I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, March 16, 2015

"Hotel" Gratis di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2)


Perjalanan gue ke Kathmandu Januari 2015 adalah sekaligus pengalaman pertama menjejakkan kaki yang panjang dan imut - imut ini di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2). Seperti yang gue ceritain di tulisan sebelumnya, Seru Menuju Kathmandu, saat pertama kali melihat KLIA2, gue cukup takjub melihat maha luasnya airport ini. Tapi saat itu gue ngga punya waktu untuk mengeksplorasi KLIA2 karena waktu yang super terbatas.

Lay out KLIA2
Saat itu sekilas gue menyimpan kekhawatiran, apakah gue masih bisa tidur di airport. Maklumlah, gue selalu berpetualang menggunakan maskapai Air Asia. Dan dulunya Air Asia selalu 'parkir' di Low Cost Carrier Terminal (LCCT). Bisa dibilang gue sangat mengenal area LCCT...tahu di mana buat tiduran....di mana buat mandi....di mana letak restoran - restorannya....dan lainnya. Dan sekarang Air Asia sudah pindah ke KLIA2....sementara saat ini gue sudah mengantongi beberapa tiket Air Asia sampai jadwal penerbangan tahun depan, yang mengharuskan gue untuk menginap di KLIA2 untuk transit, menunggu penerbangan berikutnya. Jadi gue bertekad untuk cari tahu apakah gue masih akan mendapatkan 'kenyamanan' dan fasilitas serupa seperti di LCCT sebelumnya.

"Tempat Tidur"
Sebenarnya banyak lokasi yang cocok dijadikan tempat tidur seadanya di terminal KLIA2 ini. Tapi menurut gue yang paling ideal dan nyaman adalah yang ada di Gateway KLIA2 level 2M. Tepatnya, lokasinya berdekatan dengan Air Asia Flight Crew Lounge, dan restaurant - restaurant seperti Burger King, AW, Coffee Bean & Tea Leaf, Nanny's Pavillion, dan sekitarnya.

Bagi gue 'tempat tidur' di sini jauh lebih nyaman dari pada di LCCT, karena areanya luas dan di pojokan (jadi bukan jalur orang - orang lewat lalu-lalang), trus dilengkapi dengan karpet ! Ini penting banget karena AC Airport dingin bukan main...dan jika tidur di lantai airport tanpa alas apapun, biasanya keesokan harinya gue bakal langsung pilek.

Sleep for free
Di area inilah di malam hari para penumpang pesawat yang berkantong pas - pasan kayak gue akan merebahkan badan lelahnya untuk beristirahat sejenak....beralaskan karpet dan berbantalkan tas ransel masing-masing. Mewah banget....Jika beruntung mendapatkan lokasi strategis, di beberapa bagian dinding dan pilar - pilar banyak tersedia colokan listrik (steker). Jadi sambil tiduran, penumpang juga bisa me-recharge alat - alat eletronik masing - masing.

Kalau punya uang berlebih dan pengen lebih nyaman, sebenarnya ada pilihan lainnya yaitu Capsule Hotel di gedung yang sama, tepatnya di level 1. Tapi tarifnya dimulai dari RM 45 untuk 3 jam. Kalau ada yang gratis, buat apa nyari yang bayar ?

Kamar Mandi
Pencarian kamar mandi ini kayaknya yang paling ngabisin waktu gue. Malam itu, atau tepatnya dini hari itu, kayaknya gue udah keluar masuk ke hampir seluruh toilet di Gateway KLIA2 demi mencari kamar mandi. Kalau di LCCT gampang banget nyari kamar mandi. Gue hapal toilet - toilet mana yang dilengkapi kamar mandi. Udah gitu jumlah kamar mandi yang disediain ngga tanggung - tanggung....banyak banget. Dijamin ngga bakal sampai antri buat mandi.

Arah menuju kamar mandi
Jreeeengg....ini dia kamar mandinya
Di sini, setelah nanya - nanya baik ke beberapa petugas security, information center sampai cleaning service akhirnya gue menemukan toilet yang dilengkapi kamar mandi. Yaitu ada di terminal keberangkatan (Perlepasan) level 3, tepatnya dekat Perlepasan Dalam Negeri, dan koridor menuju kamar mandi ini tepat di antara Choc Stop dan KK Super Mart. Di sini ada 3 bilik kamar mandi tersedia. Minimalis banget....

Wifi
Ada wifi gratis tersedia di Gateway KLIA2. Penumpang bisa register terlebih dahulu dengan cara nge-like facebook 'gatewayklia2'. Gue mendapatkan informasinya dari petugas information center yang ramah dan baik banget. Bahkan karena saat itu gue udah malas dan ngantuk, gue menyerahkan smartphone gue ke si Ibu petugas, dan beliau mengembalikan ke gue dalam keadaan sudah tersambung dengan wifi yang koneksinya sangat cepat. Kalau ngga salah, sambungan wifi akan terputus otomatis tiap 30 menit atau 45 menit, tapi bisa registrasi ulang dengan cara mudah.

Jajan
Yang gue maksud di sini adalah supermart - supermart yang menjual segala macam produk, umumnya makanan dan minuman, dengan harga normal alias terjangkau. Kalau gue, yang penting dibeli di sini adalah air mineral. Di KLIA2 ini terdapat beberapa KK Super Mart, dan yang terdekat dari lokasi tidur gue adalah di Gateway Level 1 alias di lantai sama dengan Capsule Hotel.
 
Salah satu gerai KK Super Mart

Movie Room
Gue menemukan movie room ini keesokan harinya ketika siap - siap menuju terminal perlepasan internasional. Letaknya ada di Satellite Building Level 2. Di area yang ngga luas-luas amat ini disediakan 1 (satu) screen TV yang memutarkan chanel film - film dari provider TV cable/berbayar.

Movie Room
Tapi sofanya menurut gue kurang nyaman buat tidur, jadi gue tetap milih tempat tidur gue di Getaway Building yang dilengkapi dengan carpet hangat itu.

Pick Up Service
Gue sempat cerita sebelumnya betapa luasnya KLIA2 ini dengan koridor - koridor panjangnya yang bikin perjalanan dari satu titik ke titik lainnya bagaikan olahraga marathon. Ternyata di sini disediain juga pick up service yang ada di titik - titik tertentu dan tentunya hanya melayani rute - rute tertentu, dengan menggunakan armada KLIA2 yang siap menjemput penumpang setiap 10 menit, khususnya bagi penumpang prioritas. Tapi gue ngga pernah pake service ini karena gue adalah penumpang yang atletis, aktif, dinamis, dan energic....bohong banget....jalan jauh sambil manggul tas ransel berat, bagi gue memang melelahkan....tapi menunggu 10 menit itu membosankan banget....itu alasannya.

Tanda pick up point
Buggy pick up
Untuk fasilitas - fasilitas umum lainnya kayak ATM, money changer, tempat makan, mushola, dan lain sebagainya, di sini lengkap dan mudah dicari. 

Gue masih terheran - heran dengan luasnya KLIA2 ini dan 'tour' yang gue lakukan tengah malam itu belum berhasil bikin gue paham dan hafal setiap lokasi dan gedungnya dengan seksama. Tapi paling ngga, sekarang gue lega karena sudah menemukan fasilitas - fasilitas G.R.A.T.I.S paling penting ketika harus menginap di KLIA2, khususnya buat bekpeker gembel kayak gue.

Friday, March 13, 2015

Catatan Pengeluaran Perjalanan ke Kathmandu




Setiap kali bekpekeran biasanya gue selalu bawa buku catatan kecil atau selembar kertas dimana gue akan mencatat setiap pengeluaran. Manfaatnya ? Entah ya...karena mungkin gue sangat menikmati dan menghargai setiap momen petualangan gue sampai - sampai pengen mendokumentasikannya sedetil mungkin. 

Tapi kayaknya sepanjang sejarah gue ngeblog dan bekpekeran, baru kali ini gue bikin rincian pengeluaran secara detil dan pake di-upload di blog segala. Kali ini tujuan gue adalah untuk berbagi informasi, karena kebetulan ada beberapa teman yang penasaran dengan budget traveling yang harus gue siapkan (dalam hal ini ke Kathmandu). Entah ini namanya berusaha memberikan inspirasi atau malah 'meracuni' teman - teman yang kebetulan membaca blog gue supaya menggunakan uangnya untuk traveling sebanyak-banyaknya, tapi semoga informasinya bermanfaat. 
 

Gue ngga pernah menabung secara khusus untuk traveling. Bukan karena kebanyakan uang, tapi mungkin karena gue pengen melakukannya sespontan mungkin. Tapi dalam hal pembelian tiket, gue ngga bisa spontan karena harus melakukannya jauh - jauh hari (setahun sebelum tanggal perjalanan) demi mendapatkan tiket promo murah. Lalu yang perlu gue siapkan tinggal uang saku selama traveling. Untuk trip Kathmandu, kayaknya gue mengandalkan bonus akhir tahun dari kantor.

Kalau Mama melihat total pengeluaran gue, pasti akan mengkritik cara gue mengelola dan mengalokasikan uang. Mama akan senang kalau gue menggunakan uang untuk hal-hal 'standard' misalnya....investasi, beli perhiasan emas, kebaya yang cantik, perawatan perempuan (ke salon) dan perlengkapan make up. Bukan untuk berpetualang dan ngegembel di negeri orang dengan ransel dan uang seadanya dan pulang dengan penampilan dekil dan membawa setumpuk baju kotor.

Tapi....kembali ke prinsip masing - masing. Mungkin yang ngga doyan berpetualang ngga mengerti rasanya, dan menyebutnya proyek menghambur - hamburkan uang percuma. Untuk gue, pengalaman traveling tak ternilai harganya. Traveling mengajarkan gue untuk (sejenak) keluar dari zona nyaman, mengenal diri sendiri (termasuk kelebihan dan kekurangannya), menyesuaikan diri dengan hal baru, tempat baru, orang-orang baru, serta melihat warna-warninya dunia luar. Dan tentunya traveling mengingatkan gue untuk selalu bersyukur pada Yesus yang maha baik karena selalu menyertai gue, bersyukur atas segala keindahan di dunia ini, dan bersyukur karena memberikan gue rejeki dan kesempatan untuk melihat dan menikmatinya langsung.

Friday, March 06, 2015

Yang Paling Sulit ketika Traveling Adalah......

...minta ijin ke Mama....

Sebenarnya 'minta ijin' bukan kata yang pas. Mungkin tepatnya :  kasih tahu Mama soal rencana perjalanan gue.

Gue mulai doyan bekpekeran sendirian ke luar negeri sejak awal 2009. Tepatnya ketika mulai mencetuskan tekad bahwa tiap berulang tahun gue harus menyenangkan diri sendiri dengan berlibur. Berlibur yang menantang...ngegembel di luar negeri gitu, sendirian...alias gaya backpacker. Awalnya sekedar untuk memberikan hadiah ulang tahun untuk diri sendiri...namun traveling bikin gue kecanduan...dosisnya bertambah....sampai - sampai gue pernah traveling sebanyak 4 kali dalam setahun.

Sayangnya hobi gue ini bertentangan dengan kemauan Mama, yang kepengen anak - anaknya, terlebih yang perempuan, duduk manis di rumah sepanjang waktu....mungkin memasak...membersihkan rumah...membaca buku...menonton TV...atau mengobrol sama Mama. Mama ngga pernah suka dan ngga pernah siap tiap kali gue bilang mau 'pergi'. Selalu ada drama tiap kali gue menyampaikan rencana ke Mama. Dimulai dengan respon Mama yang histeris...

"Apa ?? Mau kemana lagi kau ?"
"....Panjang banget kakimu, Cher !!..."
" Kenapa sih kau ngga pernah betah di rumah, sukanya malah keluyuran...."
"...Refreshing....refreshing....!! Di rumah aja kek kau...emang ngga ada yang bisa kau kerjain ?"

dan misalnya gue membela diri dan mempertanyakan kenapa Mama begitu dramatis tiap kali gue mau 'jalan'....jawaban populernya adalah :

"....Sekarang kau ngga ngerti....nanti kalau kau punya anak baru kau bisa rasakan....repot kali Mama kau bikin karena panjangnya kakimu itu!....Huhh....perempuan kok nekatnya ngelebih-lebihin laki-laki!!"

dan puncaknya hampir selalu sama....

"Bikin Mama cepat mati aja kau....jalan melulu! Udah tahu ngga pernah bisa tenang Mama kalau kau pergi....tapi kau ngga peduli!"

Belum lagi kalo Mama mendengar negara - negara tujuan gue yang 'asing' di telinganya...misalnya waktu gue pamit ke Vietnam, Mama sempat terbengong dan ngga bisa mengucapkan satu kata pun...tiba - tiba malah teriak..."Vietnam ?? Ngga salah kau ? Bukannya negara perang itu ??!!" Padahal Mama adalah orang yang paling update berita sedunia....meskipun profesinya adalah Ibu Rumah Tangga, tapi Mama selalu mengikuti berita - berita terkini baik nasional maupun internasional. Namun sekonyong - konyong pengetahuan Mama langsung buyar seketika oleh amarah, tiap kali gue datang dengan rencana jalan - jalan gue. Perang Vietnam berakhir 30 tahun silam, Mama....

Ketika gue hendak ke Nepal, Mama langsung mengernyitkan dahinya dan dengan bingungnya bertanya, "Apa itu Nepal ? Dimana itu ?" Di Asia Selatan, Ma..."Dimananya tepatnya ? Dekat negara mana ?" Kayaknya India, Ma...."Apaaa ?? Ngga takut kau ke India ? Banyak kasus pemerkosaan di sana, Cher !!" Cei ke Nepal Ma, bukan India.... "Tapi kau bilang berdekatan ? Kenapa sih aneh - aneh banget tujuanmu Cher...? Ngga ada yang ngga berbahaya ?? Lagian ngga ada takutmu naik pesawat pas lagi begini cuacanya ? Ahh...! Ngga ada berhentinya saraf Mama tegang kau bikin, Cher..." Mama pun langsung masuk kamar tidurnya dan membanting pintu.

Pembicaraan semacam ini adalah sesuatu yang harus gue lalui, namun cukup meninggalkan trauma untuk gue. Gue selalu ragu dan takut untuk menyampaikan rencana perjalanan gue ke Mama, demi membayangkan seru dan hebohnya respon Mama nantinya. Rasa takutnya  bisa parah banget sampai berpengaruh ke fisik gue segala....saking tertekannya, gue pernah sampai kehilangan nafsu makan, pusing, insomnia, cuma gara - gara enggan membayangkan harus menghadapi Mama dan melalui pembicaraan emosional itu. Gue bukan takut bakal ngga dijinkan. Mama udah sangat sadar hasrat gue untuk berkelana terlalu menggebu - gebu dan tak terbendung. Jadi, ngga ada gunanya dilarang.

Begadang alias ngga tidur semalaman demi cari tiket pesawat promo....ngga masalah.
Nyusun itinerary perjalanan sendiri....gampang.
Tidur di dorm room hostel, bersama dengan orang - orang asing lainnya....asyik!
Menyusuri dan kesasar di jalan - jalan yang baru gue temui bermodal peta doang....seru.
Pamit sama Mama....sekonyong-konyong gue menjadi pengecut juara satu sedunia...ini yang paling menakutkan.
Akibatnya, gue kerap menunda untuk mengatakan ke Mama soal rencana gue....dan fatalnya, bisa-bisa gue baru akan bilang ke Mama kira - kira 3 hari sebelum keberangkatan. Sebenarnya itu justru bikin Mama makin mengamuk.

Dan hari - hari setelah pembicaraan menegangkan itu, Mama akan tampak kusut dan tidak bersemangat.

"Mama kenapa ? Mama sakit ?"
"Iya !"
"Kenapa ?"
"Gara - gara kau mau keluyuran lagi...tegang saraf Mama!"

Bagi Mama, membiarkan gue melakukan perjalanan bekpekeran ke luar negeri sendirian seakan - akan simbol 'kegagalan' sebagai seorang Ibu dalam mengatur putrinya. Jadi, setiap perjalanan gue bagaikan aib yang musti disembunyiin. Kemana pun gue berpetualang, jika ada yang bertanya Mama akan selalu menjawab singkat, "Ke Bandung..." Jadi dalam kurun waktu sejak 2009 hingga kini, gue sudah puluhan kali ke "Bandung".

Di hari kepergian gue, Mama bukan lagi sosok histeris seperti ketika gue membicarakan rencana perjalanan gue. Dengan segala kelembutannya Mama berusaha 'melepas' kepergian gue dengan berbesar hati dan pasrah. Ritualnya adalah Mama akan mengumpulkan seluruh anggota keluarga untuk berdoa bersama. "Yesus, lindungi Cherry dalam perjalanannya....Yesus yang selalu bersama dia....dan cukupkan kebutuhannya...Jauhkan boru kami ini dari hal - hal jahat dan musibah...Amen.."

Setelah itu Mama akan memeluk gue erat-erat, mengantarkan sampai ke jalan di mana gue akan naik kendaraan umum, sambil tiada hentinya memberikan nasihat - nasihat, "Hati-hati kau...jangan sampai ada yang ketinggalan....passportmu ? Dompetmu ? Selalu berdoa...Jangan lupa kau sms Mama tiap hari....jaga kesehatanmu....jangan kemalaman pulang ke hotel..."

Seakan - akan Mama hendak melepas gue ke medan perang. 

 
Dan yang paling indah saat traveling adalah......

ketika gue kembali ke rumah...dan disambut oleh Mama tepat di pintu gerbang rumah dengan wajah berseri-seri...Mama akan memeluk gue erat - erat, mencium kedua pipi gue, dan mengucapkan rasa syukurnya kepada Yesus karena putrinya yang panjang kaki ini sudah kembali ke sisinya, setelah ratusan tahun berpetualang (pada kenyataannya paling lama gue berlibur 8 hari saja).

Selain itu Mama juga udah menyiapkan 'kemewahan' lainnya buat gue seperti makanan kesukaan (termasuk bubur kacang ijo), air panas untuk mandi, dan kamar tidur yang sudah tertata rapi dan bersih dengan sprei yang baru diganti.

Mungkin saat ini masih sangat sulit untuk gue mengerti kenapa demikian beratnya buat Mama membiarkan gue berlibur. Namun pada akhirnya gue sadar, rasa cintanya yang tanpa bataslah yang membuatnya selalu mengkhawatirkan keadaan gue. Rasa cintanya yang menyertai gue kemana pun kaki ini melangkah dan berpetualang. Rasa cintanya yang bikin seindah apapun dunia luar yang sedang gue jelajahi, ada yang hal yang lebih indah dan selalu gue rindukan, menanti di rumah.

Monday, March 02, 2015

Hari Keempat : Selamat Tinggal, Kathmandu !

 

24 Januari 2015. Ini adalah hari terakhir gue di Kathmandu. Penerbangan gue menuju Kuala Lumpur dijadwalkan jam 3:15 sore nanti waktu Kathmandu. Jadi gue punya waktu singkat untuk menikmati Thamel sampai keberangkatan ke Tribhuvan International Airport nanti siang.

Pagi itu gue melangkahkan kaki menuju Kathmandu Durbar Square. Walaupun setiap hari kemari, tapi bagi gue tempat ini ngga pernah membosankan. Berjalan kaki menuju ke sana dari hostel aja menurut gue sangat mengasyikkan. Apalagi pas tiba di pasar dekat Kathmandu Durbar Square. Ramai dan heboh banget rasanya. Ketika gue tiba di pasar pagi itu, kebetulan ada sosok pengunjung berkaki empat : seekor sapi dan anaknya. Pemandangan yang menarik banget. Di tengah padatnya pasar oleh para pedagang, pembeli atau pengunjung yang sekedar lewat (kayak gue) yang saling berebut ruang, sekonyong - konyong ada dua ekor sapi yang dengan santainya berjalan kesana kemari.

Respon dari warga sekitar lebih menarik lagi. Tukang - tukang sayur yang sedang menggelar barang dagangannya memberikan beberapa ikat sayur mereka untuk dilahap oleh si sapi beruntung itu. Begitu juga orang - orang yang lalu-lalang di sekitarnya....mereka menerima kedatangan keluarga sapi itu dengan hangat. Ketika melewatinya, mereka akan menepuk - nepuk, atau sekedar membelai si sapi. Waktu gue, yang jauh - jauh menempuh perjalanan pesawat total hampir 7 jam dari Jakarta ke Kathmandu, melewati pasar ini pertama kalinya tempo hari ngga ada warga yang menyambut gue demikian hangatnya...Berarti pesona gue kalah jauh dibanding si sapi.

Tamu kehormatan berkaki empat
Lalu seorang petugas muncul dan bermaksud 'mengajak' si sapi untuk bergeser dari pusat kerumunan, dan gue melihat sebuah kue di genggamannya....Ya ampun....pagi itu gue belum makan sebutir nasi pun, namun si sapi udah sarapan dengan berbagai menu, mulai dari sayur-mayur, buah dan kali ini kue. Namun si sapi ngga menggubris dan tetap acuh tak acuh berjalan kesana kemari. Si petugas nampak kecewa, dan bertatapan dengan salah satu wanita penjual sayur yang lahan berjualannya dihalangi oleh si sapi. Matanya seakan - akan berkata, "Sapinya ngga mau pergi...apa boleh buat..." dan si petugas tampak tak berdaya. Dia tidak berbuat apapun lagi dan segera menghilang. 

Si sapi beruntung
Lalu, untuk menambah semarak semrawutnya pasar pagi itu, muncullah sebuah mobil, dan dalam posisi berhadap - hadapannya dengan si sapi. Beberapa kali si pengendara mobil membunyikan klakson, agar si sapi memberikan ruang bagi mobilnya untuk melintas. Namun si sapi ngga bergeming. Si pengendara mobil pun pasrah, menunggu sampai si sapi dengan sukarela bergerak pindah. Dan gue berdiri di antara keduanya. Gue adalah pendukung si sapi, karena selama di Nepal ini gue sangat terganggu dengan doyannya pengendara mobil dan motor membunyikan klakson untuk 'mengusir' sesama pengguna jalan. "Rasain....! Hidup sapi....! Hidup sapi....!!" sorak gue dalam hati.

Sapi vs mobil
Gue tahu bahwa dalam agama Hindu, sapi dianggap suci, dan di negara - negara seperti India dan Nepal yang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu, mereka memperlakukan sapi dengan baik dan 'hormat'. Gue pernah nonton di sebuah program TV, bahkan air seni dan kotoran sapi digunakan untuk ritual keagamaan. Penyembelihan sapi dilarang di negara - negara tersebut. Dan kejadian yang gue saksikan pagi ini di pasar adalah salah satu pengalaman unik yang sangat menghibur, yang merupakan bagian dari keyakinan tersebut.

Puas melihat momen keemasan seekor sapi, gue pun melanjutkan perjalanan ke Kathmandu Durbar Square. Suasana Durbar Square kali ini lebih ramai dan 'sibuk'. Malam sebelumnya ketika di hostel gue sempat mengobrol dengan Dhubra, salah satu staff hostel. Dhubra bercerita bahwa hari libur di Nepal adalah Sabtu. Sementara Minggu sampai dengan Jumat adalah hari kerja. Jadi kantor - kantor formal seperti pemerintahan, bank, sekolah, dan lainnya akan buka dan beraktivitas normal di hari - hari tersebut, termasuk Minggu. Mungkin karena hari itu adalah Sabtu, hari libur, dan satu - satunya hari libur di Nepal, maka suasana jalan dan tempat - tempat umum cenderung lebih ramai. 

Warga Kathmandu melakukan ritual keagamaan di Kathmandu Durbar Square
Kathmandu Durbar Square
Di Durbar Square gue sempat mampir ke Kumari Ghar (Istana Kumari), berharap sang Kumari berkenan untuk menunjukkan wajahnya sekali lagi sebelum kepergian gue meninggalkan Kathmandu. Namun kali ini gue kurang beruntung. Pada kunjungan pertama gue di Kumari Ghar ini, gue sangat beruntung karena sang Kumari sempat memunculkan sosoknya dari jendela di lantai atas. Itu momen yang menimbulkan perasaan campur aduk di hati gue.

Kumari Ghar
Kumari adalah perwujudan dewi yang dipercaya sebagai pelindung dari kejahatan, lambang keberuntungan serta kemakmuran. Kumari, dalam bahasa Sansekerta berarti perawan, dipilih melalui serangkaian proses seleksi yang panjang dan ketat. Gadis yang terpilih sebagai Kumari akan'bertugas' sebagai dewi, sampai dia mendapatkan haid pertamanya. 

Gue membaca artikel mengenai Kumari pertama kali di majalah wanita Kartini punya Mama dahulu kala....mungkin saat itu gue masih duduk di bangku SD atau SMP, entahlah....Ketika itu meskipun bagi gue cerita tersebut menarik bukan main dan bikin gue makin penasaran, namun gue ngga pernah sekalipun bermimpi untuk bisa menginjakkan kaki di negeri Kumari, Nepal, atau melihat Kumari langsung dengan mata kepala sendiri. Dan bertahun - tahun setelahnya, Yesus justru memberikan gue hadiah ulang tahun berupa perjalanan ke negeri sang Kumari...sehingga gue bisa berkunjung ke istana Kumari....dan bahkan melihat sosok Kumari langsung.

Pedagang buah khas Kathmandu
Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Kathmandu Durbar Square, gue kembali ke Happily After. Tiba di hostel, gue bertanya ke Ghan di ruang resepsionis, apakah pemanas air bisa dinyalakan, agar gue bisa mandi. Dan dikabulkan. Gue senang bukan main sambil berlari naik ke kamar gue. Ghan bilang, "Cherry Garden, sebaiknya kamu sarapan dulu, karena waktu sarapan sudah hampir habis..." Tapi gue jawab, "Sekarang saya lebih lebih butuh mandi daripada makan..." Dan gue pun melesat ke kamar mandi, dan menikmati mandi pertama dan terakhir gue dalam trip Kathmandu kali ini. Ini adalah mandi yang paling indah dan menyenangkan....seakan - akan gue udah menunggu momen ini puluhan tahun lamanya. 

Selama di Thamel, gue melakukan survey kecil - kecilan mengenai frekuensi mandi warga lokal. Survey ini gue lakukan karena dalam hati gue merasa malu (sekaligus jorok) akibat ngga sanggup mandi setiap hari. Menurut gue mandi pagi dengan air normal di Kathmandu itu hal yang ngga masuk akal. Kegiatan itu cocok dijadikan kompetisi semacam Amazing Race, atau Fear Factor, atau apalah....karena rutinitas bernama 'mandi' ini benar - benar menguji nyali dan ketahanan fisik.

Gue menanyakan ke beberapa orang, biasanya berapa kali mereka mandi di saat musim dingin seperti sekarang. Ada yang menjawab seminggu sekali, 3 hari sekali, lalu 2 hari sekali....dan ada seseorang yang mengatakan sekali sehari. Kayaknya jawaban yang terakhir ini kurang begitu memuaskan untuk gue yang baru mandi di hari keempat sejak tiba di Kathmandu ini. Dalam hati gue, kecuali orang itu memiliki fasilitas pemanas air elektrik berikut genset, hampir mustahil ada orang yang mandi setiap hari di negeri yang dingin ini.
Kelar mandi dan akhirnya merasa bersih dan segar, gue pun berpamitan dengan Ghan dan meninggalkan hostel. Gue sempat mampir di Doner Kebab untuk membeli kebab sebagai makan siang gue, lalu mencari taksi untuk menuju ke airport. Gue menemukan taksi dengan tarif USD 5.

Tiba di airport, meskipun gue udah melakukan web check in, ternyata gue tetap harus melapor ke petugas check in Air Asia. Dan saat mendekat ke Check In Area-nya Air Asia gue sempat panik. Petugas Air Asia menimbang setiap barang bawaan penumpang dengan seksama. Bahkan penumpang yang hanya membawa sebuah ransel atau tas kecil pun wajib meletakkan barangnya di alat timbang bagasi. Secara dimensi ransel gue emang kecil, namun gue ngga yakin apakah beratnya tidak melebihi 7 kg. Gue pun mengantri, dengan menyimpan segunung rasa ragu.

Ketika tiba giliran gue, gue berusaha mengalihkan perhatian si petugas check in dengan basa - basi dan mengobrol hal - hal paling ngga penting sedunia, "Hai, selamat siang Pak, apa kabar ?.....Saya terlalu dini untuk check in ngga ?.....Ada pemberitahuan flightnya akan delay, Pak ?....Dingin ya di Kathmandu ini ?...." Petugas - petugas check in nya kebetulan ramah - ramah. Dan sambil si Petugas menjawab setiap pertanyaan (ngga penting) gue, dia sekedarnya nanya apakah gue membawa bagasi atau ngga. Gue bilang ngga ada, hanya handcarry, dan gue langsung minta label untuk barang - barang yang akan masuk ke kabin....dan tidak ada pertanyaan atau permintaan lebih lanjut. Horeeeeeee !! Lega bukan main...!

Karena saking senang dan bersemangatnya gue pun langsung ke lantai atas untuk pemeriksaan imigrasi. Di lantai ini sebenarnya terdapat beberapa cafe dan toko yang menjual cemilan. Cuma harganya sadis banget....bisa 10 kali lipat lebih dari harga normal (standard Jakarta) ! Udah gitu di sini ngga tersedia fasilitas wifi gratis. Fasilitas wifi hanya diberikan bagi penumpang yang membeli kopi....yaelahhh!

Gue pun memutuskan untuk langsung boarding. Di area boarding ternyata gue lebih mati gaya lagi...Selain ruangannya amat sangat penuh, amat sangat panas, toko - toko penjual makanan - minuman di sini menawarkan harga yang amat sangat mahal. Dan jangan berharap ada wifi di sini. Baik yang gratis maupun tidak gratis, pokoknya ngga ada wifi di sini.

Kepanikan lainnya yang gue rasakan adalah ketika gue gagal mengirim sms ke Mama. Gue kehabisan pulsa. Gue baru sadar ternyata selama di Kathmandu ini untuk setiap sms yang gue kirimkan melalui nomor Telkomsel gue, tarifnya adalah Rp. 7,000 per sms. Dan di saat paling dibutuhkan seperti sekarang, justru gue kehabisan pulsa. Gue jengkel bukan main. Jengkel pada diri sendiri yang ngga memperhitungkan masalah pulsa ini. Mama pasti bakal sangat khawatir menunggu kabar dari gue, sementara gue akan berada di pesawat selamat 4,5 jam nanti. Ngga ada yang bisa gue lakukan selain menelan kekesalan gue bulat - bulat, dan pasrah. Gue berharap Yesus yang Maha Baik akan menenangkan Mama selama perjalanan gue yang panjang nanti.

Setelah menunggu di boarding area hampir 2 jam lamanya, akhirnya gue masuk ke dalam pesawat Air Asia bernomor penerbangan D7-193 berukuran tambun, yang akan mengantarkan gue ke Kuala Lumpur.

Kathmandu meninggalkan kesan yang mendalam buat gue, sampai - sampai rasanya berat banget mengucapkan selamat tinggal pada kota yang eksotis ini. Bahkan setelah gue berada di kota ini selama 4 hari, gue masih belum bisa menjelaskan dengan kata - kata, apa yang bikin gue jatuh cinta pada kota ini. Kota ini mungkin memiliki kekurangan di sana sini, namun gue berasa berada di tempat yang segala sesuatunya benar - benar jauh berbeda dari keseharian gue di Jakarta. Kota yang unik, kota yang menyuguhkan keindahan dari kesederhanaannya, serta kekayaaan kehidupan sejarah, budaya dan agamanya. Gue jatuh cinta pada negeri ini, dan merasa belum melihat apa - apa darinya. Gue berharap semoga suatu saat Yesus akan mengembalikan gue ke negeri ini lagi, dan memberikan gue kesempatan untuk tinggal lebih lama, dan mengeksplorasi lebih banyak tempat dan hal di sini. Amin.