I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, March 28, 2014

Vaksinasi Kanker Serviks - Edisi Terakhir

Akhirnya, hari ini gue mendapatkan Vaksinasi Kanker Serviks yang ketiga alias yang terakhir. Awalnya sempat lupa jadwal karena terakhir kali gue mendapatkan vaksinasi cukup lama, yaitu di bulan Oktober 2013. Begitu baru - baru ini liat kartu kontrol, ternyata gue harus kembali ke RS. Harapan Bunda tanggal 28 Maret 2014. Dan itu baru gue sadari 2 hari yang lalu.

completed
Jadi, kemarin gue telepon ke klinik kebidanan rumah sakit untuk konfirmasi. Dari perawat jaga, gue mendapatkan informasi bahwa dr. Rina Fajarwati akan praktik hari ini jam 11 - 1 siang. Dan di siang bolong tadi pun, saat matahari lagi menyengat maksimal, gue ijin dari kantor menuju RS. Harapan Bunda yang ada di Pasar Rebo, dengan menggunakan kendaraan umum. Sempat mau naik taksi aja biar nyaman dan cepat, cuma ngga jadi. Kesannya manja amat, lagian gue ngga terburu - buru waktu. Bos kan lagi cuti (makanya gue bisa meninggalkan pabrik....makanya kemarin sempat kabur makan siang di Margocity karena bosan di kantin....makanya seminggu ini rajin nge-blogging...)

Tiba di klinik kebidanan, perawat bilang bahwa dr. Rina baru akan kembali dari melakukan operasi 30 menit lagi. Gue pun keluar dari klinik untuk mencari makan dan tidak menemukan apapun. Gue kembali ke klinik dengan tangan hampa dan perut kosong. Sekitar jam 12 siang, giliran konsultasi gue pun tiba. 

Seperti biasa, dr. Rina menyambut gue dengan gaya keibuannya yang sangat ramah. Proses penyuntikan pun berlangsung nyaris sekejap. Gue pun berpamitan, karena kemungkinan ini adalah pertemuan terakhir gue dengan dokter yang baik itu.

Setelah itu gue ke kasir untuk menyelesaikan pembayaran, totalnya Rp. 860,067, dan kemudian meninggalkan rumah sakit dengan hati lega dan senyum berseri - seri. Setelah ini paling gue tinggal 'menikmati' pegalnya lengan kiri gue yang menerima suntikan vaksinasi. Saat suntikan kedua, bahkan sampai bengkak dan memerah. Tapi ngga apa - apa, karena itu emang reaksi normal.

Kembali ke kantor hal pertama yang gue lakukan adalah makan siang di kantin, lalu ke ruangan gue untuk mengurus administrasi claim biaya vaksinasinya. Bulan ini ada pengeluaran ekstra yang ngga sedikit, jadi pengeluaran dari sektor lainnya harus ekstra diketatkan sampai bulan depan saat gue menerima reimbursement biaya vaksinasi, kata gue dalam hati sambil manggut - manggut sendirian.

Akhirnya 'proyek' vaksin kanker serviks terselesaikan. Hufff....lega...jadi teringat betapa inginnya gue melakukan vaksinasi ini sejak tahun 2008 yang lalu, dan baru gue wujudkan 5 tahun kemudian. Terima kasih Yesus, karena sudah membukakan jalan, dan betapa jalan yang harus ditempuh sangatlah bebas hambatan.

Thursday, March 27, 2014

Mengintip Seniman Karikatur Pasar Baru


Jalan Kesenian
Sekitar 3 minggu yang lalu, gue ke kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat tepatnya ke Jalan Kesenian dimana berjejer kios - kios Kelompok Pelukis dan Penulis Indah. Lokasinya berseberangan dengan Gedung Kesenian Jakarta dan pintu masuk Pasar Baroe. Sebenarnya gue sering banget ke Pasar Baru, namun biasanya jalan ini cuma sekedar gue lewati. Kali ini, gue datang kemari untuk memesan karikatur foto.

Gue sedang mencari hadiah buat bos di kantor yang berulang tahun di akhir Maret nanti. Nyari hadiah untuk 'bos' atau 'atasan' tuh susah - susah pusing. Terlebih dengan karakteristik bos gue yang warga negara asing, pria single, dan secara financial pastinya bisa membeli materi apapun yang dia perlukan. Jadi gue ingin menyiapkan hadiah yang 'ringan', tidak serius, namun dapat memberi kesan tersendiri.

Kembali ke tahun lalu, untuk hari ulang tahunnya, gue menyiapkan sebuah scrap photo yang dibingkai di sebuah frame 3 dimensi. Hiasan utama di scrap frame itu selain foto bos, hiasan - hiasan ala scrap art, dan yang terpenting adalah pesan ulang tahun dari 50 karyawan yang mewakili seluruh divisi yang ada di pabrik tempat gue bekerja. Saat itu gue ingin memberi 'ruang' untuk orang - orang yang selama ini tidak mempunyai akses untuk berkomunikasi dengan bos gue yang kepala pabrik untuk menyampaikan pesan dan harapan ulang tahun untuknya. Jadilah gue mengumpulkan pesan - pesan tersebut mulai dari petugas kebersihan, petugas keamanan, karyawan koperasi, juga para staff di floor baik dari packaging, production maupun warehouse. Bahasa yang digunakan variatif mulai dari bahasa Jawa, Indonesia sampai Inggris. Saat itu gue 'memaksa' setiap orang untuk tidak sekedar mengucapkan "wish you all the best' yang menurut gue basi, tapi harus lebih kreatif dan 'dari hati'.

Bos menerimanya dengan rasa haru yang ngga bisa ditutupi, dan memajangnya di salah satu sudut di ruang kerjanya.

Dari arah GKJ & Kantor Pos
Dan tahun ini gue kembali harus berpikir keras mencari ide kado ulang tahun untuk bos. Di pikiran gue, gue kumpulkan hal - hal yang harus menjadi pertimbangan untuk menyiapkan kado ini, salah satunya sifat bos yang humoris, lucu dengan penggemar berat tim Liverpool. Akhirnya pilihan gue jatuh ke karikatur. 

Pusat karikatur atau seniman jalanan sebenarnya bisa ditemui di beberapa lokasi, misalnya Blok M. Tapi menurut gue yang di kawasan Pasar Baru inilah yang paling lama berdiri dan paling resmi (bagian dari UKM Jakarta Pusat). 

Untuk mencapai Jalan Kesenian gue menggunakan komuter line tujuan Jakarta Kota, turun di stasiun Juanda. Dari Stasiun Juanda gue berjalan kaki ke jalan ini. Dari posisi gue menyeberang jalan, kebetulan kios yang tepat di hadapan gue saat itu adalah milik Bapak Edison Hutasoit. Sebenarnya ada sekitar 30 seniman di sepanjang jalan itu, dan gue berusaha menghindari kebingungan memilih dengan memasuki kios pertama yang gue lihat.

Gue ngga tahu seniman mana yang lebih handal atau paling handal di kawasan ini, atau seniman mana yang ahli membuat karya seni apa. Selain itu, gue juga ngga punya pengetahuan dan pengalaman mengenai harga pengerjaannya. Jadi mungkin ini sedikit "gambling". 

Gue memberitahukan Pak Edi ide yang ada di pikiran gue. Selain itu gue juga membawa beberapa foto ukuran postcard yang jelas serta gambar yang gue print, supaya ngga menyulitkan Pak Edi mengerti apa gue mau. Ide gue adalah membuat foto karikatur bos yang sedang memakai seragam tim Liverpool. Pak Edi nampaknya cukup 'menangkap' ide tersebut. 

Pak Edi
Berikutnya adalah tawar - menawar harga. Proses ini memakan waktu cukup lama, karena gue ngotot walaupun ngga ngerti berapa tepatnya harga pasaran karya karikatur. Akhirnya gue 'mengalah' di harga Rp. 275,000 untuk karya karikatur hitam putih ukuran A4 lengkap dengan frame. Gue cuma berharap Pak Edi mengerahkan segala kemampuan seninya untuk bisa menyelesaikan hadiah ulang tahun tersebut dengan hasil memuaskan. Perjanjiannya, pesanan gue akan rampung dan bisa diambil seminggu sesudahnya.

Gue duduk beberapa saat di dalam kios Pak Edi yang sempit, mata gue berkeliling mengagumi lukisan - lukisan maupun karikatur foto yang digantung di seluruh sisi kios. Ada yang hitam putih, ada yang berwarna. Bersyukurlah Pak Edi diberikan talenta seni yang luar biasa, kata hati gue.

Sebelum pulang, gue menyempatkan berjalan - jalan sekedarnya menyusuri deretan kios - kios tersebut. Setiap kios dipenuhi dengan bingkai karya - karya seni lukisan dan karikatur. Umumnya yang dipajang adalah lukisan dan karikatur sosok - sosok terkenal, baik negarawan maupun artis. Gue cuma bisa terkagum - kagum dengan kemampuan para seniman ini membuatnya.

Voila! Happy getting older, Boss !
Di beberapa kios, gue menjumpai seniman - seniman yang sedang berada di hadapan kanvas atau kertas gambarnya, sedang menyelesaikan suatu obyek. Di sudut lainnya, beberapa seniman sedang bersantai sambil mengobrol dan bermain catur. 

Seminggu kemudian, gue kembali ke kios Pak Edi dan mengambil pesanan. Gue puas dengan hasil karyanya, karena coretan tangannya sangat mirip dengan foto dan gue berikan. Gue pulang dengan hati senang meskipun harus menjinjing frame ukuran sedang berjalan kaki kembali ke stasiun Juanda.

Kadonya baru akan gue berikan ke bos minggu depan, dan semoga bos terhibur dan senang dengan karikatur wajahnya yang dibuat dengan versi lucu.

Gue bersyukur dengan kehadiran para seniman jalanan ini, karena kali ini mereka telah membantu gue untuk mempersiapkan hadiah yang unik, bernilai seni dan personal.

Thursday, March 20, 2014

Beli Rumah Berhadiah Stress

Kemarin gue membaca artikel di Kompas.com yang judulnya Membeli Rumah Dianggap Penyebab Stress Tertinggi. Sungguh sangat amat setuju sekali....Rasanya beban di pikiran dan pundak gue tidak seberat ini tahun lalu, saat gue belum nekat mulai membeli rumah secara mencicil. 

Impian terbesar gue dari dulu memang membeli sebuah rumah....berapa pun ukurannya. Kecil atau besar, asalkan punya rumah sendiri pasti rasanya tenang dan membahagiakan, pikir gue. Pikiran naif gue, dengan punya rumah sendiri, gue akan bisa memelihara beberapa anjing tanpa harus mendengarkan keluhan dan omelan Mama, di saat mereka mengotori rumah, mengigit sepatu atau barang lainnya, menggonggong sesukanya, dan lainnya. Pikiran dewasa gue, rumah adalah investasi level tertinggi. Selain itu, gue pasti akan lebih tenang menyongsong masa depan apabila gue sudah punya rumah sendiri, tanpa harus memikirkan hidup menumpang, atau lainnya.

Meskipun itu adalah impian terbesar gue sepanjang masa, namun untuk memulainya gue membutuhkan seluruh kenekatan yang ada. Setahun yang lalu, akhirnya gue 'menjebloskan diri' untuk memulai 'mega project' ini. Sejak saat itu, segala hal yang berpotensi menimbulkan stress pun mulai memasuki hidup gue.

Mengenai pemilihan lokasi dan Developer, sejujurnya ini bukanlah bagian yang sulit. Karena pada dasarnya gue bukan tipe pemilih, ini tercermin di saat gue hendak membeli apapun. Gue akan mengambil keputusan dengan cepat, ngga mau terjebak dalam pertimbangan berlarut - larut untuk memutuskan yang ini atau itu....ambil atau tidak...dan lain sebagainya. Yang terpenting, lokasinya gak jauh dari kantor gue saat ini dan rumah Mama. Mengenai Developer, apa boleh buat, pilihan gue ngga banyak. Dengan modal keuangan sangat minimalis gue ngga bermimpi untuk membeli rumah dari developer besar yang sudah punya nama.

Dalam setahun ini ada beberapa tantangan (berusaha bersikap optimis dengan tidak menyebutnya 'masalah') yang gue hadapi (baca: sumber stess) :

Tantangan pertama adalah uang muka. Ini selalu menjadi ketakutan gue sejak dahulu kala dan menghambat langkah gue udah memulai mewujudkan impian. Namun kali ini, bermodalkan tabungan seadanya dan Jamsostek dari beberapa perusahaan tempat gue bekerja sebelumnya, gue berjuang untuk memenuhi persyaratan ini, meskipun terseok - seok.

Tantangan kedua adalah saat verifikasi data dan menanti konfirmasi persetujuan pinjaman KPR dari pihak Bank, dalam hal ini Bank BTN. Persyaratan dokumennya tidaklah sedikit. Dokumen yang diperlukan baik dari gue pribadi maupun perusahaan tempat bekerja, gue penuhi. Namun ternyata proses verifikasi pihak Bank ngga sesederhana dan secepat yang gue harapkan. Padahal waktu booking rumah ini di event BTN Property Expo 2013, gue sempat dijanjikan "one day approval". Namun ternyata gue mesti menunggu berminggu - minggu sampai persetujuan itu akhirnya datang, itu pun dengan tenor dan simulasi perhitungan uang muka dan cicilan bulanan yang berbeda dari yang gue ajukan semula.

Tantangan ketiga, saat akad kredit rumah dilakukan. Gue yang buta masalah hukum terlebih yang berurusan dengan masalah properti, duduk sendirian di hadapan pihak Notaris, Bank dan Developer dan menandatangani akta jual beli. Di proses ini gue sangat cerewet dan bawel menanyakan hal apapun yang terlintas di pikiran gue.

Tantangan keempat, adalah selama proses pembangunan rumah. Karena pembelian rumah yang gue lakukan bersifat 'indent' maka rumah impian gue baru mulai dibangun setelah akad dilakukan. Ini sepertinya tahap yang paling menguras kesabaran, waktu dan pikiran gue. Inilah masa dimana gue mulai bermetamorfosis menjadi setengah monster, dengan kedua tanduk di kepala, cakar - cakar keluar dari jari - jari gue, siap menerkam pihak Developer yang sering nakal. Nakal dalam arti mengerjakan pembangunan rumah dengan jadwal melenceng dari perjanjian awal. Gue rajin memonitor pembangunan rumah dengan datang ke lokasi paling tidak sekali dalam 3 minggu. Seringkali gue ngga puas dengan hasil pembangunan yang menurut gue terlambat dari waktu yang disepakati. Emosi memuncak dan gue segera menghubungi pihak Developer sekedar untuk menumpahkan kemarahan dan menuntut pertanggungjawaban mereka. Ini terjadi bukan hanya sekali dua kali....sudah lusinan kali terjadi. Entah berapa tekanan darah gue saat ini.

Tantangan kelima, mengalokasikan pendapatan gue untuk membayar cicilan tiap bulannya. Ini adalah bagian yang paling mengubah pola hidup gue setahun belakangan. Betapa tidak, sejak awal tabungan gue sudah terkuras untuk uang mukanya, dan setelah itu setiap bulannya sampai waktu sangat panjang ke depannya, nyaris sepertiga gaji gue harus dialokasikan untuk membayar cicilan. 

Di tahap ini gue mulai belajar skala prioritas, dimana gue harus berani memutuskan hal - hal apa yang harus didahulukan dan dikorbankan. Contohnya : hobi traveling. Untuk hobi yang satu ini, waktu seakan berhenti, semua impian - impian traveling gue harus distop sementara, rumah harus menjadi prioritas teratas. Impian setinggi langit untuk bisa bekperan ke Israel dan sekitarnya, sekonyong - konyong harus disimpan rapi di hati gue yang terdalam. Gue pribadi maunya bisa menjalani keduanya seiring sejalan, namun apa daya, 'kantong' gue belum memungkinkan saat ini. Gue selalu menghibur diri dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa pengalaman ini adalah wujud lain dari "perjalanan" dan petualangan. Ini adalah 'negeri" antah berantah yang belum gue kenal sebelumnya. Di sini gue menemui banyak tantangan dan rintangan, dan gue harus kuat bertahan, mencari strategi dan jalan keluar.  Ini petualangan yang jauh lebih nyata dan seru, dan harus gue nikmati setiap detiknya, sampai gue selesaikan "perjalanan panjang" ini suatu saat kelak.

Tantangan keenam, mewujudkan rumah impian dan menanggung segala bebannya sendiri. Sejak awal gue memang merahasiakan proyek ini dari keluarga karena ngga mau hal ini menjadi beban pikiran buat Mama. Jadi gue mengurus segala sesuatunya sendirian. Dan itu sangatlah berat. Ini benar - benar menguji ketangguhan diri gue baik secara fisik maupun mental. Cara gue untuk mengurangi bebannya adalah dengan sering - sering berdiskusi dengan sahabat atau orang lain yang lebih berpengalaman. Misalnya dengan teman - teman seperjuangan yang juga sedang terseok - seok mewujudkan rumah impian, atau dengan teman yang berprofesi sebagai notaris sehingga memberikan pengetahuan mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban gue sebagai pihak pembeli, dan lainnya. 

Selain itu, gue punya diary rumah. Maklum, gue emang senang menulis - nulis dan mencorat - coret. Gue punya buku diary di kamar, bukti diary di kantor, dan kali ini buku diary khusus membahas perjuangan rumah impian. Di diary ini gue mencatat terperinci setiap hal yang berhubungan dengan proyek impian rumah ini. Misalnya, saat gue menelepon pihak developer untuk mengungkapkan kekesalan gue akan hasil kerja mereka yang tidak on track, semua komunikasi yang gue lakukan tercatat dengan terperinci di buku diary gue itu. Atau, saat gue memborong lampu LED Phillips ketika Carrefour menawarkan diskon lumayan pun tercatat di diary rumah itu. Ini termasuk terapi yang menyehatkan untuk pikiran gue karena gue punya ruang pribadi untuk sekedar curhat dan sekaligus berfungsi sebagai pengingat segala hal yang berhubungan dengan proyek rumah ini.

Tantangan ketujuh, menahan diri ketika godaan untuk memodifikasi rumah datang. Melihat pembangunan rumah gue dari hari ke hari, sejujurnya membawa perasaan bahagia tersendiri, yang diikuti dengan keinginan berikutnya untuk memodifikasi atau mempercantik bangunannya. Di pikiran gue melayang - layang keinginan untuk menambah ini dan itu, mengubah ini dan itu, atau khayalan untuk mengisi rumah dengan barang - barang ini dan itu. Hal - hal yang mungkin akan membuat rumah impian gue makin cantik, namun berbahaya untuk keuangan gue. 

Pada awalnya gue sempat tidak bisa menahan diri, misalnya dengan membeli wall paper atau melakukan pembayaran awal sebuah sofa kayu jati beberapa bulan yang lalu. Saat itu gue begitu menggebu - gebu, namun sekarang rasanya mood gue berubah dan ketertarikan gue akan benda - benda itu berkurang. Menahan godaan atau paksaan dari diri sendiri lebih sulit dari apa pun. Gue harus galak dan tegas pada diri sendiri mengenai keinginan - keinginan 'gak penting' itu. Saking gak pentingnya, malah kadang menjurus ngga logis, misalnya : dari sekarang aja gue udah memikirkan mencari tukang untuk membuatkan rumah permanen kecil untuk anjing gue. Astaga....! Gue harus berfikir praktis dan logis. Untuk apa gue memikirkan hal - hal sekecil itu, karena sampai saat ini pun gue belum memutuskan untuk meninggali atau menyewakan rumah tersebut.

Tantangan kedelapan, entah ini hanya gue saja yang merasakan atau bukan, gue merasa di negeri ini hukum, undang - undang atau apapun itu yang berhubungan dengan kepemilikan properti masih jauh dari jangkauan masyarakat awam seperti gue. Misalnya, gue ngga tahu harus mengadukan ke siapa jika gue merasa dirugikan oleh pihak developer. Apakah ke YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) atau ke Kepolisian, atau lainnya ? Adakah lembaga resmi di Indonesia yang dibentuk negara untuk menjadi wadah yang melindungi konsumen properti ? Padahal informasi ini penting banget, terlebih apabila permasalahan antara konsumen dan developer tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan lagi. Karena, lagi - lagi yang paling dirugikan hanyalah satu pihak : konsumen. Sejauh ini, selain dengan sering - sering sharing dengan teman - teman, cara gue menggali informasi sebanyak mungkin adalah melalui internet.

Dengan setumpuk tantangan yang harus dihadapi oleh konsumen bermodal pas - pasan (kayak gue), namun keputusan gue untuk membeli rumah tahun 2013 kemarin adalah keputusan yang paling berani dan bijaksana yang pernah gue ambil. Meskipun jalannya berliku - liku dan bikin stress, tapi gue senang karena sudah memulainya, mengingat harga properti yang semakin menjulang dari waktu ke waktu. Yang terpenting, gue selalu pasrah dan menyerahkan segalanya ke Yesus. Alfa dan Omega : Yesus yang memulai dan Dia juga yang akan menyempurnakan. Amin !

Wednesday, March 19, 2014

Tips Menitip

Beberapa waktu lalu, hari Sabtu, saat gue hendak memperbaharui kontrak jasa titipan di Pegadaian Persero Pusat, gue mendapat sedikit 'teguran' dari salah satu petugasnya. Pasalnya, udah beberapa waktu belakangan gue selalu telat datang ke sana untuk memperbaharui kontrak. Telatnya pernah dalam hitungan hari, bahkan bulan. Teguran yang sangat positif, karena sang petugas berusaha mengingatkan bahwa di masa antara berakhirnya kontrak sampai saat gue memperbaharuinya lagi, Pegadaian tidak bertanggung jawab atas barang - barang berharga yang titipkan di situ, karena tidak ada asuransi yang melindungi selama gue tidak membereskan urusan administrasinya.

Gue berterima kasih pada petugas tersebut, dan sejak itu gue menggunakan fasilitas alarm di HP untuk mengingatkan gue mengenai jatuh tempo kontrak jasa titipan. Gue udah menggunakan fasilitas jasa titipan ini hampir 3 tahun terakhir. Ini adalah solusi terbaik yang membuat gue tenang, karena urusan penyimpanan barang - barang berharga yang merupakan investasi, gue serahkan ke pihak ketiga, dalam hal ini Pegadaian, dan gue merasa lebih yakin dibandingkan harus menyimpannya sendiri di rumah. Bukan hanya karena gue ngga punya brankas atau tempat penyimpanan dengan level keamanan cukup, namun gue pribadi juga bukanlah orang yang mau bersusah payah menjaga barang - barang berharga. Yang ngga berharga aja bisa hilang....apalagi yang berharga.....Musibah memang bisa datang kapan pun pada siapa pun, tapi setidaknya untuk gue pribadi, Pegadaian memiliki sistem penyimpanan dengan jaminan keamanan yang lebih baik dari lemari buku atau pakaian di kamar gue.

Banyak nilai plus - plus yang gue rasakan dengan menggunakan jasa titipan Pegadaian Persero, yaitu :
  1. Kantor Pegadaian Pusat (alamat : Jl.Kramat Raya 162 Jakarta Pusat) buka di hari Sabtu sampai dengan jam 12 siang. Ini sangat pas untuk gue yang bekerja Senin - Jumat dengan jam kantor normal
  2. Biaya murah, yaitu Rp. 20,000/bulan untuk setiap 100 gram barang berharga. Gue pernah cek di bank BTN, biaya penyewaannya memang lebih murah, namun dikenakan biaya jaminan sekitar Rp. 450,000/tahun. Di Pegadaian Persero tidak dikenakan biaya jaminan
  3. Berhubung gue senang berinvestasi dalam bentuk logam mulia, dan biasanya melakukan pembelian (baik cash maupun cicilan) di Pegadaian juga, jadi serasa layanan satu atap. Beli logam mulia di Pegadaian, dan bisa langsung disimpan di Pegadaian juga.
  4. Lokasinya sangat terjangkau untuk gue. Bisa gue tempuh baik dengan Komuter Line maupun Transjakarta. Dekat dengan lokasi - lokasi 'penting' lainnya. Jadi, sepulang dari sini gue bisa nonton di Metropole XXI atau mampir borong kue dan cemilan di Pasar Jatinegara
  5. Penalty keterlambatan yang sangat ringan. Keterlambatan yang dimaksud adalah apabila pengguna jasa tidak mengurus administrasi perpanjangan kontrak tepat waktu atau sebelum kontrak berakhir. Sebenarnya bisa dikatakan Pegadaian tidak mengenai denda apapun untuk keterlambatan. Karena untuk setiap bulan keterlambatan hanya dikenakan biaya Rp. 20,000 yang berarti sama saja dengan biaya sewa. Periode kontrak baru akan dihitung saat perpanjangan dilakukan, bukan saat kontrak yang sebelumnya berakhir. Misalnya, jatuh tempo titipan gue adalah 31 Januari 2014 dan gue baru datang ke Pegadaian 31 Maret 2014, maka biaya yang dikenakan adalah : 2 x Rp. 20,000 (sebagai biaya sewa Februari dan Maret) + 3 x Rp. 20,000 (sebagai biaya sewa April, Mei & Juni).
  6. Untuk keuntungan lainnya seperti keamanan, asuransi, petugas yang profesional dan kemudahan administrasinya mungkin sama dengan penyedia jasa titipan lainnya.
Namun menurut gue pribadi, masih ada kekurangan dari fasilitas ini, yaitu :
  1. Saat ini baru bisa melayani penyimpanan barang berharga seperti logam mulia dan perhiasan (emas, berlian). Untuk barang berharga seperti surat - surat dan dokumen belum bisa dilakukan di sini
  2. Jangka waktu penyimpanan maksimal adalah 3 bulan. Jadi, setiap 3 bulan apabila hendak dilanjutkan, pengguna jasa harus datang untuk mengurus administrasi. Ini termasuk berat untuk gue yang pemalas ini, dan inilah penyebab gue selalu telat untuk memperbaharuinya. Andaikan Pegadaian menyediakan jangan waktu lebih panjang yaitu 6 bulan atau 1 tahun, pasti sangat menguntungkan buat pengguna jasanya. Mungkin jangka waktu 3 lebih cocok dan tepat bagi pengguna jasa yang frekuensi pergerakan barang berharga yang disimpannya sangat besar.
  3. Fasilitas ini baru tersedia di Kantor Pegadaian Pusat saja
Kesimpulannya, fasilitas jasa titipan Pegadaian sangat membantu orang - orang yang ingin berinvestasi dalam bentuk barang berharga (walaupun alakadarnya), tanpa perlu pusing memikirkan masalah keamanan penyimpanannya.

Monday, March 03, 2014

Nikmatnya Serabi Bogor Ala Pak Tohir


Jika  mendengar kota "Bogor" salah satu hal yang terlintas di pikiran gue pertama kali adalah Serabi Pak Tohir yang ada di Gang Roda, Surya Kencana. Gue udah mengenal dan mencicipi serabi ini sejak beberapa tahun silam. Belakangan gue kembali rajin berkunjung ke Bogor setiap hari Minggu, selain untuk ikut kebaktian pagi di Gereja Zebaoth, juga untuk bisa berkesempatan menikmati surabi ini tentunya.

Di warung tendanya yang terbilang sangat sederhana dan alakadarnya, Pak Tohir menyajikan 2 hidangan jajanan andalannya : serabi dan colenak. Untuk menu minuman, beliau menawarkan teh tawar hangat, es kelapa dan es jeruk. Menu - menu ini belum berubah sejak 10 tahun lalu saat gue pertama datang ke sini. Kenikmatan serabi dan colenak buatan Pak Tohir, menurut gue, belum ada tandingannya. Itu adalah cita rasa yang lahir dari 30 tahun pengalamannya membuat dan menyajikan kedua menu jajanan tersebut. Pak Tohir tidak tergoda untuk menciptakan variasi rasa dan menu, seperti pusat - pusat jajanan yang banyak tersebar.

Colenak
Beliau konsisten dengan rasa orisinil yang dibuatnya dari bahan - bahan terbaik yang diolah dengan cara sederhana pula. Misalnya beberapa tahun lalu, sebagai bahan serabi, Pak Tohir masih menggunakan tepung beras yang ditumbuknya sendiri. Memang sekarang hal itu tidak bisa dilakukan lagi, mengingat kondisi fisiknya yang semakin tua dengan tenaga yang telah berkurang. Untuk kuah gulanya, Pak Tohir mengaku hanya menggunakan gula aren asli, bukan sekedar gula merah, karena menurutnya gula aren memberikan rasa manis yang lebih kuat dan pas untuk kuah surabi dan colenaknya. Surabi dan Colenak akan disajikan dengan teh tawar hangat yang sangat pas untuk menetralkan rasa manis. Perpaduan yang sempurna.
Dapur sederhana Pak Tohir

Memasuki warung tenda Pak Tohir seakan - akan memasuki mesin waktu, yang membawa gue ke masa lampau, dimana hanya ada kesederhanaan, baik yang tercermin dari sikap Pak Tohir si pemilik warung, maupun peralatan dan perlengkapan sangat konvensional di setiap sudut. Juga tersirat dari cara penyajian yang sangat sederhana, tanpa kerumitan maupun suara gaduh. Tidak ada suara bising bersahut - sahutan, karena Pak Tohir menjaga warungnya dan melayani pelanggan hanya sendirian. Selain itu, yang membuat gue betah adalah keramahan Pak Tohir baik kepada pelanggannya maupun kepada siapa saja yang melewati warungnya. Setiap orang yang melintasi warungnya pasti akan saling berinteraksi, bertegur sapa, mulai dari sekedar menanyakan kabar masing - masing, dan obrolan - obrolan ringan sesama warga sekitar.

Surabi
Lalu, apa jajanan favorit gue ? Semuanya, baik serabi maupun colenak. Setiap kali menginjakkan kaki di stasiun Bogor, gue berjanji dalam hati akan menikmati beberapa macam makanan berbeda. Gue pengen makan wedang ronde, ngo hiang, bakso gepeng, soto kuning, tahu Yun Yi, dan lain sebagainya. Semua makanan lezat ala Bogor tersebut satu per satu melayang - layang di pikiran gue. Pada akhirnya, serabi Pak Tohir jadi pemenangnya. Bahkan.....maafkan aku, Yesus....gue sudah membayangkan kenikmatan serabi dan colenak ini disela - sela mengikuti kebaktian di gereja....tepatnya di saat - saat kritis, dimana perut gue dilanda rasa lapar karena tidak pernah sempat sarapan. Sepulang gereja gue akan menikmati menu makan siang yang ngga biasa : seporsi colenak dan 4 buah serabi, dengan 2 gelas teh tawar hangat. Mungkin bukan menu makan siang ideal dengan kandungan nutrisi yang pas dan disarankan para ahli gizi, namun ini adalah cara makan siang yang memberikan kenikmatan tingkat tinggi.

Soal harga, sangat terjangkau dan tidak akan menguras kantong. Harga seporsi colenaknya Rp. 7,000 dan seporsi serabi (2 biji) Rp. 3,000. Teh tawar hangat gratis. Pak Tohir nampaknya konvensional dalam segala hal, termasuk menentukan harga jualannya, yang tidak dipengaruhi oleh embel - embel kenaikan harga BBM, laju inflasi dan hal lainnya. 

Untuk menuju warung Pak Tohir tidaklah sulit. Cukup naik komuter line jurusan Bogor, kemudian dari stasiun Bogor naik angkutan umum warna hijau No. 02 jurusan Sukasari - Bubulak, dan turun di Gang Roda, Surya Kencana. Menu yang orisinil dan nikmat, harga yang murah meriah, dan lokasi yang sangat terjangkau, adalah sebagian dari keistimewaan warung Pak Tohir yang bikin gue, dan pelangan setia lainnya, selalu ingin mampir.