I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, January 30, 2017

Tak Ada Gajah Yang Tak Lucu


14 Januari 2017.

Semalem gue tidur dengan tenang dan nyenyaknya. Entah kenapa, meskipun Mahout House bisa dikatakan terletak di tengah hutan luas, gue ngga merasa takut. Yang ada justru tenang dan damai. Tadi malem menjelang gue tertidur emang ngga hening - hening amat...Maklum, Mahout House dipenuhi para tamu mahasiswa - mahasiswi dari berbagai daerah, jadi semalam itu suasananya semarak kayak kos - kosan mahasiswa aja...Selain itu juga gue mendengar beberapa pawang asyik mengobrol tepat depan kamar gue. Tapi gue menikmati semua itu...rasanya bersahaja banget kehidupan di sini. 

Dengan tidur yang cukup dan nyenyak, pagi ini gue bersemangat untuk bangun dan beraktivitas ala PKG. Maksudnya, menikmati berjalan kaki bersama Ony di sekitar taman nasional, melihat gajah di mana - mana dengan segala aktivitasnya, bersafari lagi sore nanti, pokoknya sederhana aja tapi menyenangkan.

Kelar mandi gue dan Ony kembali ke salah satu kandang gajah. Niatnya pengen main - main lagi dengan kedua bayi gajah seperti kemarin. Anggap aja kayak olah raga pagi, kejar - kejaran dan dorong - dorongan sama bayi gajah. Tapi berhubung tidak ada pawang di sekitarnya pagi itu, para kawanan gajah cenderung lebih agresif. Untuk menghindari resiko, gue dan Ony meninggalkan kandang, dan memutuskan mencari warung yang sudah buka untuk sekedar menikmati sarapan di pagi hari.


Setelah sarapan, gue dan Ony berjalan kaki di sekitar padang rumput PKG, dan memutuskan untuk melihat - lihat para gajah dari kejauhan. Jika kebetulan gajah sedang didampingi oleh sang pawang, gue dan Ony akan mampir sejenak menyapa sang pawang dan si gajah.


Siangnya, setelah makan di warung yang sama, gue dan Ony menonton atraksi gajah. Pertunjukannya sederhana dan cukup singkat. Tapi tetap aja, karena gue penggemar gajah sejati, rasanya menghibur banget dan gue ngga berhenti ketawa dan berdecak kagum menonton atraksi para gajah yang ternyata cerdas dan terlatih banget. Ada atraksi mengibarkan bendera, bermain bola, berhitung, main hula hoop dan banyak lagi. Bahkan ada atraksi joget dangdut ala gajah, diiringi dengan lagu Goyang Dumangnya Cita Citata. Ya ampunn...!! Yang ini favorit gue dan rasanya gue ngga keberatan kalo next time disuruh nonton gajah joget dangdut berjam - jam sekalipun. Lucu banget !


Oya, meskipun hari Sabtu, ternyata pengunjung PKG - TNWK ngga ramai - ramai banget...Yang lebih ramai justru warung - warung, penjual jajanan dan cinderamata. 

Sorenya, gue dan Ony ikutan safari gajah lagi. Kali ini dengan gajah betina bernama Kartijah dan Pawang Adi. Oya, mungkin becanda, tapi katanya Kartijah singkatan dari Kartini Gajah 😂😂 Rute safari kali ini berbeda dengan kemarin. Yang bikin tambah seru, Mas Adi, sang pawang, iseng luar biasa. Di tengah safari beberapa kali dia mendadak turun dari gajah dan menjauh, meninggalkan gue dan Ony di punggung gajah tanpa pawang. Dengan santainya Mas Adi akan bilang, "Tenang aja Mba...Kartijah nih matic kok..." Padahal tanpa pawang, gajah cenderung bergerak - gerak semaunya, berasa lagi break dan malah langsung sibuk merumput. Dan gue cuma bisa menahan nafas. Ngeri, iya....tapi apa daya, mau turun pun ngga bisa. Naik ke pundak gajah kan musti pake tangga segala. Lagian kehadiran pawang di depan gue kan juga agar gue bisa sesekali pegangan jika badan gue oleng dan kehilangan keseimbangan.



 

Gue jadi teringat pengalaman waktu pertama kali ikutan trekking gajah, di Phuket, Thailand. Pengalaman itu berkesan banget karena gue baru sadar, trekking kayak gitu menimbulkan perasaan ngeri juga. Saat kaki kiri gajah melangkah maju, badan rasanya terdorong ke kanan, begitu sebaliknya. Ketika gajah melangkah turun, gue berasa akan terjungkal ke depan. Di saat gue udah merasa 'lelah' menahan rasa takut karena sensasi duduk di punggung gajah yang sedang jalan di tanah yang tidak rata, si pawang yang ngga bisa bahasa Inggris itu malah tiba-tiba turun dari gajah meninggalkan gue yang saat itu sedang mengatur nafas dan mengumpulkan puing-puing keberanian dan membiasakan diri dengan sensasi trekking. Begitu menginjakkan kaki di tanah, dengan polosnya si pawang bertanya ke gue yang mungkin udah tampak pucat saat itu, "Photo ?" Ahh...!

Tapi, meskipun terkadang trekking atau safari bersama gajah tuh bikin deg-degan setengah mati dan jantung gue nyaris loncat, tapi ini pengalaman yang lucu dan seru banget ! Gajah itu....gimana ya, ngeliatnya aja bikin seneng. Dengan fisiknya  yang super besar dan unik, dengan sepasang mata kecil berbulu mata lebat dan panjang kayak sapu, jadi tampak kayak tersenyum. Ditambah sifatnya yang penyayang dan cerdas, siapalah yang ngga akan terpesona ama raksasa berhati lembut yang satu ini ? Menghabiskan waktu selama apapun bersama gajah ngga akan membosankan buat gue. Rasa senang dan semangat ketika bertemu dan bersama gajah kayak makanan sehat buat jiwa gue. Caelaaahhh!


Safari pun berakhir dan gue diantar langsung ke depan Mahout House. Malam udah semakin gelap, dan sekawanan babi hutan udah mulai muncul di sekitar penginapan. Gue pun mandi dan sempat beberapa saat duduk di depan kamar sekedar mengobrol dengan Ony dan menikmati malam. Sebagian penghuni Mahout House udah ada yang pulang alias check out siang tadi, jadi malam ini terasa lebih sepi. Gue juga ngga lihat para pawang nongkrong bareng seperti semalem. Tapi entah kenapa ya, gue menikmati banget sepi dan gelapnya malam di PKG - TNWK ini. Ini suasana langka yang nyaris mustahil gue rasakan dalam keseharian gue di Jakarta. Menenangkan banget. 

Selamat malam, gajah !

Sunday, January 29, 2017

Menikmati Gajah di Pelupuk Mata


 

Sore itu, begitu tiba di PKG - TNWK gue langsung diantar oleh dua orang pawang, rekan Pak Dedi, menuju Mahout House, satu - satunya penginapan di dalam kawasan PKG. Mahout berarti : pawang. Harga kamarnya Rp. 250,000 per malam. Kamar berukuran luas, dengan dua buah.....yessss, dua buah kasur ukuran queen bed, kamar mandi di luar, tanpa AC maupun televisi. Perkiraan gue, idealnya satu kamar bisa menampung 6-8 orang. Bisa lebih lagi mungkin... 

Gue segera mandi karena ngga sabar pengen menjelajah di kawasan PKG dan melihat - lihat teman-teman gajah yang ada di sini. Saat itu beberapa kamar yang ada di Mahout House ini terisi oleh para mahasiswa IPB (Bogor) yang pernah menjalankan masa PKL di sini dan hendak bernostalgia demi kecintaan mereka pada para gajah di PKG ini. Selain itu ada juga sekelompok anggota Mapala Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) yang sepertinya sedang melakukan observasi.

Rasanya senang banget berada di antara orang - orang yang menyukai gajah juga. Begini, gue sudah merasakan perjuangan cukup melelahkan untuk tiba di sini, jadi gue asumsikan siapapun yang mau bersusah payah ke sini, dan berniat menghabiskan waktu di sini hingga bermalam segala, pasti mereka penggemar dan penyayang gajah juga. Group mahasiswa IPB menempuh perjalanan dengan mobil pribadi dari Bogor ke sini. Group mahasiswa UGM menggunakan transportasi umum (bus dan kapal ferry) dari Yogyakarta. 'Perjuangan' mereka untuk bertemu dengan keluarga gajah di PKG - TNWK ini bikin perjalanan panjang yang harus gue tempuh dari subuh tadi ngga seberapa.

Gue sering merasa risih dengan tanggapan pertama kebanyakan orang setiap kali mendengar keinginan gue untuk bertemu keluarga gajah hingga ke PKG ini. Terkesan menyepelekan dan mengganggap keinginan tersebut konyol. Kalau mau lihat gajah ngapain ke Way Kambas segala, kenapa ngga ke Bonbin Ragunan atau Taman Safari aja....atau, Okay, loe suka gajah...trus jauh - jauh ke Way Kambas cuma buat liatin gajah doang ? Ngga ada yang lain ? Worthed tuh ? Ngga bosen ?....atau, mengaitkan kesukaan dan minat gue akan gajah dengan body gue yang tambun ini....Well at least gue tahu apa yang gue inginkan, dan tahu serta persisten untuk mewujudkannya, dan gue sangat menikmati serta happy ketika apa yang gue impikan bisa terwujud. Biasanya yang berkomentar garing adalah orang - orang yang kurang piknik nampaknya. 

Sore itu gue dan Ony menikmati waktu dengan berjalan kaki sekitar area PKG, termasuk mampir ke Rumah Sakit Gajah. Baru kali ini lihat rumah sakit khusus gajah. Mentang - mentang pasiennya adalah gajah, rumah sakitnya lumayan luas dengan ketinggian atap menjulang. Di sela - sela kegiatan berjalan kaki ini, sejauh mata memandang, kedua mata gue dimanjakan dengan sosok - sosok tambun para gajah di seluruh area PKG yang berupa kawasan padang rumput dan ilalang. Ada juga gajah - gajah yang sedang ditunggangi oleh pawang masing - masing. Yang menyenangkan lagi, para pawang di sini bersikap sangat ramah dan sangat kekeluargaan kepada para pengunjung yang mendekat dan hendak mengobrol.


Sekitar jam 17:00 sore, gue dan Ony pun menikmati safari sore bersama salah satu pawang dengan menunggang seekor gajah bernama Agam yang katanya adalah gajah dengan ukuran paling besar di PKG - TNWK ini, dengan ciri khas sepasang gading yang ngga simetris. Safarinya seru banget, karena rutenya jauh dan menantang, bahkan sampai ke tengah kawasan dengan semak - semak tinggi. Udah gitu berhubung gajah adalah hewan yang senang makan dan selalu ingin makan (kayak gue), jadi tanpa ragu-ragu Agam melangkah kemana pun ia bisa menikmati tumbuh - tumbuhan yang ingin dilahapnya. Terkadang di tengah hamparan ilalang tinggi, Agam memilih berhenti sejenak untuk menikmati kesibukan makannya. Pokoknya kegiatan safari gue sore itu sangat menghibur dan menyenangkan.



Untuk melengkapi kesenangan sore ini, Agam melewati rute - rute terjal, menanjak dan menurun, bahkan melintas sebuah sungai kecil. Setiap kali Agam berjalan menurun dan mendaki, sensasi yang gue rasakan kayak berada di atas wahana Kora - Kora di Dunia Fantasi (Ancol) aja. Bersafari sore berasa ajang uji adrenalin buat gue. Pasalnya gue kan sedikit takut dengan ketinggian. Dan duduk di punggung gajah setinggi 2 meter lebih, yang hanya dilapisi busa tipis, sensasinya tuh sulit digambarkan dengan kata-kata. 


Ketika safari selesai, Pak Dedi mengajak gue ke salah satu kandang gajah. Di sini 'kandang' bukanlah suatu tempat tertutup dengan tembok atau dinding. Kandang tetap berupa padang rumput di mana sekawanan gajah tetap leluasa bergerak dan menikmati acara makan rumput. Di sini gue asyik bermain dengan dua ekor bayi gajah yang berusia sekitar 3 bulan. Bayi gajah tuh lucu dan menggemaskan, karena seperti manusia, mereka memiliki keinginan kuat untuk bermain - main, termasuk dengan manusia. Permainannya sederhana, bayi gajah akan mengejar orang - orang di sekitar, lalu berusaha menyeruduk bagaikan seekor banteng. Meskipun masih bayi, tenaga mereka dahsyat dan pasti akan membuat orang yang tidak waspada jatuh terjungkal. Untuk meladeni keisengan para bayi gajah ini, gue dan Ony akan sekuat tenaga mendorong mereka agar menjauh. Jika sudah kehabisan tenaga, yang bisa gue lakukan adalah melarikan diri.

Jika jurus ini tidak berhasil, bayi gajah akan mengejar dan kemudian membelakangi orang tersebut, lalu melepaskan gaya pamungkasnya, yaitu menendang dengan kedua kaki belakangnya, bergantian yang kiri dan kanan. Sejak kunjungan gue ke PKG - TMWK beberapa tahun lalu dan bertemu bayi - bayi gajah saat itu, pola permainan dan keisengan mereka sama adanya.

Bayi gajah, jika sudah kelelahan dan sedang tidak ada 'partner' bermain, akan merebahkan badannya di tanah untuk tidur dan beristirahat. Menggemaskan bangettt... Tapi begitu didekati, si bayi, dengan badannya yang tambun, akan segera bangkit dengan lincahnya, siap bermain kejar, seruduk dan tendang lagi. 

Sore itu Pak Dedi juga mengantarkan gue mengunjungi Queen. Queen adalah bayi gajah yang gue lihat saat kunjungan gue terakhir ke sini sekitar empat tahun lalu. Saat itu Queen masih berusia beberapa bulan, dan gue berkesempatan untuk bermain - main dengannya. Bertemu Queen lagi setelah sekian lama, menimbulkan rasa haru...rasa yang sama ketika bertemu teman lama yang sudah beberapa saat tak jumpa. Kini Queen adalah gajah remaja yang sudah dilatih dan bergabung dalam atraksi gajah. Jika ungkapan yang mengatakan 'gajah tak pernah lupa' itu benar adanya, berarti Queen mungkin masih ingat gue saat ini.

Queen, 4 tahun silam
Sebagai ungkapan kebahagiaan gue dapat bertemu kembali dengan teman raksasa ini, gue memberikan beberapa buah wortel kepada Queen. Salah satu persiapan gue dan Ony sebelum ke PKG - TNWK ini adalah membeli sekitar 2 kilogram wortel segar di Pasar Depok yang akan gue berdua berikan sebagai cemilan bagi teman - teman gajah di sini. Thanks to suami, Ony, yang sudah ikhlas bersemangat memanggul beban wortel di ranselnya sejak perjalanan dari rumah subuh tadi.

Ketika langit gelap, gue dan para pawang pun kembali ke Mahout House. Di situ gue dan Ony baru sadar bahwa gue berdua ngga punya bekal makan malam maupun air mineral. Padahal warung - warung makanan di dalam kawasan PKG udah pada tutup, dan kawasan PKG ini bisa dibilang terisolir dan jauh dari mana pun. Pak Dedi dan pawang lainnya dengan semangat menawarkan makan malam bersama di pos pawang. Salah satu pawang sedang sibuk memasak menyiapkan ayam sebagai menu makan malam. Selagi menunggu hidangan siap, gue dan Ony bersih - bersih diri. Ngga beberapa lama, seorang pawang mengetuk pintu kamar untuk mengajak makan malam bersama. 

Di pos pawang, dengan dapur yang kondisinya sangat sederhana karena berada di alam terbuka, gue dan Ony menikmati makan malam berupa hidangan nasi dan ayam yang sangat lezat rasanya. Gue dan Ony pun menikmati berinteraksi, mengobrol dan tertawa bareng, dengan para pawang di sebuah pos sederhana yang menghadap kandang gajah tersebut, di bawah langit gelap. Saat itu listrik padam, dan sepertinya hal tersebut adalah sesuatu yang biasa dan rutin terjadi di sini. Rasanya menyenangkan banget bisa menikmati kebahagiaan berbungkus kesederhanaan dan kebersamaan kayak gini. 

Ketika malam semakin larut dan listrik sudah kembali menyala, gue dan Ony kembali ke kamar untuk beristirahat, menyiapkan tenaga untuk hari esok yang pasti akan lebih seru.

Perjalanan Panjang Menuju Pusat Konservasi Gajah Way Kambas


Beberapa hari sebelum ulang tahun gue, Ony nanyain mau hadiah ulang tahun apa. Hhmmm....gue bingung jawabnya. Kayaknya kali ini gue menyikapi hari ulang tahun dengan super santai. Bahkan ngga kayak tahun - tahun sebelumnya, tahun ini gue ngga mempersiapkan birthday trip kemana pun. Rasanya Yesus sudah memberikan berkat luar biasa....doa dan harapan terbesar gue selama ini untuk menikah sudah dijawab-Nya. Jadi kalau ditanya apa lagi yang gue inginkan, gue musti berpikir ekstra keras. Gue juga ngga ngebet-ngebet banget pengen dapat kado yang bersifat materi. Rasanya apapun yang gue butuhkan udah terpenuhi, dan gue ngga ngga suka hal - hal yang berlebihan.

"Gue mau ke Way Kambas!!" itu jawaban gue dengan girangnya. Tepat tiga hari sebelum hari ulang tahun, mendadak gue ingin ke Way Kambas. Ngapain ? Bertemu dengan teman - teman gajah gue tentunya! Di ulang tahun gue kali ini, gue ingin mewujudkan sesuatu yang bikin gue benar - benar bahagia. Gajah adalah mahkluk idola dan kesayangan gue. Entah mengapa, cukup hanya melihat sosoknya aja bisa bikin gue girang bukan main. Apalagi kalau bertemu langsung dan berinteraksi dengan mereka di Pusat Konsevasi Gajah (PKG) di Taman Nasional Way Kambas (TMWK).
 
Sebelumnya gue udah pernah ke PKG - TMWK sebanyak dua kali. Saat kedua trip ini, gue bergabung dalam sebuah tour ala ransel gitu deh...Masalahnya, tour tersebut hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja di sana. Gue mau lebih lama....beberapa hari gitu. 

Gue pun mulai menyusun rencana secepat kilat. Dari kunjungan gue ke PKG - TMWK sebelumnya gue sudah berkenalan dengan salah satu pawang di sana, Pak Dedi. Gue pun mulai menghubungi Pak Dedi untuk mengabarkan rencana gue dan mendapatkan informasi sebanyak - banyaknya. Pada kunjungan gue sebelumnya, rencana perjalanan dan transportasi diatur oleh operator tour. Kali ini, gue harus bisa mencapai lokasi PKG - TMWK dengan cara mandiri. Tantangannya, transportasi menuju PKG - TMWK yang sangat terbatas dan sulit diakses.

Dengan waktu super sempit yang gue miliki, gue harus menyusun rencana dan memutuskan segala sesuatu dengan cepat. Untuk keberangkatan dari Jakarta menuju Lampung gue memilih menggunakan moda transportasi pesawat. Awalnya pertimbangannya agar hemat waktu dan kebetulan harga tiketnya cukup terjangkau. Untuk transportasi lainnya, gue diyakinkan oleh berbagai informasi dari berbagai sumber bahwa gue bisa mengandalkan bus Damri yang katanya akan mengantarkan penumpang bahkan sampai ke lokasi PKG - TMWK. Wowww!! Kemajuan luar biasa, gue pikir. Beberapa tahun lalu, saat gue begitu terobsesi untuk ke PKG - TMWK, gue nyaris frustasi putus asa karena menemukan jalan buntu untuk bisa ke sana, sendirian, dan dengan budget bekpeker gembel ala gue. Jadi, gue takjub plus bersyukur dengan kemajuan pesat, dimana bus Damri sudah tersedia bagi para pengunjung PKG - TMWK kayak gue.

Jumat, 13 Januari 2017, gue dan Ony meninggalkan rumah (Depok) jam 04:00 subuh menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta. Pesawat Lion Air yang mengantarkan gue menuju Lampung take off  jam 06:30 pagi, dan mendarat dengan mulus di Bandar Udara Radin Inten II sekitar 10 menit lebih cepat dari perkiraan, yaitu jam 07:10 pagi. Perjalanan gue dan Ony dilanjutkan dengan naik bus Trans Lampung yang akan mengantar gue berdua menuju Terminal Rajabasa. Rencananya, dari Rajabasa gue akan naik bus Damri tujuan PKG - TMWK. Tapi apes tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, rencana perjalanan yang gue pikir mulus adanya, mulai terkendala di sini.

Tiba di terminal Rajabasa yang luas banget, gue dan Ony mulai bertanya - tanya mengenai lokasi pool bus Damri. Orang-orang yang gue tanyain menjawab bahwa bus Damri sudah habis. Hah...habis ?? Habis gimana maksudnya, ini kan masih pagi....bahkan belum juga jam 08:00. Gue mendapat penjelasan bahwa bus Damri hanya tersedia beberapa jadwal keberangkatan saja setiap harinya. Dan yang jadwal pagi sudah lewat, jadi harus menunggu keberangkatan jadwal sore. OMG...! Ini detil yang luput dari persiapan gue yang emang selalu cuek dan 'last minute'. Ketika mendengar "bus Damri" gue langsung berpikir kondisinya seperti bus - bus Damri yang ada di setiap pool di Jabodetabek, yaitu dengan jadwal keberangkatan setiap 30 menit, dari pagi sampai malam hari. 

Oleh beberapa orang yang gue temui, gue diarahkan untuk menuju pool bus Rajawali yang melayani keberangkatan menuju Way Jepara. Namun ketika tiba di sana dan menggali informasi dari petugas pool, gue ogah menggunakan bus ini. Pertama, jadwal keberangkatan berikutnya adalah jam 10:00 pagi. Kedua, menurut gue busnya tua dan kurang nyaman. Ketiga, entah jalur apa yang digunakannya, perjalanan menuju Way Jepara akan memakan waktu sekitar 6 jam. Alasannya, jalur yang ditempuh adalah jalan yang rusak parah. Gue dan Ony pun kembali ke area di tengah terminal. Yang bikin miris, ketika gue dan Ony sedang istirahat sejenak untuk memikirkan langkah selanjutnya, di sebuah sudut terminal yang ternyata adalah pool bus Damri, gue mendapatkan informasi bahwa bus Damri menuju PKG - TMWK baru saja berangkat meninggalkan terminal sekitar jam 08:00 pagi. Beughhh!! Kalo lagi begini, idealisme traveling yang bilang 'Fokus pada perjalanannya, bukan tujuannya...' bla bla bla....buyar sudah....hancur berkeping - keping. Kejadian kayak gini tuh menyebalkan dan rasanya bikin pengen jedotin kepala ke tembok sekeras-kerasnya karena kesal sama diri sendiri. Gimana ngga, gue tiba di terminal ini sebelum jam 08:00 kurang. Pool ini terletak di bagian depan terminal yang sudah gue lewatkan tadi ketika tiba pertama kali. Entah kenapa gue malah milih melangkah ke bagian dalam terminal, bukan mampir ke sini dan bertanya ke orang-orang yang ada di sini. 

Gue pun membuka smartphone dan mulai browsing jadwal keberangkatan bus Damri berikutnya. Keren kan gue....browsing info sepenting ini baru di hari H, di jam H, tepatnya setelah ketinggalan bus. Jadi, jadwal keberangkatan bus Damri ada pada jam 06:00 pagi, 08:00 pagi, 10:00 pagi, 13:00 siang dan 16:00 siang. Dengan berat hati gue pun mengikhlaskan diri untuk menunggu bus jam 10:00 pagi, yang artinya masih sekitar 2 jam kurang sedikit. Seorang ibu pemilik warung kopi menawarkan bantuan untuk menelepon petugas Damri dan menanyakan kepastian jadwal keberangkatan. Ketika ibu yang baik hati ini menutup teleponnya, gue mendapat informasi yang lebih 'mengerikan' lagi dari sebelumnya. "Mbak, katanya bus yang jam 10 dan jam 1 siang ditiadakan. Nanti bus ada lagi yang jam 4 sore." Rasanya pengen teriak kencang - kencang, "Appppppaaaaaaaaa....????!!" Katanya, alasannya karena peminat bus yang sedikit. Trus, kenapaaaaa ???! Ya ampun, pengen nangis deh. Rasa kesal yang ada di hati gue demikian dahsyatnya...kok bisa sih bus Damri yang merupakan angkutan milik BUMN jadwalnya berubah sepihak dan sewaktu - waktu kayak gitu. Padahal katanya rute bus Damri yang baru diluncurkan akhir tahun 2016 yang lalu ini disebut-sebut sebagai terobosan Pemerintah untuk mempermudah wisatawan yang hendak berkunjung ke PKG - TNWK. Gimana wisatawan bisa yakin dan mengandalkan bus ini kalau jadwalnya ngga konsisten begitu. Gimana angka wisatawan PKG - TNWK mau meningkat kalau transportasi umumnya tetap susah diakses.

Ngga lama kemudian si petugas Damri nongol di warung kopi. Dari tatapannya tersirat rasa prihatin yang tulus. Sampai - sampai beliau menyarankan gue dan Ony menginap di dekat terminal saja hari ini dan berangkat ke PKG - TMWK keesokan harinya. Gue ngga mau, karena kedatangan gue ke Lampung hanya untuk bertemu teman - teman gajah gue...bukan yang lain. 

Satu-satunya harapan gue adalah naik sebuah bus PO Candra tujuan Way Jepara yang akan berangkat jam 10:00. Informasi mengenai nama bus ini gue peroleh dari salah satu petugas di Bandar Udara Radin Inten tadi. Gue lebih memilih bus ini karena dari info yang gue dengar, jarak tempuhnya lebih cepat, karena melewati jalur yang berbeda dengan bus Rajawali. Gue pun menuju pool bus PO Candra, dan menunggu di situ sambil menahan lapar dan gerah. Jam 10:00 lewat, bus berwarna hijau itu pun tiba, dan gue segera naik. Kondisi busnya hampir kayak bus Kowanbisata tujuan Depok - Pulogadung, yang gue gunakan waktu jaman SMA dulu. Kecil, non AC, dan ngga nyaman - nyaman banget. Sepanjang perjalanan gue tertidur berbantalkan pundak Ony. 

Gue dan Ony minta ditujunkan di Pasar Tridatu (Lampung Timur). Rasanya lega dan senang banget, setelah menempuh perjalanan melelahkan berjam - jam lamanya. Gue dan Ony langsung mencari warung makan di sekitar pasar Tridatu. 

Kelar makan, perjuangan pun berlanjut. Perjuangan yang dimaksud adalah mencari tukang ojek yang akan mengantarkan gue dan Ony menuju PKG - TMWK. Dari informasi yang gue dapatkan selama ini, ongkos ojeknya bisa mencapai Rp. 75,000 - Rp. 150,000,- per motor. Mahalnya keterlaluan. Sebenarnya sudah ada 2 tukang ojek yang dari tadi setia membuntuti sejak turun dari bus tadi dan menunggu gue dan Ony makan, tanpa diminta. Tapi mereka menawarkan ongkos Rp. 100,000,- per motor. Gue sebenarnya bukan tipe orang yang suka nawar harga. Bukannya kenapa - kenapa...menawar harga tuh melelahkan. Tapi kali ini gue akan berjuang mati-matian demi mendapatkan harga yang pantas. Pantas di kantong gue, maksudnya.

Di titik Rp. 75,000,- tawar-menawarnya menemui jalan buntu. Kedua pengendara ojek ini ngga mau lagi menurunkan harga ongkosnya. Nyaris putus asa, gue pun menelepon Pak Dedi. Pak Dedi bilang ongkosnya Rp. 50,000 per motor dengan tambahan pesan, 'Bilang aja, temennya Pak Dedi Baung..' Setelah menutup telepon gue pun kembali berjuang menawar ongkos dengan kedua pengendara ojek tadi, kali ini dengan password pamungkas, "Pak Dedi Baung". Akhirnya kedua pengendara ojek menyerah pasrah di harga Rp. 55,000 per motor. Mungkin karena ngga tahan sama kebawelan gue. 

Perjalanan menuju PKG - TMWK ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit, melewati kawasan hutan lindung dan perkebunan karet. Sepanjang jalan, ngga ada orang atau motor lain yang melintasi jalan yang sepi itu. Hanya kera-kera penghuni hutan kerap memunculkan sosoknya untuk bermain atau sekedar duduk di tengah jalan. Semakin mendekat ke kawasan PKG, hati gue bersorak - sorak kegirangan. Ya Tuhan....segala drama yang harus gue hadapi sepanjang hari ini, nyaris lenyap tak berbekas karena gue begitu bersemangat bertemu teman - teman gajah, yang terakhir gue temui sekitar empat tahun yang lalu. 

Begitu tiba di kawasan PKG - TNWK dan turun dari motor ojek, gue langsung melirik jam tangan....jam 14:30 sore. 'Menakjubkan' banget....secara geografis Lampung tuh deket banget dari Jakarta padahal...tapi butuh waktu 10 jam lebih untuk ke sini. Padahal udah pake pesawat.... Gimana kalo jalan darat &  laut...? Ternyata sepanjang - panjangnya belalai gajah, masih jauh lebih panjang perjalanan menuju PKG - TNWK.