, di luar negeri, dan kalo ada apa - apa terjadi sama gue, butuh waktu buat keluarga untuk menyusul gue ke sini. Dan kalo sesuatu yang buruk terjadi sama gue, gara - gara gajah, kayaknya selain itu bukan kabar yang enak didengar, rasanya juga sangat tidak heroik. Mama tau gue penggemar gajah, dan kalo gue cidera gara- gara gajah, kesannya tragis amat ! Cherry Sitanggang cidera karena jatuh menggelinding bersama seekor gajah Thailand di sebuah hutan liar...kayaknya terlalu konyol dan memalukan.

Gue masih berusaha menenangkan diri gue. Gue berusaha berpikir rasional, kalo gajah pasti punya insting menghadapi alam sekitarnya, dan ngga mungkin melakukan kesalahan bodoh dengan menggelindingkan tubuhnya di hutan belantara yang curam itu. Tapi di sisi lain gue ragu, tanah yang lagi dipijak Taton bisa jadi kurang kokoh untuk menopang tubuh Taton...trus kalo longsor ? Yesus, tolooonnggg !! Selama pengalaman berbekpeker ria, gue udah sering mengalami sensasi deg - degan dan panik. Tapi yang ini keterlaluan. Gue takut luar biasa, kesal dan marah ! Entah marah ama sapa ? Ama Taton yang harus mencari rumput di tanah yang curam ?

Gue minta sama pawang supaya bujuk Taton pindah dan nyari tempat datar. Dan si pawang malah balik bertanya, "Scare??" Kampret !! Akhirnya Taton pun mundur, dan kembali ke tanah yang datar. Arrgghhhh ! Sebal ! Gue nyaris mati barusan...bukan karena jatuh terguling - guling bersama gajah, tapi karena jantung gue udah disiksa luar biasa selama trekking berlangsung. Gue nyaris menggigil ketakutan. Tiba - tiba pawang nanya, "Photo ?" Dengan emosi gue yang masih berapi - api saat itu rasanya gue pengen teriak kencang - kencang, "No, I prefer to die, if you don't mind !!". Tapi akhirnya dengan gerakan lemas tanpa energi gue mengeluarkan kamera dari tas dan memberikannya ke pawang. Si pawang turun dari leher Taton, dan mundur sekitar 2 meter untuk memotret gue. Gue teriak - teriak minta dia naek ke atas gajah. Apa - apaan dia ninggalan gue bersama Taton, sementara posisi belum aman, gue masih di pinggir tanah yang curam.

Pawang pun naek ke leher Taton lagi. Taton kembali melangkah dengan tenangnya. Di hadapan gue, jalan makin menanjak menuju hutan yang lebih dalam. Hati gue sibuk menimbang - nimbang, dan tiba - tiba gue bilang ke pawang supaya minta Taton balik. Gue ngga sanggup melanjutkan perjalanan naek ke dalam hutan. Kasihan jantung gue. Gue minta supaya Taton putar balik. Tenyata untuk proses ini pun jantung gue harus berpacu keras lagi. Dengan lebar jalan setapak yang cuma 2 meter, Taton yang raksasa agak kesulitan untuk memutar tubuhnya. Ya ampun...kapan penderitaan gue berakhir sih ? Dan gue harus bayar 600 bath untuk penderitaan ini !

Akhinya proses putar balik pun berhasil, dan Taton melanjutkan perjalanan ke tanah yang datar...menuju tempat awal tadi. Dan gue pun turun dari pundak Taton. Pengalaman yang luar biasa selama kurang lebih 30 menit gue di atas pundak Taton. Mengerikan dan tak terlupakan.

Petugas yang tahu gue menyelesaikan trekking lebih awal dari yang seharusnya menawarkan gue untuk menikmati monkey show gratis. Gue menolak. Gue bilang, gue mau ke kandang Valentino dan Ibunya aja. Nanti sopir minibus bisa mencari gue ke sini kalo udah siap mengantar gue lagi ke hostel. Penjaga Valentino kayaknya ngerti kalo gue senang banget berada di dekat gajah, dan dia membolehkan gue untuk mendekati Valentino dan Ibunya asalkan gue waspada mengingat tenaga gajah yang luar biasa.

Bahkan si petugas mengijinkan gue untuk memandikan Valentino dan Ibunya. Gue girang bukan main. Gue ngga peduli dengan kotoran gajah yang berserakan dimana - mana dan menempel di kulit, kaos, celana bahkan tas gue. Cuma Yesus, Mama dan Ony yang ngerti gimana bahagianya hati gue setiap kali ketemu gajah. Cukup dengan memandang dari kejauhan aja bikin gue loncat kegirangan, apalagi bisa bermain - main dengan mereka tanpa jarak seperti sekarang. Lagian, seingat gue, baru kali ini gue mendapat kesempatan bermain - main ama bayi gajah ! Hal seperti ini yang bikin liburan gue berarti, di saat gue menemukan hal yang bikin gue sangat bahagia, sampai bisa melupakan semua kepenatan gue, walaupun cuma sementara.

Setelah beberapa saat, petugas menyusul gue dan bilang kalo udah ada sopir yang akan ngantar gue kembali ke hostel. Dengan berat hati gue pun mengucapkan selamat tinggal ke Valentino dan Ibunya. Sedih deh...Dengan langkah berat gue masuk ke dalam minibus yang akan mengantar gue kembali ke Patong Backpacker. Selamat tinggal Valentino..selamat tinggal Taton !

Friday, January 21, 2011

Bangla Road - Junceylon Tour

Minggu, 16 Januari 2011

Semalem gue tidur dengan lelapnya, walaupun sempat terbangun karena kedinginan. Unik benar kamar gue ini...sempit, tapi ada 10 ranjang, 1 AC dan 2 kipas angin. Sementara selimut yang disediain cuma selembar kain tipis. Jadi pas tengah malem, di saat semua penghuni kamar udah sibuk dengan mimpi masing - masing, gue mengendap - endap buat matiin kipas dan naikin suhu AC. Dan herannya di pagi hari, kedua kipas udah nyala lagi!

Ini salah satu 'seni'nya tidur di dorm room...yang penghuninya bisa siapa aja...berbagai macam bekpeker yang berasal dari belahan dunia yang berbeda. Ada yang hitam, merah, kuning, coklat, dan lain - lain. Perbedaan bisa keliatan di waktu tidur begini. Di saat suhu AC terpasang 16 derajat celcius dengan 2 buah kipas angin berputar maksimal, ada sebagian yang kedinginan, tapi justru ada sebagian yang malah tidur cuma dengan celana pendek dan bertelanjang dada. Sementara gue, masuk golongan yang meringkuk di pojokan dengan baju lapis dua, kaos kaki, selimut alakadar, menggigil nahan dingin, dengan ujung - ujung jari tangan yang nyaris beku, dan dalam hati menyesali kenapa ngga bawa jaket.

Pagi ini gue baru nyadar kalo gue ternyata sekamar dengan 3 teman Malaysia yang gue kenal di Phi - Phie Island tour kemarin : Nita, Ahmad dan Remy. Nita, yang kasurnya di ujung dekat jendela, begitu melihat gue langsung turun menghambur ke kasur gue dan memeluk gue dengan girang. Hari gue langsung cerah ceria pagi ini, karena perasaan gue bilang kalo hari ini gue ngga akan kesepian seperti biasanya.

Abis mandi, gue, Nita, Ahmad dan Remy pun keluar hostel untuk nyari sarapan. Patong Backpacker emang gak nyediain sarapan. Ketiga teman Malaysia gue ini udah punya referensi tempat makan halal dan terjangkau di dekat hostel. Dengan berjalan kaki 5 menit, kita sampai di foodcourt yang letaknya di pinggir pantai ini. Pagi itu gue pesan paket roti, telor goreng dan air jeruk hangat, seharga 95 bath. Kalo soal harga, di Patong ini emang lumayan mahal deh!

Siangnya, selain mampir di Junceylon, gue berempat juga ke Phuket City untuk liat - liat, dengan menyewa tuk - tuk seharga 700 bath. Tapi tiba di Phuket City, kita justru bingung mau kemana dan menikmati apa. Sepertinya ngga ada tempat menarik yang bisa dikunjungi. Patong jauh lebih 'hidup' dan menarik. Kita pun kembali ke Patong, dan langsung diantar ke foodcourt makanan halal tempat sarapan tadi. Kali ini buat makan siang, dan gue memesan sup kepiting seharga 80 bath.

Selesai makan siang, kita kembali ke hostel. Ketiga teman Malaysia gue hari ini akan kembali ke Kuala Lumpur, jadi udah waktunya mereka berkemas dan memesan minibus untuk ngantar ke airport.

Pas sore, minibus datang, Nita, Ahmad dan Remy pergi, dan gue kembali sendirian. Sore itu gue keluar hostel lagi untuk nyari tour agent. Besok, di hari keempat gue mau ikutan tour. Tapi bingung juga milih paket tournya. Kadang karena harganya yang kemahalan, kadang karena kombinasi tujuan wisatanya yang ngga pas di hati gue. Misalnya, gue mau ikutan Morning City Tour yang harganya sekitar 600 bath. Tujuannya ke : Biggest Buddha Image...gue suka...Chalong Temple...gue juga suka, karena gue penggemar temple...'rubber taping'...udah mulai ngga menarik nih..."Cashew Nut Factory"...wisata ke pabrik kacang ? terlalu mengada - ada...trus "Curry Paste Demonstration Show'...mendingan gue tidur di hostel...

Akhirnya pilihan gue jatuh ke Elephant Trekking. Setelah tawar - menawar harga, si pemilik kios tour & travel ngasih harga 600 bath. Sebenarnya keuangan gue udah memprihatinkan banget di hari ketiga ini. Akhirnya tadi siang gue tarik ATM. Dengan biaya penarikan sebesar 150 bath per transaksi, gue ngerasa rugi banget. Tapi apa daya, gue bekpeker gadungan yang salah perhitungan. Gue cuma bawa USD 100 dari Jakarta, dan di hari kedua gue positif bangkrut.

Selesai urusan tour untuk besok, gue kembali menyusuri Jalan Bangla..untuk menuju Junceylon lagi. Mengherankan. Ini aktivitas yang udah berulang kali gue lakukan hari ini tanpa merasa bosan, sama seperti pas gue ngedengerin I'm Yoursnya Jason Mraz. Jalan Bangla...Junceylon....Jalan Bangla...Junceylon...Kali ini gue mau nyari jajanan khas Thailand : Vacuum Freeze - Dried Durian Monthong. Gue tergila - gila ama jajanan ini sejak bos gue beberapa kali ngebawain buat oleh - oleh ke kantor.

Setiap kali gue menyusuri Jalan Bangla, gue pasti akan mampir ke tempat Coco. Coco adalah anjing yang selalu tidur di depan salah satu kios tour & travel di Jalan Bangla. Ini anjing paling gendut yang pernah gue liat seumur hidup gue. Kalo dalam bahasa Inggris jadinya : Coco is the gembrottest dog I ever seen. Pertama kali ngeliat dia, gue langsung penasaran dan nanya ke pemilik kios, "Is she pregnant ?", dan dijawab dengan tawa geli terbahak - bahak. Setiap kali gue mampir, Coco pasti tidur. Gue maklum, dengan bobotnya yang segendut itu, pasti yang sanggup dia lakukan sepanjang waktu cuma tidur. Kadang gue liat dia di dalam, kadang di pinggir kios. Gue penasaran, gimana Coco bisa berpindah. Apakah dia melangkah dengan keempat kakinya, atau ngesot..kayak suster. Karena gue ragu keempat kakinya masih sanggup menopang berat badan Coco yang udah jauh dari proporsional itu. Kalo manusia, Coco pasti masuk kategori obesitas.

Di Junceylon, gue menemukan durian kering yang gue cari. Mata gue langsung tertuju ke tulisan di kemasannya : "No Cholesterol"..beughhh...duren tanpa kolesterol ?? Ini sama aja ama jajanan favorit gue Momogi yang mengaku "Tanpa MSG dan menambah konsentrasi". Atau bekpeker gembel yang kemarin bilang "I have to go back to Indonesia tomorrow.."Ketiganya kayak lagi ikutan kompetisi bohong.

Harga durian keringnya mahal...hampir 300 bath yang ukuran 100 gr. Akhirnya gue malah ke Carrefour yang ada di dalam area yang sama, berharap bisa menemukan produk yang sama dengan harga yang lebih manusiawi. Di Carrefour, gue akhirnya menemukan yang gue cari, dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Gue beli beberapa bungkus dengan berbagai ukuran, membayar di kasir, dan meninggalkan lokasi.

Pulangnya gue mampir ke Coco lagi. Ngegemesin Coco buat yang terakhir kali, karena besok kemungkinan besar gue ngga akan sempat, atau udah males, untuk ke Jalan Bangla lagi. Puas mainin Coco yang ngga merespon sama sekali, gue balik ke hostel.

Di hostel gue sempat berinternet ria. Cuma di Patong Backpacker gue bisa menikmati fasilitas internet dengan harga terjangkau : 50 bath per jam. Di warnet - warnet biasanya 2 bath per menit. Kalo di patong Backpacker, caranya harus beli voucher yang minimal harganya 50 bath dengan masa aktif 30 hari. Di dalam voucher nanti ada informasi 'username' dan 'password' yang harus disubmit setiap kali mau pake internet.

Setelah agak bosan berinternetan, gue keluar hostel lagi...jalan - jalan sepanjang Thawewong, keluar masuk toko - toko souvenir dan ngga beli apapun, beli burger di Seven Eleven, ngantuk, dan gue kembali ke hostel, siap untuk tidur. Di kamar gue liat Andrew lagi berkemas, dia mau ke Kuala Lumpur besok pagi.

Gue pun merebahkan badan cape gue di kasur dan mulai membaca City of Thieves. Dalam hati gue berdoa, dan ucap syukur ke Yesus buat hari ini. Hari yang cerah dan indah. Walaupun kembali sendirian dengan uang pas - pasan, Hakuna Matata !! Ngga masalah ! Gue selalu percaya, Yesus selalu ada di sebelah gue menemani. Good Night !

Wednesday, January 19, 2011

Terima Kasih, Mr. Kamchai !!

Sabtu, 15 Januari 2011.

Gue sengaja pasang alarm supaya bisa bangun jam 6 pagi. Tekad gue bulat : gue harus telepon Mr. Kamchai pagi ini !! Abis mandi, gue langsung beresin ransel. Gue pengen pindah dari Gipsy. Gipsy sebenarnya nyaman, tapi aksesnya kemana - mana susah. Bahkan semalem untuk nyari makan pun susah, dan akhirnya gue cuma makan malem bakpau imut seharga 15 bath yang gue beli di Seven Eleven. Tapi sebenarnya gue juga belum tau mau pindah kemana.

Abis mandi gue pun ke kantor Mr. Kamchai. Masih tutup. Mr. Kamchai semalem emang bilang kalo kantornya baru buka jam 11 siang hari ini. Gue pun ke telepon umum terdekat, mau telepon Mr. Kamchai. Mr. Kamchai ngangkat telepon. Gue bilang kalo gue mau ikutan Phi - Phi Island tour hari ini. Dia bilang gak bisa karena sudah telat, jam segini biasanya minibus udah mulai jemput peserta tour satu - persatu. Gue gak menyerah....segala daya upaya gue kerahkan untuk membujuk Mr. Kamchai bolehin gue ikut tour hari ini. Mulai dari maksa, melas, merengek...Tetap ngga bisa....Akhirnya dengan nada memelas gue keluarkan kata - kata pamungkas, "But I have to go back to Indonesia tomorrow...I must join the tour today.." Mr. Kamchai kebingungan di ujung telepon...gue denger dia menggumam sesuatu...kayaknya lagi mikir - mikir. Trus dia saranin supaya gue naik taxi aja ke Rassada Pier, kejar ferry yang bakal berangkat ke Phi - Phi Island.

Masih dengan memelas, gue bilang ngga tahu gimana caranya kesana. Akhirnya Mr. Kamchai bilang kalo dia akan ke kantornya segera untuk jemput gue dan ngantar gue ke Rassada Pier pake mobilnya. Dia bilang gue harus bayar 1,000 bath karena gue udah ketinggalan minibus. Gue jawab ga bisa, karena budget cuma 800 bath. Mr. Kamchai nyerah. Gue janjian ketemu di depan kantornya jam 07.10.

Dengan girang gue langsung balik ke Gipsy. Di Gipsy gue bilang sama resepsionis kalo gue gak gak nginep di situ lagi malam ini, gue mau pindah. Tapi gue minta tolong untuk titip ransel, nanti akan gue ambil lagi sepulang dari Phi - Phi. Dibolehin. Dalam sekejap masalah gue mendadak lenyap.

Gue langsung kabur ke kantor Mr. Kamchai. Mr. Kamchai pun ngantarin gue ke Rassada Pier pake mobilnya. Sepanjang perjalanan Mr. Kamchai panik menghubungi supir - supir minibus yang dia kenal. Tapi gak ada yang angkat telepon. Mr. Kamchai keliatan khawatir banget kalo gue sampe ketinggalan ferry. Lama - lama perasaan bersalah muncul di hati gue. Gue udah berbohong sama Mr. Kamchai. Gara - gara kebohongan gue Mr. Kamchai jadi repot dan pusing tujuh keliling, demi gue bisa ikutan Phi Phi tour. Gue jadi ngga tega ngeliat tampangnya. Dia ngendarain mobilnya dengan kecepatan tinggi, karena dia bilang kita harus menghindari kemacetan yang bakal terjadi sebentar lagi. Dalam hati gue jadi bingung...baek banget Mr. Kamchai ini...padahal dia ngga kenal gue. Bahkan gue belum bayar Phi Phi tournya.

Tiba di Rassada Pier, Mr. Kamchai urus semuanya, dan gue tinggal naek ke ferry. Waktu gue udah naek ke atas ferry dan sempat noleh ke belakang, gue sempet liat Mr. Kamchai masih nunggu sambil melambaikan tangannya. Ya Tuhan, orang itu baek banget...dan gue jahat banget...hiks!

Di ferry gue sengaja ambil posisi paling atas. Dalam waktu singkat ferry segera penuh dengan para peserta tour lainnya. Ferry berangkat setengah jam kemudian...Setelah beberapa lama, ferry berhenti di Phi Phi Pier. Di sini sebagian besar penumpang dipersilahkan turun. Tapi ngga termasuk gue. Pembagiannya berdasarkan warna stiker yang diberikan ke masing - masing penumpang. Gue ngga terlalu ngerti fasilitas dari masing - masing stiker.

Abis itu ferry melanjutkan perjalanan ke Maya beach. Tapi ferry ngga merapat ke pinggir pantai, melainkan tetap di tengah. Buat yang mau berenang dan snorkeling diberikan waktu 1 jam. Gue dan sebagai penumpang yang tersisa menggunakan waktu untuk menikmati pantai yang indah dan tenang ini.

Di sini gue kenalan sama 2 orang turis India asal Singapura. Selalu ada yang unik dari teman - teman yang gue temui selama bekpekeran. Kali ini yang unik, 2 turis itu adalah 2 sahabat dekat dengan nama yang sama, Senthil Kumar. Gue sebut mereka Double Senthil. Awalnya gue kenalan karena gue minta tolong sama Senthil Merah (karena saat itu dia pake kaos warna merah) untuk difoto. Abis itu ngobrol ngalor ngidul, dan Senthil Merah terheran - heran begitu tau gue adalah bekpeker gembel yang nekad, dan doyan jalan sendirian. Senthil Biru (karena dia pake kaos biru) pun bergabung. Mereka berdua menikmati denger pengalaman bekpekeran gue yang menurut mereka nyentrik dan berani, untuk seorang cewe.

Ferry kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini kembali ke Phi Phi Pier. Penumpang diminta turun untuk makan siang dan harus kembali jam 14.15. Seluruh penumpang yang tersisa diajak menuju rumah makan sederhana, dan dipersilahkan menikmati makan siang. Lumayan. Menunya variatif dengan rasa yang pas di lidah. Makan siang gratis emang bagian dari paket Phi Phi tour, selain pick up dengan minibus dari/ke hotel dan minuman gratis (khusus kopi dan teh) serta buah - buahan tropikal yang disajikan di dalam ferry. Sementara harga tournya variatif, tergantung isi paketnya dan nego harga sama pihak tour agent. Kalo gue sendiri dapat harga 800 bath dari Mr. Kamchai.

Kelar makan, gue ama Double Senthil jalan - jalan sekitar pulau. Banyak toko yang berjualan aksesoris dan makanan. Kita bertiga sempet berhenti beberapa kali. Ke money changer buat tukar bath, ke minimarket buat beli es krim, dan ke toko souvenir buat beli kaos.

Sekitar jam 2, kita bertiga kembali ke ferry. Di ferry, yang tersisa cuma cape dan ngantuk. Kali ini kita milih duduk di dalam ferry yang dilengkapi dengan AC dan TV. Kebetulan film yang diputar adalah Apocalypto. Tapi gue ngga tahan ngeliat adegan - adegannya yang sadis dan brutal. Akhirnya gue milih tidur.

Tiba di Rassada Pier, setelah tukar - tukaran ID facebook, gue dan Double Senthil berpisah. Double Senthil nginap di Phuket City, sementara gue di Patong. Di saat pembagian minibus inilah kekacauan di mulai. Gue datangin setiap petugas dan sopir minibus satu - persatu nanyain apakah nama gue ada di dalam daftar penumpang mereka. Trus mereka balik bertanya nama hotel gue. Gue jawab Gipsy. Mereka bingung dan ngeliat ke daftar masing - masing. Nama gue tak ditemukan. Tragis.

Dalam kebingungan, seorang perempuan mendekat dan dengan ramah menanyakan asal gue. Dia adalah salah satu peserta tour di ferry yang sama dengan gue. Ternyata dia dari Malaysia, namanya Nita. Gue, Nita dan beberapa orang lainnya adalah rombongan terakhir yang tersisa di Pier. Petugas masih bingung harus ngantarin gue kemana, karena nama gue ngga terdaftar. Gue minta mereka telepon ke ponsel Mr. Kamchai. Mereka nanya siapa Mr. Kamchai itu ? Gue jelasin kalo Mr. Kamchai adalah pemilik tour agent yang udah ngantarin gue ke Rassada Pier tadi pagi. Pertanyaan berikutnya, apa nama kantornya Mr. Kamchai ? Entah ya...gue cuma ingat Golden...tapi lengkapnya lupa! Alamatnya di mana ? Di dekat Gipsy....Gipsy alamatnya di mana ? Gak tau..di dekat Golden...?!

Akhirnya minibus yang ngantarin gue dan peserta lainnya ke Patong pun berangkat. Lagi - lagi si sopir bingung begitu gue kasih tau nama hostel gue. Dia nanya alamatnya. Gue ngga tau, karena gue meninggalkan bukti konfirmasinya di ransel. Nampaknya seisi minibus mulai panik dengan nasib gue. Mereka mulai nanyain gue soal hostel gue yang misterius itu, seakan - akan gue anak umur 4 tahun yang terpisah dari orang tua dan kesasar. Keadaan udah mulai memalukan. Masing - masing berusaha membantu tapi ngga tau bagaimana caranya. Gue suruh sopir telepon Mr. Kamchai. Dengan posisi duduk gue paling belakang, beberapa orang ngebantu untuk menyampaikan nomor telepon Mr. Kamchai ke sopir.

Tiga penumpang terakhir adalah turis Malaysia yang sempat gue kenal waktu di Rassada, namanya Nita, Remy dan Ahmad. Mereka keliatan khawatir karena meninggalkan gue di minibus sendirian. Gue langsung ambil posisi di sebelah sopir. Gue minta dia telepon Mr. Kamchai lagi. Kali ini Mr. Kamchai mengangkat telepon. Akhirnya alamat hostel gue ditemukan. Si sopir bingung dengan keputusan gue milih nginep di Gipsy karena lokasinya yang jauh dan nyaris menuju ke gunung.

Tepat jam 18.30, minibus tiba di Hasippee Road, dari kejauhan gue liat Mr. Kamchai udah nunggu di pinggir jalan dekat kantornya. Dia keliatan khawatir. Gue turun dari minibus dan berjalan menuju Mr. Kamchai. Dia bilang gue telat 1 jam dari yang seharusnya. Gue jelasin soal kebingungan yang terjadi di pier karena ngga ada yang tau harus mengantar gue kemana. Gue bilang sama Mr. Kamchai kalo gue mau pindah ke Patong beach malam ini juga. Tapi gue bingung transportasi menuju ke sana. Lagi - lagi Mr. Kamchai keliatan khawatir. Ekspresi khawatir yang bikin gue merasa bersalah. Dia nanya apakah gue udah tau harus menginap di mana di Patong beach. Gue bilang di Patong Backpacker. Waktu di minibus Ahmad sempat menyarankan gue untuk nginap di situ aja, strategis. Mr. Kamchai minta gue mastiin dulu kalo masih ada kamar buat gue di sana (karena ini Sabtu alias weekend), dan dia janji akan cariin tukang ojek yang akan ngantar gue ke sana dengan harga murah.

Dari kantor Mr. Kamchai gue langsung ke warnet. Sewanya mahal, 50 bath per jam, dan harus dibayar untuk 1 jam di muka. Gue cek www.hostelbookers.com, dan tampaknya masih ada ranjang tersisa buat gue di Patong Backpacker. Gue pun mencatat alamatnya.

Gue langsung melesat ke Gipsy untuk berpamitan dan ngambil ransel. Abis itu gue kembali ke kantor Mr. Kamchai. Mr. Kamchai minta gue duduk di depan kantornya sementara dia berdiri di pinggir jalan untuk berentiin tukang ojek yang dia kenal buat antar gue. Ya ampun...rasa bersalah gue semakin bertumpuk - tumpuk...Entah bagaimana gue bisa membalas kebaikan Mr. Kamchai ke gue...gue yang udah ngebohongin dia ini.

Akhirnya tukang ojek datang, Mr. Kamchai nawar harga bath 50 untuk ngantarin gue ke Patong Beach. Deal, dan gue diantar ke Patong Backpacker di Thawewong Road. Harga kamar Mix Dorm Room 10 Bed 400 bath per malam. Gue tawar 350 bath dan gue bayar untuk 2 malam sekaligus.

Sampai di kamar gue langsung mandi. Hostel, kamar dan WC nya memang ngga sebersih di Gipsy, tapi lumayanlah. Abis mandi gue jalan - jalan di sepanjang Thawewong Road. Gue mampir ke beberapa kios tour travel, untuk nyari paket tour murah meriah untuk besok. Tiba - tiba hujan lebat, gue pun mampir di McDonald. Sebenernya gue udah janji sama diri sendiri kalo gue bekpekeran harus nyoba makanan lokal, bukan fastfood kayak gini. Tapi poster Big Mac yang gue bisa langsung liat dari luar restorannya bener - bener bombastis. Gue pun ngiler dan tergoda. Gue beli paket burger seharga 145 bath. Puas berjalan - jalan, kenyang dan cape, gue balik ke hostel.

Setelah beberapa saat baca novel yang gue bawa, City of Thieves, gue pun tertidur pulas. Hari ini sangat menyenangkan. Gue menyesal udah berbohong ke Mr. Kamchai dan udah bikin dia repot. Hari ini gue mengerti satu hal. Hal buruk yang telah gue lakukan terhadap orang lain, ngga selalu dibalas dengan hal buruk juga. Justru gue merasa mendapat balasan setimpal karena orang itu justru membalas perbuatan gue dengan kebaikannya yang tanpa pamrih. Balasan yang lebih mendalam buat gue : rasa bersalah. Gue cuma bisa berdoa semoga Yesus berkenan maafin gue, dan ngebalas kebaikan dan bantuan Mr. Kamchai yang luar biasa buat gue di hari ini. Maaf, dan makasih Mr. Kamchai...!

Monday, January 17, 2011

Day 1 at Phuket : Check in @ Gipsy Room - Patong Backpacker House

Jumat, 14 Januari 2011.

Ini hari yang gue tunggu - tunggu, hadiah ulang tahun gue. Dari siapa ? Dari Yesus...mungkin melalui Airasia yang udah nyediain tiket pp Jakarta - Phuket seharga IDR 431,000.

Perjalanan gue kali ini benar – benar nyaris tanpa persiapan. Bahkan gue baru packing ransel sekitar 3 jam sebelum gue berangkat ke Airport Soeta. Mungkin karena gue gak punya banyak waktu untuk persiapan sebelumnya. Seminggu terakhir sebelum keberangkatan, kerjaan kantor bener – bener padat dan menyita waktu gue....dan tenaga serta mood gue pastinya. Tapi gue tetep bersemangat.

Tepat jam 2 siang Damri berangkat dari Terminal Pasar Minggu, dan tanpa kendala kemacetan yang berarti, mengantarkan gue ke Terminal 2 Soeta Airport. Gue akan menunggu lumayan lama sampai waktunya boarding. Pesawat gue sendiri dijadwalkan berangkat jam 17.20. Jadi gue masih punya banyak waktu, tanpa tahu mau melakukan apa, selain makan siang dan bengong, di Airport.

Waktunya boarding tiba, hari sudah menjelang gelap. Penumpang dipersilahkan memasuki pesawat, dan gue langsung mencari bangku gue, 24F. Kali ini gue beruntung, karena tidak ada penumpang yang menempati bangku 24D dan 24E. Jadi sederet bangku itu menjadi hak gue, dan gue bisa dengan leluasa meluruskan kaki gue dan tidur dengan posisi badan selayaknya di kasur. Bener – bener hadiah ulang tahun yang istimewa, dimulai dari tempat duduk gue di pesawat.

Sekitar jam 8 malam lewat, pesawat mendarat di Phuket International Airport. Sebelum meninggalkan lokasi gue sempat mampir di money changer karena gue cuma punya USD tanpa satu sen pun Bath. Begitu di luar, gue langsung membeli tiket minibus seharga 150 Bath yang akan mengantar gue ke Patong. Minibusnya sangat nyaman. Baru sekitar 20 menit perjalanan, minibus berhenti di sebuah kantor. Kebanyakan penumpang bertanya – tanya dan mengeluh. Mungkin karena udah malem dan cape, pengen segera tiba di hotel masing – masing.

Di kantor itu setiap penumpang diminta turun, dan memberitahukan ke petugas di dalam kantor nama dan alamat hotel masing – masing. Gue jadi lumayan lega, ternyata minibus bakal ngantar gue sampai ke hostel. Petugas bingung begitu gue menyebutkan nama hostel gue : Gipsy Room - Patong Backpacker House. Setelah itu gue kasih liat bukti konfirmasi via hostelbookers.com yang gue print, di situ ada alamat Gipsy, lokasinya di Hasippee Road, Patong.

Perjalanan dilanjutkan. Memasuki daerah Patong, gue makin bersemangat. Kalo Bangkok terkenal dengan Khaosan Roadnya, sepanjang yang gue tahu Phuket terkenal dengan Patongnya. Minibus pun mengantar penumpang satu per satu. Ada yang diantar ke hotel mewah, resor, atau cukup di pinggir jalan. Kalau yang di pinggir jalan, gue asumsikan si penumpang menginap di hostel, yang lokasi di dalam gang – gang sempit.

Dan ternyata gue adalah penumpang terakhir. Semua penumpang sebelum gue diantar ke daerah yang sama. Tempatnya ramai, hingar – bingar, dengan berbagai macam toko, hotel, bar, di kiri – kanan jalan. Tapi jalan menuju Gipsy mendadak berubah. Sepi dan agak menanjak.

Menjelang jam 10 malam, supir minibus memberhentikan gue di depan sebuah toko Seven Eleven. Dia membukakan pintu buat gue, dan dengan bahasa Inggris yang benar – benar gak gue ngerti dia menunjuk jalan menanjak yang gelap. “Gipsy..Gipsy”, dia bilang sambil nunjuk ke bangunan bertingkat yang posisinya...agak di atas. Tanjakannya tajam banget, dan gue udah langsung ngerasa cape sebelum mulai berjalan.

Tiba di pintu, gue pencet bel dan seorang perempuan menyambut dengan ramah dan meminta gue untuk ke lantai 2. Di lantai 2, ruang hanya terdiri dari ruang nonton, dapur dan balkon. Ternyata resepsionisnya ada di ruang dapur. Gue langsung terkesan dengan hostel yang satu ini. Bersih dan elegan. Dengan aroma wangi yang bikin nyaman. Setelah urusan check in, gue kembali diantar ke lantai dasar, ke kamar gue Mix Dorm Room 10 Bed. Kamarnya bersih dan nyaman, juga WC nya. Gue langsung puas dan pengen segera istirahat begitu ngeliat kasurnya yang empuk. Untuk kamar ini, tepatnya kasur ini, gue harus ngebayar sekitar USD 11. Awalnya gue pikir terlalu mahal, tapi begitu ngeliat langsung isinya, bagi gue itu sepadan. Dan kali ini gue gak kecewa dengan review yang gue baca di website www.hostelbookers.com.

Abis mandi, gue langsung keluar meninggalkan Gipsy. Banyak yang harus gue lakukan : beli air mineral di Seven Eleven, cari money changer, dan cari tour agent buat booking Phi – Phi Island tour buat besok. Tapi ternyata kawasan itu udah semakin gelap dan sepi. Abis dari Seven Eleven, gue mampir ke arah kantor tour agent, Golden, yang sebenarnya udah tutup. Di dekat kantor ada sepasang suami istri yang lagi asyik ngobrol. Dia bilang kantor udah tutup dan gue harus kembali besok, atau bisa menelepon Mr. Kamchai si pemilik kantor ke nomor ponselnya. Nelpon ke ponsel ? Gak mungkin lha...gue gak punya SIM card Thailand. Ternyata si suami tanpa gue minta menghubungi Mr. Kamchai dengan ponselnya dan dia minta gue bicara langsung dengan Mr. Kamchai. Gue bilang ke Mr. Kamchai mau booking Phi Phi Island tour untuk besok. Mr. Kamchai bilang udah ngga bisa karena sudah lewat jam 11 malam. Booking hanya bisa dilakukan sebelum jam 11 malam. Karena kelelahan gue yang teramat sangat, ditambah kemampuan gue yang terbatas buat ngerti bahasa Inggris Mr. Kamchai, gue pun mengakhiri pembicaraan.

Gue kembali ke Gipsy dengan sedikit panik. Sebenarnya gue bisa booking tour di Gipsy, tapi harganya selangit, 1,400 Bath. Tapi begitu gue tiba di lantai 2, gue udah menyerah dan memutuskan untuk booking di Gipsy. Tapi resepsionisnya bilang hal yang sama seperti Mr. Kamchai. Gue terlambat booking, karena udah lewat jam 11. Akhirnya setelah browsing – browsing di internet, yang bisa gue pake dengan gratis, dan tetap belum menemukan solusi, gue kembali ke kamar. Badan gue terlalu lelah, termasuk buat berpikir. Gue cuma berdoa, besok gue akan ikut Phi Phi Island tour...entah gimana caranya...yang pasti butuh sedikit miracle.

Gue tidur dengan nyenyaknya..walaupun sesekali terbangun. Kasur gue terguncang – guncang, seakan – akan ada gempa. Padahal cuma tamu yang tidur di kasur atas gue yang bergerak terlalu aktif sepanjang tidurnya. Gue serasa tidur di ranjang goyang. Terbangun...tidur lagi...terbangun...begitu sepanjang malam. Tiap kali gue terbangun terpaksa pikiran gue melayang ke besok. Dan hati gue cuma bisa berbisik, 'Pasti besok ada solusi...' dan gue kembali tertidur pulas.