I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Wednesday, March 20, 2013

Cerita Vaksinasi di Sabtu Pagi

Adalah niat dan rencana gue selama ini untuk membawa Bruncuz ke rumah sakit hewan terdekat untuk mendapatkan, minimal, vaksin rabies.Walaupun seumur hidup gue selalu hidup serumah dengan anjing, namun selama ini gue belum memiliki kesadaran untuk memberikan proteksi bagi fisik anjing - anjing peliharaan dengan vaksinasi. Gue terbiasa memelihara anjing dengan cara yang, menurut gue, konservatif dan sealami mungkin. Namun harus diakui, bahwa alasan terbesar mengapa gue ngga pernah peduli dengan masalah vaksinasi ini karena malas, ngga mau repot, dan kurangnya kesadaran bertanggung jawab atas hewan peliharaan. 

Rasanya malu mengatakan bahwa gue menyayangi anjing peliharaan, namun menutup mata dan telinga rapat - rapat di saat memikirkan masalah vaksinasinya. Kini, gue berjanji pada diri sendiri untuk merawat sahabat berkaki empat ini sebaik mungkin. Masalah kesehatannya harus ada di urutan teratas. Selain menyediakan makanan berupa daging mentah, tanpa tambahan nasi, bumbu dan lainnya, sejak tahun lalu, mulai Januari tahun ini gue juga sudah mulai memberikan obat cacing khusus anjing untuk Bruncuz. Ini perlu gue lakukan untuk mencegah Bruncuz terkena cacingan, karena daging mentah yang gue berikan. Uniknya, gue memilih obat cacing Drontal keluaran Bayer, Thailand. Memang ada sedikit unsur fanatisme, karena gue juga bekerja di Bayer. Selama ini gue sering berkonsultasi dengan seorang dokter hewan perusahaan yang sangat informatif dan mendorong gue untuk meningkatkan kualitas hidup anjing peliharaan melalui vaksinasi.

Niat untuk memberikan vaksinasi rabies kepada Bruncuz sudah tertanam cukup lama, tepatnya sejak tahun lalu. Niat ini gue wujudkan dengan cara unik, mengikutkan nama Bruncuz dalam group arisan di kantor tempat gue bekerja sebelumnya. "Bruno Sitanggang", begitulah nama arisannya. Dia adalah satu - satunya peserta berkaki empat dalam group arisan yang terdiri dari 25 peserta itu. Arisan ini rencananya akan menjadi sumber dana segala keperluan Bruncuz, seperti tali, kalung, dan tentu saja vaksin. 

Peruntungan Bruncuz dalam dunia arisan nampaknya kurang begitu cerah, jadilah dia mendapatkan arisannya di urutan terakhir, tepatnya awal tahun ini. Dan gue pun mulai rajin menggali informasi mengenai vaksinasi ini. Mengenai prosedurnya, harganya dan lokasinya. Hasil akhirnya ada 2 pilihan, yaitu Rumah Sakit Hewan Jakarta atau Pondok Pengayom Satwa. Keduanya berlokasi di Ragunan, Jakarta Selatan. Namun niat gue belum bisa segera terwujud, karena beberapa kesibukan dan terlebih kendala transportasi. Masalah transportasi adalah yang utama. 

Ada beberapa rencana yang sempat terpikir : menyewa angkutan umum S15 atau S15A, taksi, atau yang lebih ekstrem, berjalan kaki. Semua alternatif itu akan menjadi tantangan besar buat gue dan Bruncuz. Bruncuz belum pernah naik mobil, dan dia belum pernah sekalipun menginjakkan keempat kakinya keluar dari kawasan Tanjung Barat. Perjalanan menuju negeri Ragunan, bagaimana pun caranya, akan menjadi sesuatu yang penuh perjuangan untuknya.

Solusi muncul pagi ini, tepatnya di saat gue sedang membawa Bruncuz berjalan pagi. Di saat melintas di depan sebuah komplek perumahan, gue melihat sebuah taksi sedang parkir dan tanpa menaruh harapan terlalu besar gue bertanya pada sang supir apakah bersedia membawa penumpang seekor anjing. Ternyata Pak Yoga, sang supir, bersedia. Gue pun meminta nomor teleponnya, dan berjanji akan menelepon hari ini juga.

Sekitar jam 9 pagi, gue dan Bruncuz pun meninggalkan rumah dengan taksi Pak Yoga. Hari ini satu sejarah terukir : Bruncuz naik taksi. Baru beberapa ratus meter perjalanan, Bruncuz sudah mulai bereaksi. Jelas dia terlihat takut dan bingung sampai gemetar. Yang dapat gue lakukan adalah memeluknya erat - erat dan memijit punggungnya sesekali agar Bruncuz lebih relaks.

Awalnya gue meminta Pak Yoga untuk menuju Pondok Pengayom Satwa. Namun tiba di sana gue kecewa karena belum ada dokter yang datang. Ngga tega untuk membuat Bruncuz menunggu, gue pun langsung meminta Pak Yoga melanjutkan perjalanan ke Rumah Sakit Hewan Jakarta yang lokasinya dekat situ.

Tiba di Rumah Sakit Hewan Jakarta, gue mengeluarkan Bruncuz dari taksi dan membawanya ke loket pendaftaran. Ada perasaan haru menyeruak di hati. Ini adalah pertama kalinya gue membawa Bruncuz ke suatu tempat dimana ia diperlakukan layaknya tamu terhormat, tanpa ada orang di sekitarnya yang menatap curiga atau menyimpan rasa takut akan diterkam olehnya. Nampaknya kali ini Bruncuz berada di zona penyayang satwa. Bahkan petugas keamanan dan kebersihan di rumah sakit ini pun bersikap sangat ramah kepada Bruncuz.

Selama menunggu, Bruncuz menuai pujian dari beberapa pemilik satwa yang kebetulan juga sedang antri. Menurut mereka Bruncuz terlihat sangat sehat dan bersih, dan terkejut begitu mengetahui bahwa Bruncuz berasal dari ras lokal murni. Di samping itu, sikap Bruncuz yang sangat pendiam dan pemalu, tidak galak atau agresif, menjadi daya tarik tersendiri. 

Saat nama Bruncuz dipanggil yang berarti sudah harus memasuki ruang praktik dokter, masih ada sedikit rasa takut terbersit. Ini adalah pengalaman baru untuk gue dan Bruncuz. Namun gue bertekad untuk mengusir rasa takut dan ragu jauh - jauh, demi Bruncuz. 

Drh. Ayu yang akan menangani Bruncuz mulai mengajukan beberapa pertanyaan seputar Bruncuz.

Namanya siapa ?
Saya Cherry, dok....ini Bruncuz.
Berapa usia Bruncuz ?
Maaf, dok...saya kurang tahu tepatnya. Antara 7 - 8 tahun.
Oh...sudah tua ya ? Sudah pernah divaksin sebelumnya ?
Belum, dok. Ini yang pertama. 

Sang dokter yang sangat ramah pun mendekat ke meja pemeriksaan, tempat gue meletakkan Bruncuz. Drh. Ayu memuji kondisi fisik Bruncuz yang masih sangat prima di usia senjanya itu. Gue mengatakan bahwa Bruncuz adalah pemakan daging ayam mentah, yang selalu gue yakini sangat baik untuk pencernaannya, juga kesehatan gigi dan bulunya. Berat badan Bruncuz pun ditimbang, hasilnya 12 kg. Berat badannya jauh melampaui perkiraan gue selama ini. Gue pikir beratnya sekitar 8 kg. Dalam hati gue berjanji untuk menghitung ulang takaran makanan yang harus gue berikan. Setelah itu tes kotoran pun dilakukan, dan gue lega setengah mati saat dokter mengatakan bahwa Bruncuz bebas cacingan dan kondisinya sangat fit untuk menerima vaksin.

Drh. Ayu menyarankan agar Bruncuz mendapatkan paket vaksin lengkap. Gue, yang sejak awal hanya berniat memberikan vaksin rabies, mulai bingung. Drh. Ayu pun meyakinkan gue bahwa paket vaksin yang terdiri dari vaksin Distemper, Hepatitis, Leptospirosis, Parvovirus dan Rabies ini akan lebih baik untuk Bruncuz, meskipun dari segi usia agak terlambat diberikan. Maka Bruncuz pun mendapatkan paket vaksin lengkapnya. Proses penyuntikan vaksin nyaris tanpa kendala. Tidak ada perlawanan atau gerakan berontak apapun dari Bruncuz. Matanya memancarkan rasa takut mendalam, namun mungkin karena nalurinya mengatakan bahwa apa yang sedang dilakukan orang - orang disekelilingnya saat ini adalah demi kebaikannya, Bruncuz hanya pasrah. 

Vaksin masuk ke dalam tubuhnya dalam hitungan detik. Setelah proses selesai, gue adalah pemilik anjing paling bahagia sedunia. Ini adalah satu langkah perubahan yang membawa kebaikan untuk mahluk berkaki empat yang merupakan sahabat gue ini. 

Drh. Ayu menyerahkan buku vaksin Bruncuz ke gue. Gue girang menerimanya. Bulan Desember 2012 yang lalu, saat sempat berniat menitipkan Bruncuz di Pondok Pengayom Satwa karena gue dan keluarga hendak berlibur ke Yogyakarta, Bruncuz ditolak dengan alasan belum divaksin. Dan buku ditangan gue mencatatkan dengan terperinci bahwa Bruncuz, telah menerima paket vaksinasi lengkap, tertanggal 16 Maret 2013. Mulai hari ini, tidak ada lagi yang berhak menolak Bruncuz dengan alasan vaksinasi. Gue berjanji, di sisa usianya yang mungkin tidak banyak, gue akan membawanya untuk vaksinasi rutin tahunan, dan memberikan obat cacing secara rutin di rumah.
Meninggalkan ruang pemeriksaan, gue pun ke loket pembayaran. Total biaya yang harus gue bayar adalah Rp. 319,000. Dengan perincian :
  • Biaya Laboratorium (cek feces) : Rp. 25,000
  • Biaya registrasi : Rp. 25,000
  • Vaksinasi (Hexadog/Eurican - 7) : Rp. 240,000
  • Biaya administrasi 10% : Rp. 29,000
Ada yang lucu terjadi saat gue sedang menunggu antrian pembayaran. Seorang Ibu mendekati Bruncuz dan membelainya dengan gemas. Di saat yang sama kasir loket pun memanggil nama gue kencang - kencang, "Cherry", yang artinya urusan administrasi sudah kelar dan gue bisa membayar. Gue pun permisi sejenak kepada sang Ibu penggemar baru Bruncuz ini, karena hendak mendekat ke loket kasir. Sang Ibu yang mengira "Cherry" adalah nama anjing yang gue bawa, membelai Bruncuz seraya mengatakan, "Ohh...namanya Cherry ya ? Anjingnya lucu, namanya juga lucu...Sakit apa si Cherry, Mbak ?", tanpa mengalihkan pandangannya dari Bruncuz. Gue pun tersenyum paling manis dan sambil menahan tawa menjawab, "Cherry nama saya, Bu...Ini Bruncuz. Dia ngga sakit kok, dibawa kemari untuk divaksin aja."

Berhubung ini adalah rumah sakit hewan, memang terkadang petugas loket atau asisten dokter hewan seringnya memanggil nama sang binatang peliharaan.

Bruncuz memang lucu, dan dia adalah anjing yang akan membuat siapapun yang melihatnya jatuh hati. Bruncuz bersikap pemalu, bukan agresif. Dan semoga mulai hari ini Bruncuz menjadi anjing yang lebih sehat dari sebelumnya.