I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Thursday, October 20, 2011

09 Oktober 2011 : Mari Pulang

Tiiiitttttt.....!!!

Alarm gue berbunyi tepat jam 6 pagi waktu Singapura. Gue langsung loncat dari ranjang nyaman dan mandi. Abis mandi, gue kembali rapihin dan siapin ransel. Setelah itu, langsung meninggalkan hostel, menuju bangunan utama The Hive di Jalan Serangoon, untuk sarapan gratis terakhir kalinya.

Sarapan terakhir gue ngga berbeda dengan kemarin : 4 lembar roti bakar super gosong. Setelah menyelesaikan sarapan, gue sempat baca beberapa majalah dulu di ruang makan...majalah backpacker Asia yang menarik banget buat gue. Keasyikan ngebaca, gue malah lupa waktu ! Gue langsung bergegas kembali ke hostel gue untuk ambil ransel dan segera ke Changi Airport.

Mulai dari hostel gue udah mulai khawatir kehabisan waktu. Flight Singapore - Jakartanya jam 10.20 pagi. Gue jadi super panik, kayaknya ngga punya cukup waktu untuk tiba di Changi. Gue berlari ke Boon Keng Station. Dari Boon Keng gue naik MRT menuju Outram Park Intersection. Disambung naik MRT ke tujuan Tanah Merah Station.

Tiba di Tanah Merah gue semakin panik. Waktu gue semakin menipis, sementara gue harus turun dan menunggu MRT berikutnya arah Changi. Gue kesal dengan momen - momen kayak gini. Dimana gue harus menunggu dengan panik, jantung berdetak kencang, banjir keringat...padahal kejadian kayak gini bisa gue antisipasi. Gue masih punya cukup waktu sebenarnya...tapi tadi pas sarapan gue keasyikan baca - baca majalah backpacker. Entah kenapa gue seperti tersihir untuk terus membaca dan membaca...membuka setiap halaman dengan santainya. Lihat hasilnya sekarang...rasanya pengen nangis sekencang - kencangnya. Hati gue ngga berhenti memohon - mohon ke Yesus, semoga gue ngga ketinggalan pesawat, dan harus mencari tiket pengganti untuk pulang ke Jakarta. Sesaat lalu alternatif ini sempat terpikir ama gue...mungkin waktu gue menunggu MRT di Tanah Merah tadi....tapi gue pikir, mencari tiket baru tujuan Jakarta, bisa jadi persoalan baru lagi. Aduhh...kejamnya bekpekeran !

MRT tujuan Changi pun tiba. Dengan terburu - buru gue naik. MRT tiba di Changi dan gue harus berlari sekuat tenaga untuk ke skytrain station yang akan mengantar gue ke terminal 1, Changi Airport. Luasnya Changi Airport, sempat jadi ketakutan gue. Karena gue ngga punya waktu untuk mencari - cari...apalagi kesasar ! Pembagian waktu gue saat ini dalam hitungan menit ! Sayangnya, gue sempat nyasar waktu mencari Skytrain stationnya...pake naek eskalator segala.

Untungnya begitu tiba di station, udah ada skytrain yang siap berangkat. Gue berlari sekencang - kencangnya....seakan - akan skytrain ini adalah penyelamat hidup gue ! Ngga beberapa lama, gue tiba di terminal 1 Changi Airport. Gue langsung menuju tempat check in Air Asia. Sebenarnya gue udah check in via web, tapi gue pengen ngelapor dulu. Petugas check in bilang gue udah terlalu lama telatnya. Dia mengijinkan gue boarding dengan catatan, kalo gue ketinggalan pesawat itu di luar tanggung jawabnya dia.

Abis itu gue melesat secepat angin menuju pintu pemeriksaan imigrasi. Makasih Yesus...karena gue ngga perlu antri. Lagi - lagi petugas imigrasi geleng - geleng kepala, dan sambil membolak - balikkan halaman passport gue, dia menggumamkan sesuatu mengenai betapa telatnya gue.

Selesai urusan imigrasi, gue kembali harus berlari...kali ini menuju Gate 24 ! Rasa cape yang gue rasain ini udah di titik maksimal, kombinasi antara kepanikan luar biasa dan aktivitas lari - lari yang tiada henti. Gate 24.....jauhnya, Yesus ! Gue cuma bisa berlari dan berlari....hati gue bergejolak...Yesus, tolong....semoga belum ditinggal pesawat....Mama, Cei super cape ! Haus....Yesus, AirAsia delay, please....Mama, ranselnya berat banget, kebanyakan bawa coklat...hiks !

Akhirnya gue tiba di Gate 24 ! Senangnya....rasanya pengen guling - guling di karpet untuk melepaskan kelegaan gue yang luar biasa. Gue langsung memasuki pesawat. Di pesawat gue baru sadar...baju gue udah nyaris setengah basah.

Kapok. Lain waktu gue harus bisa lebih cermat dan bijak mengatur waktu gue. Gue senang bekpekeran sendirian, tapi konsekuensinya ngga ada orang lain yang akan mengingatkan gue soal waktu dan hal lainnya. Perjalanan gue mulai dari Boon Keng Station sampai Terminal 1 Changi Airport bisa jadi sesuatu yang seru yang akan gue kenang suatu saat nanti, tapi itu adalah kejadian yang ngga boleh terulang lagi. Salah satu hal yang masih harus gue pelajari benar - benar adalah manejemen waktu. Gue boleh melakukan apapun semau gue...tapi jangan sampai hal itu jadi bumerang, yang malah bikin gue kerepotan luar biasa kayak yang terjadi hari ini.

Makasih Yesus...udah menyelamatkan gue dari tragedi ketinggalan pesawat.

Thursday, October 13, 2011

08 Oktober 2011 : Dari Yogurt Ke Chili Crab

Selamat pagi, The Hive ! Selamat pagi kamar sempit !

Gue bangun dengan semangat. Choi masih asyik tidur. Di king size bed gue liat ada 1 tamu lagi. Ternyata semalem udah ada 3 perempuan yang menempati kamar ini. Bagus deh...the more the merrier !

Gue langsung mandi, dan setelah itu menyiapkan secangkir teh hangat. The Hive menyediakan sarapan gratis, tapi bukan di sini, melainkan di bangunan utama di Serangoon Road. Walaupun begitu, di hostel ini juga selalu tersedia berbagai minuman hangat kayak kopi teh atau sekedar air putih. Lumayan....

Pagi itu gue berangkat sarapan ke bangunan utama The Hive ditemani Choi. Walaupun agak susah berkomunikasi dengan Choi, tapi gue senang karena dia orangnya menyenangkan. Pagi ini gue sarapan dengan 4 lembar roti bakar gosong, favorit gue. Kelar sarapan, gue dan Choi kembali ke hostel. Choi cerita kalo tamu yang tidur di king bed namanya Cho, asal Korea Selatan juga. Nanti malam mereka berdua pengen ke restoran Jumbo di Clark Quay untuk nyobain hidangan Chili Crab, yang menurut Choi sangat fenomenal. Masa sih ? Sepanjang sejarah bekpekeran, hidangan fenomenal buat gue paling McDonald. Choi dan Cho ngajakin gue untuk ikutan ke Jumbo.

Gue sambut undangan mereka dengan girang. Pagi ini kami bertiga punya rencana masing - masing, gue ke Bugis, Pasir Ris dan Orchard, Choi ke Little India dan Cho ke Botanical Garden. Tapi kami janjian di hostel sekitar jam 6 sore untuk berangkat bareng ke Clark Quay.

Gue meninggalkan hostel duluan. Hari ini sebenarnya jadwal gue akan agak padat. Dimulai dengan ke Bugis Street. Di Boon Keng station gue sempat top up Ez - Link Card dulu. Dari Boon Keng gue naik MRT menuju Dhobi Ghaut intersection, dilanjut naik MRT jalur North South (NS) Line tujuan City Hall intersection. Dari City Hall gue naik lagi MRT jalur East West (EW) Line dan berhenti di Bugis Station. Di dekat station gue sempat masuk ke minimarket untuk beli strawberi segar dan susu kopi.

Di Bugis Street gue membeli beberapa kaos khas Singapura. Gue sempat mampir di kios aksesoris rambut, dan beli jepitan topi kecil berwarna merah. Untuk siapa ? Untuk Samudra, kuda latihan gue. Gue emang suka iseng kalo lagi latihan. Kadang gue suka kuncir - kuncir atau kepang poninya yang gondrong...Berhubung gue selalu pake topi merah pas latihan, maka gue beliin topi merah juga buat Samudra...topi solidaritas, ceritanya. Setelah itu gue sempat berkeliling lihat - lihat Bugis Junction. Walaupun ngga niat belanja di sini, tapi gue pengen menghabiskan waktu sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Pasir Ris.

Bosan di Bugis Junction, gue kembali ke Bugis Station. Gue melanjutkan perjalanan ke Pasir Ris. Ngapain kemari ? Gue pengen berkunjung ke rumah Zaiem. Zaiem adalah mantan siswa Singapore International School. Dia juga yang udah bikinin akun Facebook buat gue. Sekitar setahun yang lalu dia kembali ke negara asalnya, Singapura, dan melanjutkan sekolah di sini. Beberapa minggu sebelum berangkat ke Singapura gue udah janjian sama Zaiem untuk berkunjung ke rumahnya.

Zaiem udah membekali gue dengan alamat rumahnya, lengkap dengan peta lokasi. Tapi begitu gue tiba di Pasir Ris station, gue bingung harus berjalan ke arah mana. Gue tahu kalo gue harus mencari Pasir Ris Drive 3...tapi gue ngga ada lihat tanda - tanda jalan besar dengan nama itu. Gue berjalan terus menyusuri Pasir Ris Drive 1. Sampai tiba di Sunge Tampines, gue melihat peta yang ada di situ. Gue menyusuri jalan sepanjang pinggir Sunge Tampines, dan bertemu dengan 2 orang petugas berseragam. Gue nanya arah menuju Pasir Ris Drive 3. Menurut mereka gue salah ambil arah tadi sejak dari station. Seharusnya gue mengambil arah sebaliknya. Mereka menyarankan gue beberapa altenatif menuju alamat yang gue cari. Gue bertekad untuk tetap jalan kaki...walaupun kaki gue udah terlalu cape dan mulai lecet.

Bagi gue, cara terbaik untuk mempelajari jalan - jalan yang baru gue lalui adalah dengan jalan kaki, selama gue emang masih sanggup dan kuat. Salah satu manfaat gue rajin jalan kaki ke kantor khan supaya gue punya daya tahan untuk berjalan kaki jarak jauh...manfaat lainnya ? Bikin betis bengkak...dan kulit hitam legam serta dekil. Tapi kali ini emang rasanya lebih berat dibandingkan program Walk to Work gue sehari - hari, karena cuaca amat sangat panas. Pasir Ris sebenarnya tempat yang nyaman buat berjalan kaki. Sepi, tenang dan hijau. Hebatnya lagi, kayaknya kebanyakan warga di sini lebih memilih menggunakan sepeda sebagai alat transportasi...jadi di mana - mana banyak lahan parkir sepeda.

Akhirnya gue tiba di rumah Zaiem. Sayangnya, asisten rumah tangga keluarga Zaiem bilang kalo dia dirawat di rumah sakit mulai malam sebelumnya. Sedih. Bukan karena merasa sia - sia perjalanan panjang gue, tapi sedih karena tahu kalo Zaiem lagi sakit, bahkan sampai dirawat di rumah sakit. Gue sempat bermaksud membesuk Zaiem di rumah sakit tempat dia dirawat, sayangnya gue ngga tahu bagaimana caranya kesana.

Di halte bus gue sempat bertanya seorang calon penumpang, dan dia bilang rumah sakitnya masih jauh dari situ. Andaikan gue bisa menemukan fasilitas intenet saat ini, pasti gue akan langsung cari informasinya sendiri. Tapi ngga ada...dan daerah ini sepi amat, jadi ngga banyak orang yang gue tanyain. Selain itu gue juga ragu, apakah kunjungan gue nanti akan diijinkan oleh pihak rumah sakit. Gue khan ngga tahu kebijakan rumah sakit di sini, terlebih rumah sakit khusus anak - anak.

Akhirnya gue membatalkan niat untuk ke rumah sakit. Butuh beberapa saat buat gue bisa menerima keputusan sendiri. Ada kalanya bukan hasil akhirnya yang penting, tapi bagaimana proses gue berusaha mencapai sesuatu. Yang terpenting, gue sudah mewujudkan niat dan janji untuk berkunjung ke rumah Zaiem....walaupun ngga gampang... jauh...melelahkan...kesasar kemana - mana dulu...

Gue naik bus untuk kembali ke Pasir Ris station. Sebelum ke MRT stationnya gue mampir ke White Sand Shopping Center. Sekonyong - konyong gue bangkit dari rasa lelah bercampur sedih (karena gagal ketemu Zaiem), begitu ngeliat counter yogurt yang ramai pengunjung. Ternyata lagi ada acara bagai - bagi yogurt gratis. Gue, yang semangat luar biasa tiap kali tahu ada sesuatu yang gratisan, langsung mendekat dan ikutan antri. Akhirnya yogurt gratisan pun berhasil gue dapatkan. Lumayan...

Dari Pasir Ris station gue naik MRT sampai ke City Hall intersection. Dari City Hall dilanjut naik MRT arah North South (NS) Line dan turun di Orchard Station. Di Orchard, selain berniat untuk cari toko coklat kesukaan, gue juga berkeliling, keluar masuk mall yang berserakan di sini. Sekitar jam 4 sore gue mengambil langkah kembali ke The Hive.

Gue ada janji jam 6 sore sama Choi dan Cho untuk ke Clark Quay. Tapi berhubung rasa cape yang gue rasa udah seluas samudra, gue berharap sempat istirahat sejenak di kamar hostel nanti.

Tiba di The Hive gue langsung mandi, bikin teh, internetan ria, dan merebahkan badan di ranjang. Sayangnya gue ngerasa kurang nyaman, karena jam segini AC kamar masih dimatikan...jadi agak gerah. Sekitar jam 5 sore Choi datang, dan membawakan gue sekaleng Coca Cola dingin. Mantap.

Jam 6.30 sore gue dan Choi berangkat menuju Boon Keng Station. Rencananya kami berdua akan ketemu Cho di Clark Quay station.

Jam 7 malam, akhirnya gue, Choi dan Cho ketemu bertiga dan langsung menuju Jumbo restaurant, siap menyantap Chili Crab yang fenomenal. Sayangnya, kami ngga bisa langsung mendapatkan meja. Resepsionis bilang, kami mendapatkan giliran makan di Jumbo jam 10 malam !! Ternyata reservasi bisa dilakukan dengan menelepon terlebih dahulu...hal ini baru kami tahu belakangan, begitu ngebaca - baca lagi buku panduan wisata Singapuranya Choi !

Gue, Choi dan Cho pun bermaksud menghabiskan waktu menunggu di Marina Bay. Dari Clark Quay kami naik taksi sampai Marina Bay, dengan membayar ongkos sekitar SGD 6. Di Marina Bay, tepatnya di dekat patung Merlion, gue bertiga asyik ngobrol. Lucu juga. Walaupun bahasa selalu menjadi kendala, tapi ngga mengurangi keseruan obrolan 3 solo traveler ini. Terkadang mendadak mereka berdua ngobrol dalam bahasa Korea, "meninggalkan" gue yang cuma manggut - manggut karena ngga ngerti sama sekali. Gue serasa lagi nonton serial Korea di TV...walaupun gue bukan salah satu penggemarnya. Dengan susah payah, kami bertiga saling share soal urusan pribadi, mulai dari urusan pekerjaan, keluarga, dan segala macam impian masing - masing. Pokoknya gue sangat menikmati menghabiskan malam dengan kedua teman baru gue ini....kami bertiga sama - sama cewe yang senang berpetualang...seorang diri...mungkin ada kesamaan di antara kami yang bikin pertemanan cepat terjalin dalam waktu singkat.

Jam 9.30 malam, gue Choi dan Cho naek taksi untuk kembali ke Jumbo, Clark Quai. Di Jumbo, karena sudah lapar maksimal, kami langsung memesan Chili Crab. Berhubung harganya mahal, SGD 40 per kilogram, jadi kami hanya memesan 1 kilogram. Ternyata kekhawatiran soal mahalnya harga makanan di Jumbo, bukan cuma gue yang rasain, mereka juga. Jadi kami memesan menu berikutnya dengan ekstra hati - hati. Begitu Chili Crab dihidangkan di meja, gue bertiga langsung sigap menyerbu. Enak. Berikutnya datang pesanan sayur kangkung...trus udang goreng. Semua hidangan yang tersaji, dilahap habis ! Choi dan Cho fokus sama Chili Crab, sementara tugas gue menghabiskan kangkung dan udang. Begitu makanan habis tak tersisa, waktunya menyelesaikan urusan pembayaran. Total SGD 86. Astaga....gue bertiga kaget bukan main dan membuka dompet masing - masing dengan perasaan berat dan ngga percaya. Masing - masing kena SGD 30, sekaligus ongkos taksi pulang ke The Hive.

Dengan perut penuh dan dompet kosong, gue, Choi dan Cho pulang ke The Hive. Di hostel, setelah mandi gue ke ruang nonton, Choi menyusul. Cho langsung terlelap di King size bed yang super nyaman. Jam 12 lewat, gue masuk ke kamar. Ini malam terakhir gue tidur di The Hive. Seperti biasa, sebelum tidur gue akan membaca novel, kali ini gue bawa Pride and Prejudice. Bosan membaca, waktunya membiarkan pikiran gue menerawang. Semua hal yang gue lakukan hari ini seru dan menarik banget. Apalagi perjalanan ke Pasir Ris yang berbuah semangkuk yogurt gratisan.

Tiba - tiba mata gue tertuju ke kaos hitam yang gue gantung di pinggir ranjang, tepat di hadapan gue sekarang. Ini kaos kebanggaan. Udah 2 hari gue pake kaos itu, mulai dari Jakarta ! Kemarin ke Singapore Turf Club pun pake itu...trus tadi city tour pun pake itu juga. Kaos ini sudah mengalami banyak fase dalam 2 hari ini...fase dijemur sinar matahari yang menyengat...trus basah karena keringat gue yang membanjir...trus kering lagi ditiup angin....Kalo Mama tahu pasti dia ngamuk - ngamuk karena menurut Mama tingkat kejorokan gue udah di level memprihatinkan. Dan kalo dia tahu riwayat kaos kebanggaan gue ini selama di Singapura, kaos gue pasti bakal langsung turun kasta, jadi kain pel di rumah.

Tapi ini adalah hal kecil yang pengen gue lakukan...sesuatu yang ngga pernah bisa gue lakukan di Jakarta...di kehidupan normal dan teratur gue. Sementara saat ini anggap aja gue lagi menjalani hidup abnormal...hidup suka - suka, semau gue. Gue pengen melakukan sesuatu yang gak penting, tapi bikin hati puas. Selamat malam, Singapura....selamat malam kaos dekil...!

Tuesday, October 11, 2011

07 October 2011 : Selamat Pagi, Singapura !

Belum genap 3 bulan yang lalu gue ninggalin zona nyaman, Singapura, dan sekarang gue kembali lagi. Kembali buat liburan singkat, dengan harapan bisa menyegarkan pikiran dan fisik gue yang penat dan cape sama rutinitas hidup di Jakarta.

Pagi ini gue terlambat bangun. Entah kenapa...semalam kayaknya gue udah masang alarm di handphone, dan pagi ini alarmnya ngga bunyi. Gue terbangun jam 4.30 pagi. Mungkin karena kecapean. Malam sebelumnya, banyak kerjaan kantor yang harus gue selesaikan, itu pun dengan terburu - buru karena gue udah ditunggu keluarga yang jemput ke kantor, untuk makan malam ulang taunnya Ibet. Pulang dari acara makan - makan di daerah BSD, gue baru sempat packing. Karena udah terlalu mengantuk, gue packing seadanya, dan berharap ngga ada barang penting yang ketinggalan.


Berhubung telat, gue ketinggalan bus Damri pagi. Jadilah gue naik taksi dari Pancoran sampai Soeta Airport. Di airport, berhubung belum siapin uang tunai, gue harus ke ATM dulu, lapor ke petugas check in AirAsia, trus ke Imigrasi. Jalur Imigrasinya panjang dan padat. Gue nunggu dengan agak khawatir. Setelah itu gue melesat ke ruang boarding, dan ngga lama kemudian, jam 7.20 pagi pesawat berangkat.


Tiba di Changi airport, Singapura, gue langsung nyari fasilitas internet. Gue harus ngirim email, pesan atau kalo bisa chatting dengan team gue di kantor. Saking terburu - burunya semalem, gue lupa ninggalin pesan - pesan buat mereka semalem. Selesai urusan kordinasi kerjaan, gue melangkah dengan ringan. Mula - mula, gue naik skytrain (gratis) menuju Terminal 2 Changi Airport. Tiba di Terminal 2 gue lanjut naek MRT dari Changi Station ke Tanah Merah Station. Gue turun di sini karena gue bermaksud mengunjungi Changi Chapel and Museum. Dari station gue naik bus SBS Transit No. 2 tujuan Upper Changi Road North. Sesuai petunjuk yang gue dapatkan, seharusnya gue berhenti tepat di Changi Museum Bus Stop. Tapi karena gue dan kapten busnya sama - sama ragu, kapten menurunkan gue di Women's Prison. Dari situ, gue harus jalan kaki dengan jarak lumayan menuju museum.

Tiba di museum, bangunan pertama yang gue lihat adalah Changi Chapel. Suasanya tenang dan sepi. Gue sempat duduk - duduk di sini...untuk istirahat sekaligus menikmati bangunan chapel yang sederhana, dipenuhi pohon rindang, dan bersih. Abis itu gue masuk ke dalam museum, yang isinya banyak menggambarkan suasana masa pendudukan Jepang di Singapura.

Abis dari Changi Chapel and Museum, gue pun menuju hostel. Dari Changi, perjalanan yang harus gue tempuh lumayan panjang dan memakan waktu. Mula - mula gue naik bus SBS Transit No. 2 menuju Tanah Merah MRT Station. Tiba di Tanah Merah gue liat peta MRT untuk cari alternatif menuju Boon Keng MRT Station. Ada beberapa pilihan sebenarnya, tapi akhirnya gue milih untuk naek MRT sampai intersection Outram Park. Abis itu disambung naek MRT arah North East Line (NE) menuju Boon Keng Station. Gue ambil rute ini, karena gue cuma perlu berhenti di satu intesection. Gue terlalu cape dan pegal untuk turun - naek MRT dan transit di beberapa intersection.

Tiba di pintu keluar Boon Keng, dari kejauhan gue langsung bisa melihat bangunan The Hive Backpacker Hostel yang warnanya khas, hitam dan kuning. Kaki gue yang super lelah pun berjalan cepat menuju target. Jalan cepat yang selalu dikritik Mama tiap pagi saat ngantarin gue ke gerbang rumah, siap berangkat ke kantor. Mama bilang, sebentar lagi dia udah ngga akan punya tenaga untuk menyusul langkah gue yang kelewat panjang dan cepat.

Di The Hive gue disambut Ricky dan temannya. Proses check in cepat, gue membayar SGD 22 untuk female dorm room dan menerima kunci. Asyik, ngga perlu ada deposit untuk kunci dan lain - lainnya segala. Ricky, dengan membawa kunci gue, malah mengajak ke luar hostel. Gue bingung. Di luar dia menjelaskan kalo gue tidak akan tinggal di bangunan utama itu, karena sedang full. Gue akan dapat ranjang di bangunan lain yang letaknya di Lavender Street. Gue bingung, tapi cuma bisa nurut dan ngikutin Ricky yang akan mengantar gue ke sana.

Di hostel itu suasana sepi dan gelap. Gelap karena jam segini waktunya hemat listrik dengan mematikan lampu dan AC. Ricky mengantar ke kamar gue, yang berbentuk memanjang. Kamarnya berisi 2 bunk bed, dan 1 king size bed. Gue satu - satunya orang di kamar ini...tepatnya di hostel ini. Belum ada tamu lainnya. Ricky menghibur gue dengan bilang kalo biasanya nanti malam akan ada tamu - tamu baru yang akan tinggal di hostel ini juga. Sebenarnya gue ngga kecewa atau sedih....cuma takjub. Baru kali ini gue tinggal di bangunan hostel, dimana ngga ada orang lain di situ, termasuk reception desk.

Begitu Ricky meninggalkan hostel, gue memilih untuk beristirahat dan mandi. Asyik benar rasanya sendirian begini....serasa di rumah sendiri. Ngga ada suara bising atau hingar - bingar...ngga ada antri...tenang...sepi...Benar - benar nikmat liburan gue kali ini.

Sekitar jam 4, gue bersiap - siap untuk berangkat menuju Kranji. Ada apa di sana ? Gue mau nonton pacuan kuda di Singapore Turf Club. Tapi hujan menahan langkah gue, padahal jadwal pacuan pertama jam 6.20 sore. Untungnya gue ngga perlu menunggu terlalu lama. Saat ujan tinggal rintik - rintik, gue langsung kabur menuju Boon Keng Station, untuk naik MRT menuju Dhobi Ghaut Intersection. Dari situ gue sambung naek MRT North South (NS) Line dan turun di Kranji. Perjalanan cukup lama, karena gue harus melewati sekitar 15 station, dari Dhobi Ghaut ke Kranji.

Tiba di Kranji, gue disambut hujan luar biasa lebat. Beruntunglah gue, karena bangunan Singapore Turf Club hampir menyatu dengan station, jadi gue ngga perlu melewati hujan.

Tiba di loket tiket, gue langsung bertanya ke petugasnya, apakah gue boleh beli tiket untuk Gold Card Room. Dari informasi yang gue baca di webnya Singapore Turf Club, untuk kelas ini, pengunjung diharuskan berpakaian formal dan tanpa jeans belel. Sebenarnya, karena emang udah niat dari Jakarta untuk nonton pacuan kuda, gue bawa 1 baju gaun simple. Tapi tadi di hostel gue mendadak males pake baju feminin, dan milih pake celana panjang jeans. Menurut petugas loket, baju gue cukup layak untuk masuk ke Gold Card Room, dan gue pun membeli tiketnya seharga SGD 15.

Dengan tiket di tangan, gue melangkah menuju pintu masuk dengan hati girang. Nonton pacuan kuda di sini emang udah jadi salah satu target gue sejak di Jakarta. Maklum, sejak berlatih kuda, gue menyimpan rasa penasaran untuk bisa nonton pacuan kuda secara langsung. Kalo ditarik mundur, awal gue penasaran berlatih kuda bermula sejak gue nonton film The Secretariat. Film berdasar kisah nyata tentang kuda pacu bernama Secretariat. Gue pengen merasakan langsung euforia pacuan kuda di sini. Walaupun ngga ada kuda atau jockey yang gue kenal.

Begitu masuk ke dalam, ruang yang gue masukin adalah
Public Grandstand Level 1. Ramai banget ternyata, sama pengunjung yang 99.99% laki - laki semua. Mereka datang untuk bertaruh. Riuh dan ramai suasana di sini. Gue pun naek eskalator menuju level 2. Gue harus melewati Public Grandstand lainnya, tapi dilengkapi AC, sebelum tiba di Gold Card Room.

Gold Card Room ngga terlalu penuh...tapi isinya masih sama, pengunjung yang hampir semuanya laki - laki yang sibuk mengatur taruhan masing - masing. Pacuan pertama ditunda selama 30 menit karena hujan. Gue mengisi waktu dengan makan malam. Di sini ada mini restoran yang menyediakan makanan variatif seharga SGD 4. Dengan harga segini, pengunjung boleh menikmati nasi dengan 3 menu berbeda, sesuai pilihan masing - masing.

Pacuan pun satu per satu dimulai. Sepanjang acara, gue takjub dengan mata terbelalak. Gue selalu kagum dengan nyali dan stamina jockey dalam mengendalikan kuda masing - masing, dengan kecepatan lari yang luar biasa cepat....dan posisi badan menungging pula !

Gue sempat turun lagi ke Public Grandstand Level 1. Kayaknya lebih nikmat nonton dari sini, karena tanpa batas kaca segala. Lagian gue mau liat kudanya secara langsung saat didisplay, sebelum pacuan dimulai. Tapi gue terlalu lama di sini. Selain karena padat dan gerah, karena ngga dilengkapi dengan AC, jumlah perempuan di sini kayaknya bisa dihitung pake jari. Itu pun bukan penonton, kayak gue, melainkan penjual makanan di area taruhan. Gue kembali ke Gold Card Room. Sayangnya gue ngga bisa tinggal di Singapore Turf Club sampai pacuan terakhir.

Jam 9 malam gue meninggalkan Gold Card Room. Gue harus pulang sekarang karena khawatir kehabisan MRT untuk pulang ke hostel. Gue pun naek MRT untuk kembali ke Boon Keng Station.

Gue tiba di hostel sekitar jam 10 malam lewat. Hostel masih tak berpenghuni, tapi lampu dan AC di ruang tamu udah dinyalain, walaupun tetap remang - remang.
Kelar mandi gue langsung berinternetan ria sambil menikmati secangkir teh hangat. Abis itu gue ke ruang nonton, dan saat itulah Ricky datang bersama seorang tamu perempuan. Horeee! Akhirnya malam ini gue ngga akan tidur sendirian di hostel itu. Choi nama tamu yang baru yang asal Korea Selatan itu. Dia tidur di kamar yang sama dengan gue, ranjang kami bersebelahan. Di kamar gue sempat ngobrol sama Choi, walaupun dengan kesulitan tingkat tinggi. Choi ngga gitu ngerti bahasa Inggris. Tapi ngga apa - apa, gue tetap senang karena akhirnya ada teman sekamar malam ini.

Selesai ngobrol sama Choi gue pun merebahkan badan gue di ranjang. Pikiran gue asyik menerawang mengingat pacuan kuda yang gue tonton hari ini. Andaikan gue bisa jadi jockey...tapi hampir mustahil kayaknya, dimulai dari masalah fisik. Gue terlalu gendut dan tinggi untuk jadi jockey kayaknya. Kata pelatih kuda gue, berat badan seorang jockey ngga boleh lebih dari 50 kg. Kapan berat badan gue pernah 50 kg ? Mungkin waktu gue SD ? atau SMP ? Belum lagi masalah nyali dan kemampuan berkuda yang dituntut dari seorang jockey. Gue ingat, setiap gue menunggang Samudra yang sedang berlari, dalam hati gue akan menjerit..."Mamaaaaaaaa!!!"