I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Tuesday, October 22, 2019

Perjalanan Seru Menuju Kinabalu


Rasanya pengalaman saya terbang bersama AirAsia sudah tak terhitung. Maklum, ini adalah tahun ke-10 saya menjadi pelanggan sekaligus penggemar AirAsia. Begitu banyak pengalaman seru dan menyenangkan yang saya rasakan selama melakukan perjalanan dengan AirAsia. Namun salah satu kenangan bahagia bersama AirAsia saya sekaligus yang paling unik dan seru mungkin saat perjalanan saya ke Kota Kinabalu tahun 2012 yang lalu.

Ketika itu saya hendak melakukan trip singkat setelah memutuskan meninggalkan pekerjaan saya sebelumnya. Keberangkatan dari Jakarta dijadwalkan tanggal 25 Oktober 2012, di malam hari, yaitu jam 19:20 waktu Indonesia, dengan nomor penerbangan AK 6713, dan akan tiba di Kota Kinabalu jam 23:00 waktu setempat. Beberapa saat menjelang pesawat AirAsia yang saya tumpangi mendarat di Kota Kinabalu International Airport, terdengar pengumuman dari ruang pilot bahwa pesawat tidak bisa mendarat karena kendala teknis (listrik) di airport setempat. Pendaratan akan dialihkan ke kota Miri. Saya belum pernah menginjakkan kaki di Miri, jadi mendengar bahwa saya akan 'mampir' di sini cukup bikin deg-degan sekaligus excited

Tiba di Miri Airport, saya melihat begitu banyak penumpang lainnya yang ternyata adalah penumpang-penumpang (dari maskapai lainnya) tujuan Kinabalu dan terdampak kondisi yang sama. Saat itu saya hanya pasrah menunggu berita selanjutnya dari pihak AirAsia. Baru kali ini hal seperti ini terjadi pada saya, yang saat itu traveling sendirian bermodal sebuah ransel, namun herannya tidak merasa panik. Saat itu saya melihat para kru AirAsia yang sangat proaktif memberikan update, menjawab pertanyaan penumpang sampai membagikan snack. Jadi, kecuali mata yang sudah mengantuk dan kangen kasur, kendala saat itu tidaklah terlalu mengganggu saya.

Informasi berikutnya yang saya dengar adalah seluruh penumpang akan diterbangkan ke kota Kuching agar mendapatkan penginapan yang bisa mengakomodir seluruh penumpang. Wow...seru sekali ini ! Dalam semalam saya sudah nyaris mampir di 3 kota di Malaysia yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. 

Penumpang pun kembali ke dalam pesawat yang kali ini terbang menuju Kuching. Kebetulan saat itu saya tidak memiliki bagasi, sehingga proses 'keluar-masuk' pesawat terasa ringan.

Tiba di Kuching International Airport menjelang tengah malam, barisan kru AirAsia menyambut kedatangan seluruh penumpang dengan senyum tulus nan ramah, seraya menyampaikan maaf atas kendala yang terjadi, dan mengarahkan penumpang menuju bus yang terparkir tepat di pintu utama kedatangan. Bus yang mengantarkan saya ke Hotel Grand Continental Kuching, sangatlah nyaman. 

Tiba di hotel, setiap penumpang diarahkan untuk melakukan check-in dan menerima kunci kamar masing - masing. Kru AirAsia mengawal proses ini mulai dari antrian sampai dengan meja reservasi sehingga proses berjalan dengan sangat lancar. 

Malam ini adalah salah satu perjalanan paling seru yang saya rasakan. Sejujurnya, sejak awal saya merencanakan untuk tidur di Kota Kinabalu International Airport mengingat waktu ketibaan yang cukup larut malam. Siapa yang menduga saya malah mendapat 'rejeki' menginap di hotel berbintang malam itu. Semua fasilitas disediakan oleh AirAsia gratis.

Keesokan paginya saya menyempatkan menikmati sarapan yang disediakan hotel sebelum memulai perjalanan melihat-lihat kota Kuching dalam waktu singkat dengan berjalan kaki. Menjelang tengah hari saya kembali ke hotel dan langsung menuju meja resepsionis dimana informasi mengenai keberangkatan menuju Kinabalu sudah tersedia. Pihak AirAsia telah menyiapkan bus untuk memberangkatkan seluruh penumpang menuju Kuching International Airport. Lagi-lagi saya menyaksikan segenap kru AirAsia bekerja dan berkoordinasi secara profesional dalam mengatur keberangkatan bus menuju airport.

Di airport, penumpang masih harus menunggu beberapa saat sampai tiba jadwal keberangkatan pesawat AirAsia tujuan Kinabalu. Pihak AirAsia tak berhenti memberikan perhatian kepada seluruh penumpang dengan membagikan makan siang. 

Akhirnya saya pun duduk di dalam pesawat AirAsia, yang kali ini akan mengantarkan saya menuju Kinabalu. Malam itu pesawat tiba dan mendarat dengan mulus di Kota Kinabalu International Airport.

Sungguh luar biasa perjalanan saya kali ini. Perjalanan yang awalnya singkat, namun menjadi seru karena harus melalui rute berliku. Ini adalah salah satu momen bahagia bersama AirAsia yang pernah saya rasakan.  Meskipun trip ini dihiasi dengan kendala teknis, namun saya sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada pihak AirAsia yang begitu peduli dan cepat tanggap untuk mengakomodir kebutuhan penumpang dan berusaha semaksimal mungkin memastikan keamanan dan kenyamanan penumpang terjaga. Terima kasih AirAsia!

Monday, October 14, 2019

KL Trip: Interaksi Bikin Happy Bersama Para Husky


 11 Oktober 2019

Setelah beberapa tahun, akhirnya kali ini berkesempatan piknik ke negeri tetangga lagi, Malaysia, tepatnya Kuala Lumpur. Berhubung gue sudah pernah ke sini beberapa kali, awalnya agak bingung mau mengunjungi apalagi kali ini. Tripnya singkat sih...hanya 3 hari. Gue sudah merencanakan akan menghabiskan waktu sehari full di Melaka, tepatnya di hari kedua. Lalu selain itu, mau ngapain lagi ?

Akhirnya setelah berkelana di dunia instagram, gue menemukan foto dan info mengenai sebuah pet cafe di Kuala Lumpur, dimana pengunjung bisa nongkrong di sana sambil berinteraksi dengan beberapa anjing husky. Wowww....serasa syurga buat pecinta anjing kayak gue. Gue langsung bersemangat dan penasaran pengen buru - buru ke sana. Namanya, Huskiss Cafe yang beralamat di 80-G, Block G, Zenith Corporate Park, SS7/26, 47301 Petaling Jaya, Selangor.

Pesawat gue tiba di Kuala Lumpur jam 8 pagi. Dari situ gue menuju KL Sentral untuk naik Komuter Line tujuan Batu Caves. Gue ngga bisa langsung ke Huskiss Cafe karena baru buka jam 12 siang. Dan gue juga ngga bisa langsung check in di hotel, karena masih terlalu pagi dan waktu check in Prescott Hotel adalah jam 2 siang. Jadi untuk sekedar menghabiskan waktu, gue bermaksud jalan - jalan menikmati panas dan warna - warninya Batu Caves.

Pas udah siang gue pun meninggalkan Batu Caves dan kembali ke KL Sentral. Tujuan berikutnya adalah Huskiss Cafe. Sebenarnya ada 2 cara menuju ke sini. Pertama, gue bisa naik LRT dari KL Sentral ke Stasiun Lembah Subang. Setelah itu dilanjut jalan kaki sekitar 1.6 km menuju lokasi. Dari sisi biaya, cara ini memang paling murah. Tapi soal waktu dan tenaga, rasanya kurang pas. Selain karena hari itu sudah sore, badan pun mulai berasa cape karena seharian kepanasan bawa ransel apalagi setelah 'olahraga cardio' naik turun anak tangga Batu Caves....dengan cuaca yang panas dahsyat hari itu. 

Gue memutuskan untuk memesan Grab aja. Ongkosnya cuma MYR 23. Mahal ? Iyaaaa....tapi demi bertemu para husky, sekejap langsung berasa murah dan ikhlas bayar ongkos segitu. Sepanjang perjalanan gue agak khawatir, karena dari info yang gue baca cafe akan tutup jam 4.30 sore, artinya tinggal kurang dari 1 jam lagi. Langsung terbayang, betapa singkatnya waktu yang gue punya untuk bermain - main dengan para makhluk menggemaskan itu.

Udah waktunya pas - pasan, mobil Grab yang gue tumpangi sempat salah belok karena salah petunjuk di GPSnya. Jadilah Pak Sopir mengambil arah untuk putar balik lagi, di jalan raya yang sebenarnya padat. Akhirnya gue tiba di Huskiss Cafe hampir jam 3 sore. 

Begitu memasuki cafe, gue baru tahu ternyata para husky tidak dilepas di semua area cafe. Ada ruang berikutnya setelah ruang restoran, yang menjadi semacam ruang bermain para husky. Tapi kedua ruangan terhubung dengan pintu dan jendela kaca. Pengunjung yang datang untuk bermain bersama para husky harus membayar MYR 25, dan bisa menghabiskan waktu selama 1.5 jam di dalam ruangan husky tadi. Berhubung waktu gue tinggal 30 menit lagi, pemilik memberikan diskon, menjadi MYR 20. Tapi sebenarnya kali ini bukan masalah duitnya, tapi setelah sejauh ini perjalanan gue, dan karena gue pecinta anjing sejati, masa gue cuma berkesempatan bermain sama para husky 30 menit saja ?

Pemilik pun memberikan alternatif, gue bisa mengikuti sesi berikutnya yaitu di jam 7 malam. Pilihan ini sangat menghibur karena ternyata gue masih berkesempatan bermain dengan para husky. Tapi gue bingung mau menunggu dimana dan ngapain selama nyaris 3 jam ? Masalahnya cafe harus ditutup tepat jam 4.30 - 6.30 karena itu adalah waktu tidur siang para husky. Si pemilik menyarankan gue untuk jalan - jalan di Paradigm Mall yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari situ.

Gue pun berjalan kaki ke Paradigm Mall dan menikmati makan malam yang sebenarnya masih terlalu awal, cuci muka dan bersih - bersih di toilet dan lihat - lihat isi mall sebentar. Menjelang jam 7 malam gue kembali ke Huskiss Cafe. Setelah cafe dibuka kembali, gue langsung ngga sabar, terlebih setelah melihat 2 ekor husky, Hailey dan Jean, sudah nongol di ruang bermain. Hailey cenderung waspada, karena dia adalah alpha di groupnya. Sementara Jean, tipikal husky yang sesungguhnya : badannya besar, bulu lebat, muka sangar dan gagah ala serigala tapi kelakuannya super sweet dan selalu pengen menjilat muka gue.

Jean
Orien
Jean & Hailey
Jean

Orien
Setelah itu berturut - turut anjing yang lain, Orien, Storm, Steffi, dan Flash bergabung. Terakhir, Dash yang ukurannya paling raksasa. Berada di sebuah ruangan bersama 7 anjing husky dan malamute yang sangat menggemaskan, dimana gue bisa bebas bermain dan berinteraksi dengan mereka, sekonyong - konyong bikin hati gue bahagia maksimal. Gue juga punya 1 husky di rumah, si Momo, jadi sedikit banyak kenal karakter anjing husky yang keras kepala, cuek, agak nakal tapi super penyayang dan manja. Semua karakter yang bertolak belakang dengan penampilan fisik mereka yang kayak serigala. 

Di akhir dari 1.5 jam yang gue miliki, adalah sesi foto dimana gue bisa duduk di sofa dikelilingi oleh para husky dan malamute ini. Staf Huskiss cafe yang membantu memotret dan memastikan para husky dan malamute fokus dan behave saat difoto. Setelah sesi berakhir, gue pun meninggalkan cafe dengan hati girang. 

Gue senang luar biasa bisa menemukan 'hidden gem' -nya Kuala Lumpur, yaitu cafe ini. Di Indonesia, rasanya jarang banget ada cafe seperti ini, setahu gue ada di BSD dan Bandung sih, dan gue belum pernah ke sana. Kalo dipas-pasin mungkin ini cara paling keren untuk memperingati 'Hari Kesehatan Mental Sedunia' yang jatuh tanggal 10 Oktober 2019. Karena setiap orang punya cara sendiri untuk menjaga kesehatan mental masing - masing. Dan salah satu cara efektif buat gue adalah berinteraksi dengan binatang, khususnya anjing, yang langsung bikin gue happy dan melupakan beban pikiran untuk sesaat.

Oya, untuk info lebih lanjut dan mau liat - liat foto para husky ini, bisa ke IG dan Facebook-nya : Huskiss. Disarankan juga untuk melakukan reservasi di awal karena ada quota pengunjung setiap sesinya.

Sampai ketemu di kunjungan gue berikutnya, Hailey, Jean, Orien, Storm, Steffi, Flash dan Dash !

Thursday, August 29, 2019

Sensasi Nyeberang di Jembatan Gantung Situ Gunung


 27 Agustus 2019.

Gue dan Ony udah lama berniat k esini. Dari banyaknya berbagai berita dan publikasi heboh dan viral tentang suatu wahana wisata baik yang baru ataupun legendaris, mungkin ini salah satu yang paling bikin gue penasaran. Mungkin karena lokasinya, di Sukabumi, yang dekat dari gue jadi mudah dan cepat dijangkau. 

Niat selama ini buat ke sini kerap tertunda karena beberapa hal. Yang utama, karena gue sering dengar lokasinya ramai banget oleh pengunjung, bahkan untuk nyeberang di jembatan ini pun musti antri. Gue tuh males banget ke tempat wisata yang terlalu ramai pengunjung. Jadi gue pikir, gue akan ke sini pas bukan weekend. 

Jadilah gue rencanakan untuk cuti kemarin, Selasa, khusus untuk ke sini. Tiket kereta Pangrango ke Sukabumi udah gue beli jauh - jauh hari. 

Gue berangkat naik kereta ekonomi dari Stasiun Bogor (Paledang) ke Stasiun Cisaat, yang gue beli seharga Rp. 35,000 per tiket, jam 7:50 pagi. Untuk tiket baliknya, gue beli untuk keberangkatan yang paling terakhir : jam 3.45 sore dari Stasiun Sukabumi.

Persiapan untuk mengunjungi Jembatan Gantung Situ Gunung ini nyari ngga ada, selain beli tiket kereta. Jadilah begitu tiba di Stasiun Cisaat gue sempat kebingungan nyari transportasi menuju lokasinya. Untung gue lihat beberapa tukang ojek online lagi mangkal di dekat stasiun dan gue pun nanya ke mereka. Gue disarankan untuk naik ojek online dulu dari stasiun menuju Pasar Cisaat, tepatnya Yomart minimarket. Dari situ gue bisa naik angkot warna merah yang akan mengantar langsung ke pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dimana jembatan fenomenal yang pengen gue kunjungi itu berada.

Ongkosnya tenyata murah meriah. Untuk ojek online (Gojek) gue cuma perlu bayar Rp. 2,000 karena promo diskon pake GoPay. Trus ongkos angkotnya sendiri Rp. 10,000,- 

Tiba di pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pengunjung harus membeli tiket masuk seharga Rp. 16,000 per orang. Begitu membeli tiket ke masuk ke kawasannya, gue punya pilihan untuk mengambil arah kiri menuju danau (tinggal jalan kaki 1.6 km), atau arah lurus menuju jembatan gantung Situ Gunung dan Curug Sawer. Sempat galau bimbang gulana karena gue pengen melihat semuanya. Tapi akhirnya gue pilih arah ke jembatan dulu, mengingat jembatan inilah yang bikin gue penasaran selama ini.

Untuk menuju kawasan jembatan gantung, gue harus membeli tiket lagi seharga Rp. 50,000 per orang. Petugas penjual tiketnya bilang, nanti sebelum naik jembatan, pengunjung akan disajikan snack dan minuman ringan, seperti singkong, pisang rebus, keripik singkong, kopi dan teh.



Gue dan Ony sempat mampir untuk menikmati makanan dan minuman yang tersedia. Lumayan buat mengganjal perut, yang entah kapan dan dimana bisa makan siang. Setelah puas mengunyah, gue pun melangkah menuju wahana jembatan gantung Situ Gunung. Sebelum menyebrang setiap pengunjung dipasangkan sebuah harness untuk alasan keselamatan. Jadi sewaktu - waktu ada hal - hal buruk dan tidak diinginkan terjadi pada jembatan, pengunjung diharapkan bisa memasangkan harness tersebut di sisi jembatan. 

Trus, pengelola menggunakan sistem komputer dimana setiap pengunjung yang keluar dan masuk akan dihitung untuk memastikan pengunjung yang berada di jembatan tidak melampaui kapasitas, yaitu maksimal 90 orang. Jadi ketika gue membeli tiket seharga Rp. 50,000 tadi, petugas memberikan tiket berupa gelang yang memiliki barcode. Setiap gue akan menyeberang jembatan, petugas akan memindai alias scan barcode tersebut, dan dari situ akan otomatis meng-update jumlah pengunjung yang masuk atau meninggalkan area jembatan. 

Awalnya gue pikir menyeberangi jembatan gantung sepanjang sekitar 250 meter dan konon jembatan gantung terpanjang se-Asia Tenggara ini bakal amat sangat mengerikan. Ternyata ngga juga sih...awalnya gue emang sempat ketakutan, apalagi begitu mencapai bagian tengah jembatan dan 'goyangan'nya begitu terasa. Tapi lama - lama rasa takutnya hilang, kalah sama rasa girang dan takjubnya lihat jembatan dan berada di situ. Apalagi pas kondisi jembatan sepi pengunjung, gue makin semangat buat foto - foto dan sekedar mondar - mandir di sepanjang jembatan. Gue pernah baca di sebuah sumber berita, bahwa kalau lagi ramai pengunjung, waktu pengunjung untuk berada di atas jembatan pun dibatasi. Kalau kemarin, berhubung hari kerja dan ngga terlalu banyak pengunjung datang, jadi ngga ada pembatasan waktu. Cihuy lha !

 
 

Abis dari jembatan, gue langsung menuju Curug Sawer. Curugnya keren, air terjunnya gak tinggi - tinggi amat, tapi airnya deras banget. Tapi pengunjung ngga boleh berenang di situ. Ngga masalah buat gue yang hari itu juga lagi ngga kepengen main air, dan udah sangat terhibur dan terpesona dengan keindahan curug.

Pengennya sih bisa nongkrong berlama - lama di atas bebatuan besar di sekeliling air terjun, tapi apa daya gue dan Ony musti beranjak segera, karena udah lewat tengah hari dan udah musti memikirkan perjalanan pulang. Dari curug Sawer untuk kembali ke pintu utama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, buat yang males jalan kaki ada pilihan naik ojek. Tapi gue lebih milih jalan kaki lewat jembatan lagi. Gue bilang sama Ony kunjungan kali itu harus dimaksimalkan karena mungkin gue baru akan balik lagi ke sana 3 tahun lagi !


 
 

Jadilah gue dan Ony, sekali lagi menikmati menyeberangi jembatan panjang, dan kali ini dapat bonus jembatan yang sepi pengunjung.
Berhubung gue masih menyimpan keinginan untuk mengunjungi kawasan danau, jadi begitu tiba di pintu utama lagi, gue ngga langsung meninggalkan kawasan taman nasional. Gue dan Ony sempat berjalan kaki menuju danau. Tapi baru beberapa langkah gue dan Ony pun menimbang - nimbang untuk menuju danau menggunakan ojek yang memang banyak mangkal dekat pintu masuk, mengingat waktu tersisa yang sangat sempit. Harga ojeknya Rp. 20,000 satu arah, alias Rp. 40,000 pulang pergi per orang, alias Rp. 80,000 buat gue dan Ony. Mahal amat...! Akhirnya gue memutuskan untuk membatalkan niat ke danau kali ini, dan langsung menuju deretan angkot merah yang berjejer di luar taman nasional.

Kali ini gue ngga seberuntung tadi pagi karena sopir angkot memasang harga ala charter aja buat penumpangnya. Setiap penumpang dikenai ongkos Rp. 25,000,-, tapi angkot akan mengantarkan sampai ke Stasiun Cisaat. Pasrah aja...abis ngga ada pilihan lain.

Gue tiba di Stasiun Cisaat sekitar jam 2 siang lewat, alias 1.5 jam sebelum kereta Pangrango yang akan mengantarkan gue kembali ke Stasiun Paledang Bogor tiba dan berangkat kembali. Jadi di stasiun Cisaat yang mungil dan bersahaja itu, gue sempat makan somay sebagai pengganti makan siang dan makan sore, bengong sambil dengerin spotify, dan menikmati kembali perjalanan gue tadi di jembatan yang udah lama bikin gue penasaran, melalui foto - fotonya di HP gue.

Akhirnya perjalanan singkat satu hari ini berakhir, dan gue senang luar biasa karena bisa nyobain nyeberang dan berlama - lama di jembatan gantung super panjang dengan pemandangan alam yang super indah.

Friday, August 02, 2019

Trip Banyuwangi : Teluk Ijo Dan Pantai Pulau Merah


1 Oktober 2018.

Berangkat dari Mango Tree menuju Pantai Pulau Merah agak - agak siangan. Masalahnya gue dan Ony musti nungguin pemilik Mango Tree datang untuk minjam kunci motor. Dalam perjalanan menuju Pantai Pulau Merah, mampir dulu ke hutan De Djawatan Benculuk. Jadilah perjalanan ke Pantai Pulau Merah semakin siang lagi. 

Total perjalanan dari kota Banyuwangi menuju pantai ini, rasanya sekitar 3 jam deh. Jauh banget ! Udah gitu, gue dan Ony ke sana modal nekad doang...mengandalkan GPS aja. Sebenarnya sih petunjuk jalannya lumayan banyak. Tapi tetap aja....beberapa kali gue dan Ony harus berhenti untuk menanyakan arah ke orang.

Pemandangan yang paling gue ingat dan mungkin gue nikmati selama perjalanan mungkin 'ciri khas' yaitu rumah - rumah warga dengan pohon - pohon buah naga mengisi pekarangan. Unik aja, lagian baru pertama kali itu gue ngeliat penampakan pohon buah naga. Ternyata Banyuwangi adalah daerah penghasil buah naga.

Begitu tiba di kawasan Pantai Pulau Merah, di pintu masuk pas mau beli tiket, kebetulan gue bilang kalau gue mau ke Teluk Ijo juga hari itu. Si Mbak langsung saranin supaya gue ke Teluk Ijo duluan, baru nanti balik ke Pulau Merah. Dia bilang, Pantai Pulau Merah, lebih cakep pas sunset. Dan untuk Teluk Ijo ini, berhubung kemungkinan gue harus naik perahu menuju lokasinya, maka sebaiknya itu dulu aja yang dikejar.

Jadilah gue dan Ony langsung melesat menuju Teluk Ijo alias Green Bay. Jauhnyaaaa...ya ampun! Sampai badan gue pegal dari atas ke bawah kali, saking lamanya duduk di motor. Udah gitu medannya seru amat...seinget gue, sempat melewati kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII yang dipenuhi tanaman coklat. Lalu ada lagi semacam hutan pohon jati. Kemudian kawasan perkebunan lainnya yang dipenuhi pohon - pohon karet. Mulai dari jalanan beraspal, sampai yang bebatuan bikin perjalanan jadi melambat dan pinggang semakin pegal. Kesasarnya pun berkali - kali. Kadang di saat kesasar, ngga ada orang yang bisa ditanya. Jadilah modal nekad melanjutkan perjalanan.

Rencana awalnya gue dan Ony akan menuju Teluk Ijo menggunakan perahu / kapal. Menurut informasi yang pernah gue baca, gue bisa menumpang kapal dari Pantai Rajegwesi. Tapi, begitu tiba di kawasan yang merupakan pintu masuk (portal) menuju tempat itu, gue diberitahu petugas bahwa hari itu sedang tidak ada kapal berangkat menuju Teluk Ijo. Bahhh...cakep deh! Akhirnya gue dan Ony menempuh perjalanan alternatif lainnya, yaitu tanpa menggunakan perahu. Artinya, ekstra perjalanan dengan motor plus trekking.

Akhirnya, setelah perjalanan seru dan berliku, nyampe juga di Teluk Ijo. Untuk menuju ke area pantainya, musti trekking dulu, tapi untungnya rutenya udah nyaman buat jalan, bahkan di beberapa spot ada anak tangga yang disemen segala. Begitu tiba di pantainya, emang indah dan eksotis banget sih. Ditambah ngga ada orang lain di situ, sunyi, sepi, tenang....sempurna banget. Di situ ada petunjuk dilarang berenang, tapi di beberapa website yang pernah gue baca, gue sempat liat pengunjung sampai loncat indah segala dari batu/tebing yang ada di kawasan pantainya.

Mungkin itu pantai terindah yang pernah gue lihat ya. Sebenarnya gue bukan tipe 'pemburu pantai', jadi sejauh ini paling baru liat pantai - pantai di Bali, dan pernah di Phuket juga. Nah, Teluk Ijo ini keliatan masih perawan banget, belum tersentuh dan terakses banyak pengunjung. Otomatis, fasilitas turis di situ pun nyaris ngga ada. Ini pantai yang, cukup dipandangi aja udah bikin hati bahagia deh....plus puas ! Mengingat perjuangan perjalanan kemari yang bukan main dahsyatnya.

 
 

Mengingat keterbatasan waktu, gue ngga bisa berlama - lama di sana. Puas main air dan foto-foto, perjalanan harus dilanjutkan menuju Pantai Pulau Merah. Perjalanan bermotor yang bikin bokong pegal bukan main pun berlanjut. Tiba di Pantai Pulau Merah, bayar tiket, parkir motor, langsung buru - buru ke pantai untuk liat sunsetnya.

Sayangnya saat itu pesona sunset ala Pantai Pulau Merah, yang katanya sampai pasir pantainya jadi nampak kemerahan, ngga nampak. Mungkin karena cuaca seharian emang mendung, entahlah. Sayangnya juga, gue ngga bisa mendaki bukit kecil yang ada di tengah pantai, karena sore itu pantai sudah pasang. Bukit kecil itu katanya bisa didaki (saat pantai surut), dan menjadi icon pantai ini karena tanahnya yang merah, walaupun dari kejauhan ngga keliatan karna ketutupan pepohonan lebat. Tapi ngga apa - apa, ini juga pantai yang indah dan eksotis di mata gue.

 
 
 

Karena hari sudah gelap, gue dan Ony pun memulai perjalanan (super panjaaaaaannnngggg.....) kembali ke Mango Tree. Hari ini full perjalanan yang melelahkan tapi seru. Perjalanan hari ini bikin gue mikir, Banyuwangi sungguh beruntung ! Banyuwangi punya segala macam tempat wisata alam. Kemarin gue bisa ngos-ngosan trekking Kawah Ijen, lalu berpanas gosong di kawasan sabana Baluran, dan hari ini gue bisa menikmati pantai - pantai yang super indah. Banyuwangi keren !

Wednesday, June 19, 2019

Trip Banyuwangi : Hutan De Djawatan Benculuk


Gue dan Ony mampir ke hutan De Djawatan Benculuk tanggal 1 Oktober 2018, dalam perjalanan menuju ke Pantai Pulau Merah. Gue 'teracuni' dan penasaran pengen ke sini, karena lihat foto - fotonya di instagram. Seperti biasa, sebelum ngetrip ke suatu tempat, gue akan gali info sebanyak - banyaknya dari berbagai sumber. Begitu juga dengan trip Banyuwangi ini, gue berusaha mencari referensi dari segala macam tagar yang berhubungan dengan 'wisata Banyuwangi' di instagram, dan muncullah foto-foto hutan ini yang menurut gue keren banget. Kesannya tuh horor, gelap dan misterius. Dengan pohon - pohon raksasa yang seakan - akan berumbai - rumbai. Banyak yang bilang kayak lokasi film Lord of The Rings segala.

Awalnya gue pikir lokasinya pasti agak terpencil, karena kayak bagian dari hutan belantara gitu. Ternyata ngga...perjalanan dengan motor dari Manggo Tree ngga terlalu jauh, sekitar 30 kilometeran melalui jalan utama, Jalan Raya Banyuwangi. Nanti posisinya di sebelah kanan jalan. Begitu belok ke kanan, beberapa ratus meter kemudian, tiba deh di kawasan hutan Djawatan. Lebih pas disebut hutan di dalam kota kali ya. Seinget gue waktu itu gue cuma perlu membayar uang parkir Rp. 5,000 untuk bisa menikmati masuk ke kawasan hutan Djawatan.

Begitu menginjakkan kaki di sini, gue terkagum - kagum sekaligus menyimpan secuil rasa ngeri berada di antara pepohonan trembesi yang katanya sudah berusia seratus tahun ini. Meskipun langit sedang terang dan panas maksimal, tapi di kawasan ini berasa teduh dan gelap karena lebatnya pepohonan. Gue pikir foto-foto keren yang gue liat di instagram itu kebanyakan editan. Ternyata ngga juga sih...emang kawasan hutan Djawatan unik banget. Gue berasa mungil dan imut-imut banget berada di tengah hutan ini.

 
 
 
 

Senangnya, waktu gue ke sini ngga banyak pengunjung lainnya, jadi leluasa buat mengeksplorasi kawasan hutan dan pastinya berfoto - foto. Selain pohon - pohon raksasa yang menjadi nilai jual kawasan ini, juga ada beberapa spot bersantai di sini seperti ayunan, rumah pohon, dan lainnya. Untuk fasilitas seperti toilet dan mushala juga tersedia dan sepertinya dalam kondisi bersih. Pokoknya ini tempat wisata yang unik dan keren deh menurut gue.

Tuesday, June 18, 2019

Trip Banyuwangi : Kampung Warna Warni Sungai Kalilo


Berhubung lagi pengen, dan ada free time (sok sibuk bgt....) diary trip Banyuwanginya pun berlanjut.

Tanggal 2 Oktober 2018, hari terakhir di Banyuwangi, niatnya mau keliling - keliling kota aja naik motor sewaan dari Mango Tree. Salah satu tujuannya pengen ke Kampung Warna Warni Sungai Kalilo. Sejak mengunjungi Kampung Warna Warni yang ada di Semarang, gue jadi tertarik ngelihat yang di Banyuwangi juga. Abis rasanya unik aja, sebuah area pemukiman yang letaknya di bantaran sungai, kompak dicat warna - warni jadi keliatan semarak dan ceria banget. Bukan cuma rumah - rumah penduduknya yang dicat warna - warni, masjid yang ada di sekitarnya pun berwarna - warni.

Lahirnya kampung berwarna - warni ini adalah hasil kerja sama alumni mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya dengan pihak Pemkab Banyuwangi, yang melibatkan penduduk setempat. 


Kerennya, selain kampungnya sangat colorful, sungai yang mengalir di area ini juga tampak terawat kebersihannya. Jadi saat kedatangan gue ke sana, ngga nampak sampah 'menghiasi' sungai, apalagi aroma kurang sedap yang jadi ciri khas sungai jorok.

Gue penasaran deh kalo warga di sini janjian misalnya sama sopir Gojek atau kurir gitu...kalo gue biasanya bakal kasih info, "Rumah saya nomor....sebelah kiri....cat warna...." Sementara satu rumah di sini rata - rata dicat dengan warna komplit kayak pelangi... Mungkin si empunya rumah bakal bilang, "Rumah saya yang cat temboknya ungu, kuning, hijau, terus atapnya biru, orange, merah dan krem..." 

Overall, lumayanlah, piknik singkat ke kampung warna warninya Banyuwangi. Lokasi mudah dicari, gratis gak pake tiket masuk segala (cuma bayar parkir), bikin foto di sudut mana pun warna - warni. 


Friday, June 14, 2019

Selamat Datang di Dunia, Fajar !


Kali ini bloggingnya mengenai berita bahagia keluarga, yaitu kehadiran seorang keponakan laki - laki baru di tengah keluarga gue. Namanya Fajar, lahir Sabtu minggu lalu, 8 Juni 2019.

Kehadirannya di dunia cukup bikin perasaan gue campur aduk, mulai dari khawatir nungguin operasi cesar Anggira, adik gue / mamanya Fajar, yang terbayar dengan kebahagiaan yang luar biasa begitu operasi berakhir lancar, dengan ending lahirnya seorang bayi dengan berat 3,4 kg dan panjang 51 cm di dunia ini.

Malam sebelum operasi cesar, perasaan gue berkecamuk membayangkan esok paginya adik gue harus menghadapi ruang operasi untuk melahirkan. Gue mengerti, setiap harinya ada ribuan bayi lahir di bumi ini baik melalui proses normal maupun operasi cesar. Tappiiii...begitu anggota keluarga terdekat, terlebih adik sendiri harus bertaruh nyawa dan melahirkan, rasa was-wasnya begitu menyala - nyala.

Jadi malam itu gue lalui dengan berdoa kepada Yesus, dengan semua doa yang gue tahu, mulai dari doa Bapa Kami, Salam Maria, Novena Tiga Salam Maria, semua...Permohonan gue cuma satu, supaya adik dan bayinya selamat. Di ujung malam, entah di mana ketemunya, gue sempat membaca potongan ayat Alkitab (Bible) : 'Do not be afraid, I am with you. I'm your God, let nothing terrify you. I will make you strong and help you. I will protect you and save you." Setelah membaca ayat itu, entah kenapa ada kelegaan dan hati gue bilang, "Sudah...stop khawatirnya, serahkan semua kepada Yesus."


Keesokan harinya, di Rumah Sakit Aulia (Jagakarsa) operasi yang seharusnya dijadwalkan dimulai jam 9 pagi, molor sampai jam 10 lewat karena Pak Dokter masih terjebak macet. 

Sebelum Anggi dibawa ke ruang operasi, keluarga berdoa bersama. Rasanya gue yang paling tegang sekaligus cengeng dibandingkan yang lain. Jadi tiap kali liat Anggi yang udah tampak pucat dan membengkak, rasanya pengen nangis mulu. Mungkin kayaknya lebay...tapi gimana pun dia adik kecil gue (walaupun sering nyebelin juga).

Tentu saja gue menunggu dimulai dan jalannya operasi dengan tegang dan ngga sabaran. Berhubung saat itu keluarga juga lagi sibuk nyari kain putih yang akan digunakan untuk menyimpan ari-ari bayi, dan ternyata sulit didapat karena toko bahan/kain masih pada tutup, gue pun menawarkan diri untuk pulang dan mengambil stok bahan warna putih yang gue punya. 

Kebetulan yang unik bukan....beberapa tahun yang lalu gue sempat membeli kain putih dari pasar, entah untuk apa, dan menyimpannya di lemari pakaian. Dan hari itu, beberapa tahun setelahnya, tuh kain cukup berperan penting di salah satu hari bersejarah di keluarga gue : untuk menyimpan ari - ari anggota baru keluarga.

Oya, gue sengaja memilih kabur dari rumah sakit, karna ini satu - satunya cara gue mengalihkan ketegangan yang gue rasakan ketika menunggu proses operasi. Begitu di tengah jalan gue menerima pesan WA dari abang kalau proses operasi sudah selesai, kondisi adik dan bayinya sehat....Yesus, rasanya ngga pernah selega dan sebahagia itu dalam waktu bersamaan. Rasanya pengen sembah sujud memanjatkan rasa syukur dan terima kasih gue ke Yesus yang sudah menjawab doa gue yang penuh cucuran air mata sejak semalam.

Terima kasih Yesus atas kehadiran seorang keponakan baru dalam hidup gue. Semoga Yesus senantiasa menjaga dan melindungi lelaki kecil ini. Semoga Yesus berkenan menyertai tumbuh kembangnya dan memberikan berkat kesehatan. Semoga kehadirannya seperti Fajar yang memancarkan terang dan memberikan pengharapan baik bagi keluarga dan orang - orang di sekelilingnya. Amin.

Saturday, March 16, 2019

Trip Banyuwangi : Kawah Ijen


30 September 2018.

Hari ini jadwalnya buat trekking ke Kawah Ijen. Untuk perjalanan gue ke sini diakomodir oleh operator tour gitu, namanya Malampah. Sebelum berangkat ke Banyuwangi gue emang udah hunting operator/vendor open trip....dan akhirnya nemu di Instagram. Untuk 1 day trip ke Kawah Ijen dan Baluran, biayanya adalah Rp. 400,000 per orang.

Gue dijemput di penginapan, Mango Tree Homestay, sekitar hampir jam 12 malam (29 September), menggunakan mobil 3/4 yang sangat nyaman. Dari Mango Tree, mobil lanjut menjemput turis lainnya yang juga hendak ke Kawah Ijen. Gue membutuhkan waktu beberapa saat lamanya menyesuaikan diri....Maklum, gue belum pernah dibangunkan tengah malam untuk trekking naik gunung.

Ngga beberapa lama kemudian, mobil pun tiba di area parkir dan pintu masuk Gunung Ijen, yang saat itu dipenuhi kendaraan - kendaraan dan pengunjung yang bersiap trekking. Gue dan Ony diminta untuk menunggu di sebuah warung yang saat itu gelap gulita, dan di sana ada beberapa turis asing. Di situ guide membagikan air mineral dan juga masker gas untuk setiap peserta. Abis itu, gue kembali diminta menunggu.

Akhirnya setelah briefing singkat dari guide, dalam bahasa Inggris (mungkin karena cuma ada 3 orang dalam group itu yang turis domestik), trekking pun dimulai. Sepanjang perjalanan gue nyaris mandi keringat saking lelahnya. Jalan yang harus dilalui pun 'lumayan'... Nanjak dan berpasir bikin kadang gue hampir terpeleset. Gue harus berhenti tak terhitung berapa kalinya, untuk istirahat kilat dan berusaha menormalkan nafas.

Sepanjang perjalanan, terkadang gue harus berbagi jalan dengan 'taksi' yang berlalu lalang di gunung Ijen. Taksinya unik dan simpel... Berupa gerobak gitu. Kayaknya aslinya tuh gerobak berfungsi sebagai alat angkut belerang. Tapi ternyata bisa juga alih fungsi jadi angkutan manusia - manusia banyak duit yang udah lelah maksimal trekking. Karena penasaran gue sempat bertanya ke guide berapa ongkos taksinya. Katanya bervariasi, tergantung bobot dan postur penumpangnya. Harga untuk naik gunung dimulai sekitar Rp. 700 ribuan. Untuk arah turun ternyata lebih murah.

Tapi gue ngerti sih kenapa harganya premium banget. Ngga kebayang gimana lelahnya si Pak supir taksi membawa penumpang di gerobak alakadarnya dengan medan menanjak gitu. Gue aja bawa body sendiri kelelahan. Makanya biasanya Pak supir ngga sendirian, melainkan dibantu orang lain. Tapi, melihat taksi dengan Pak supir dan kernetnya ~yang kebanyakan postur tubuhnya kurus dan kecil~ mendorong dan menarik gerobak isi manusia, jadi hiburan tersendiri buat gue. Udah gitu kadang penumpangnya mungkin malu hati, jadi berusaha banget nutupin mukanya pake jaket, syal dll. Duhh...pengen ketawa takut kualat. Langsung terlintas di pikiran gue, mungkin kalo gue membutuhkan jasa taksinya, Pak supir musti pasang harga tinggi berhubung body gue yang tambun dan ngga ringan ini. Mungkin 5 juta sekali jalan....


Dan setelah nyaris 3 jam trekking akhirnya gue tiba di area Kawah Ijen. Tapi sebelum tiba di titik itu, guide menawarkan kalo mau lihat blue fire, gue kudu mengambil sebuah arah, yang medannya menurun, dan katanya jaraknya kira - kira 1 km lagi. Gue memilih skip, dan lanjut ke arah danau kawah aja.

 
 
 

Di titik itu, aroma belerang yang sangat kuat udah tercium. Apesnya, kayaknya gue mendapatkan masker gas yang kurang berfungsi, jadi yang ada bikin gue kehabisan nafas. Akhirnya gue memilih ngga pake masker.

Tiba di pinggiran danau kawah ijen, banyak pengunjung yang menunggu berharap kabut yang menutupi danau bergeser. Niatnya mau lihat indahnya danau kawah Ijen yang tampak hijau, seperti yang sering gue liat saat browsing sana sini. Namun setelah ditunggu beberapa saat, kabut nampaknya masih betah menyelimuti kawasan danau. 

Berhubung turis - turis asing di group gue enggan menunggu lebih lama, akhirnya group pun memutuskan mengambil arah kembali. Yahh...gue kecewa. Sengaja gue berjalan berlambat - lambat, berharap dalam sekejap kabutnya bergeser dan menghilang. Di beberapa spot lainnya emang tampak langit mulai cerah karena kabut sudah mulai bergeser. Tapi untuk area danau kawah Ijen, gue kurang beruntung, alias cuma bisa liat hamparan kabut putih tebal.

Kembali gue trekking selama sekitar 2 jam, sampai kembali tiba di pintu masuk yang gue lalui tadi subuh. Oya, gue jauh lebih menikmati perjalanan pulang sih, karna langit sudah terang dan gue bisa menikmati keindahan Ijen kemana pun mata gue memandang. Sepanjang jalan gue juga kadang berpapasan dengan penduduk yang menjual souvenir yang terbuat dari belerang. Sempat kepikiran mau beli karna unik, tapi untung ngga jadi, karena ternyata pihak bandara Banyuwangi melarang penumpang membawa belerang ke dalam pesawat.


Tiba di area parkir, peserta group lainnya sudah menunggu di dalam mobil. Mobil pun berangkat untuk mengantarkan semua peserta ke penginapan masing - masing. Sekitar jam 9.30 pagi, gue tiba kembali di Mango Tree. Gue lega banget karena ternyata trip ke Baluran baru akan dilakukan nanti siang. Saat itu mata gue terasa berat banget, ngantuk. Sepanjang perjalanan gue tertidur.

Tiba di Mango Tree, gue langsung melahap sarapan yang disediakan. Abis itu, gue pun mandi dan beristirahat sejenak sebelum jemputan menuju Baluran datang.

Kesan - kesan trip ke kawah Ijen kali ini.....trekkingnya lumayan banget, bikin ngos - ngosan. Pemandangannya luar biasa indah....tapi next time, kalau gue berkesempatan lagi ke Banyuwangi, gue lebih memilih untuk menyewa mobil aja yang akan mengantar gue sampai pintu masuk Gunung Ijen. Maksudnya supaya gue bisa lebih leluasa sampai puas menikmati indahnya Ijen, tanpa terburu waktu.