I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Saturday, January 05, 2019

Trip Semarang : Terpesona Kota Lama


30 Desember2018.

Sejak awal gue ngga punya rencana spesifik mau kemana - mana aja selama di Semarang. Gue sudah beberapa kali ke sini, dan gue bisa sering - sering ke sini lagi di lain waktu. Jadi gue piknik super santai aja selama di sini.

Tapi berhubung hari ini Minggu, dan gue harus ibadah minggu, gue pun berniat menghabiskan waktu di kawasan Kota Lama Semarang hari ini. Jam 9 pagi gue ibadah dan kebaktian di GPIB Immanuel alias Gereja Blenduk yang tua, antik dan bersejarah itu. Kelar ibadah, gue bermaksud menikmati dan berkeliling kawasan kota lama yang berada di area yang sama dengan gereja. Saat itu sedang berlangsung proyek renovasi kota lama. Gue bingung...waktu ke sini bulan Mei lalu, proyek yang sama sudah berlangsung....dan sekarang, setengah tahun kemudian, masih belum rampung juga ternyata. Untungnya kali ini kondisinya udah jauh lebih baik, karena area - area yang ditutup/diblok semakin sedikit, alias sekarang jauh lebih rapih.


Awalnya gue bersantai di Taman Sri Gunting dan Pasar Seni Padangrani (Paguyuban Pedagang Barang Seni). Gue seneng banget keluar masuk setiap kios yang ada di sepanjang pasar seni ini, karena takjub demi melihat barang - barang antik dan vintage yang ditawarkan setiap kios. Sebagian mungkin memiliki nilai seni yang tinggi, namun sebagian cukup bikin gue terpesona karena membangkitkan nostalgia dan membawa gue kembali ke jaman masih kanak - kanan dulu. Jadi, gue bisa senyam - senyum dan ketawa girang sendiri tiap kali ngeliat barang - barang jadul yang pernah gue lihat puluhan tahun silam. 



Karena gue ngga tahan rasa gerah dan panasnya di kawasan ini, dan karena mulai merasa kelaparan, gue pun bermaksud nyari makan siang dulu di Paragon Mall. Selesai makan siang, yang niat awalnya mau balik ke Kota Lama, gue batalkan karena mendadak gue pengen balik ke Imam Bonjol Hostel. Gue pengen tidur siang dulu.

Kelar puas istirahat di hostel, menjelang sore gue kembali lagi menuju kawasan Kota Lama. Selama ini, walaupun belum pernah benar - benar berkeliling dan menjelajah kawasan ini, gue berpikir Kota Lamanya Semarang 'gitu - gitu aja'. Ngga jauh beda dengan kawasan Kota Tuanya Jakarta. Tapi hari ini, penilaian gue berubah. 

Di luar dugaan, gue niat banget menjelajahi setiap jalan dan gang di kawasan ini. Setiap bangunan tua yang gue temui, membawa langkah gue semakin jauh. Gue menikmati menyusuri jalan - jalan, karena terus menemukan bangunan - bangunan tua yang bikin gue takjub dan berhenti sejenak untuk memuaskan rasa penasaran....berjalan lagi, melihat bangunan tua namun tetap kokoh dan cantik lainnya...begitu terus, sampai beberapa kali gue merasa tersesat dan ngga tau arah jalan. 

Gedung Restoran IBC
Kantor Pos Kota Lama
Gedung Keuangan Negara
Polder Air Tawang
Pabrik Rokok Praoe Lajar
Gedung Marabunta
Bank Mandiri
Asyiknya, kawasan Kota Lama tuh ngga terlalu padat pengunjung, ngga kayak di Kota Tua Jakarta yang disesaki oleh pengunjung, pedagang kaki lima dan kendaraaan, dan bikin suasananya semrawut. Kalau di sini, pengunjung lebih terpusat di Taman Sri Gunting dan sekitarnya. Jarang banget yang memilih menikmati Kota Lama dengan menyusuri jalan - jalan kecil kayak gue. Sepi....inilah suasana favorit gue.

 
 

Kalau gue haus, lapar atau perlu ke toilet, gue akan kembali ke area Taman Sri Gunting, di situ ada Indomaret (seberang Speigel Bar & Resto) di mana gue bisa berhenti dan istirahat sejenak. Puas beristirahat singkat, gue pun menjelajah kawasan Kota Lama lagi. Saking asyiknya gue menikmati Kota Lama, ngga terasa malam pun tiba. Sekitar jam 8 malam, gue pun masuk ke Spiegel Bar &  Resto untuk menikmati makan malam. 


Kelar makan malam dan mengagumi bangunan dan interior Spiegel Bar dan Resto, gue pun mengambil arah pulang kembali ke hostel. Kali ini gue gak mau naik Gojek, melainkan jalan kaki. Begitu liat google map, jaraknya sekitar 3.5 km. Sebenarnya rada - rada nekad karena gue ngga tau jalan dan juga penerangan di beberapa sudut jalan minimalis banget, alias gelap. Tapi dengan modal nekad dan nanya arah ke orang-orang, gue tiba di hostel dengan badan lengket bercucuran keringat.

Trip Semarang : Ereveld Candi

 

29 Desember 2018.

Karena pas kedatangan gue ke Semarang Mei yang lalu baru sempat mengunjungi Ereveld Kalibanteng aja, maka untuk kedatangan kali ini gue pun berniat untuk ke Ereveld Candi. Tapi awalnya sempat ragu dan pesimis, karena saat itu udah memasuki masa libur Natal dan Tahun Baru, dan gue belum menghubungi kantor OGS (Oorloch Gravenstichting) atau Yayasan Makam Kehormatan Belanda, untuk minta ijin.

Gue langsung teringat, kalo Mbak Ita, staf OGS adalah teman dari seorang teman masa kuliah dulu. Keduanya sekarang sama - sama aktif di Erasmus Training Center. Singkatnya, gue mendapatkan nomor WA Mbak Ita, dan menghubungi beliau untuk minta ijin. Ngga seperti proses minta ijin ketika gue hendak mengunjungi ereveld - ereveld lainnya sebelumnya, yang kali ini lebih unik. Sebelum akhirnya gue mengunjungi ereveld Candi, begitu banyak komunikasi baik melalui WA maupun telepon, antara gue, Mbak Ita dan Pak Vincent, pimpinan Ereveld Candi, untuk mencocokkan jadwal, karena kebetulan saat itu beliau sedang cuti. Duh...ngerepotin banget sih nih ereveld lover!

Pagi itu gue berangkat dari Imam Bonjol dengan menggunakan Gojek. Ereveld Candi beralamat di Jl. Taman Jend. Sudirman, Bendungan, Gajah Mungkur. Jalan utama menuju kawasan ini udah ngga asing lagi buat gue. Ini jalan yang gue lalui ketika hendak ke arah Ungaran dan Ambarawa. Trus, Nakamura Healing Touch, tempat pijat alami favorit gue (padahal baru sekali kesitu), lokasinya juga gak jauh dari sini. Tiba di sana, gue langsung menelepon Pak Vincent, yang ternyata sedang asyik bekerja merawat tanaman yang ada di ereveld. Pak Vincent pun mengajak berkeliling.

Ereveld Candi dibangun tahun 1946. Di sini terdapat lebih dari 1000 makam. Mereka yang dimakamkan di sini adalah para prajurit Belanda yang wafat selama masa perang kemerdekaan Indonesia dan juga masa Perang Dunia II. Areanya menurut gue ngga terlalu luas, bahkan yang terkecil dibandingkan ereveld lainnya yang pernah gue kunjungi. Bentuk susunan penempatan makamnya unik, karena sebagian besar melingkar dan tersusun bertingkat seperti terasering gitu.


Di sini terdapat 2 (dua) buah monumen. Yang pertama, sebuah monumen berbentuk salib besar terletak di tengah - tengah ereveld. Di monumen itu terdapat sebuah tulisan : 'Voor Veiligheid en Recht' yang artinya Demi Keamanan dan Keadilan. Yang satu lagi di tiang bendera, terdapat monumen bertuliskan : Untuk Mengenang Dengan Hormat Mereka yang Tak Disebut Tetapi Telah Mengorbankan Dirinya dan Tidak Beristirahat di Taman - Taman Kehormatan. 


Seperti biasa, setelah berkeliling ditemani oleh pimpinan ereveld, gue akan minta ijin untuk berkeliling sendirian. Ini kesukaan gue tiap ke ereveld, menikmati dan mengagumi setiap sudut ereveld dalam keheningan. Selain itu, karena gue ngga mau menyita waktu Pak Vincent terlalu lama, karena beliau sedang bekerja.

Ketika sudah cukup puas berkeliling ereveld, dan karena udah cukup gosong kulit gue terbakar matahari siang itu, gue pun pamit ke Pak Vincent dan meninggalkan ereveld. 

Kunjungan kali ini membuat gue kembali teringat, betapa welcome-nya yayasan OGS untuk mempersilahkan siapapun, masyarakat umum untuk mengunjungi ereveld - ereveld yang ada di seluruh Indonesia. Selain itu, perasaan kagum atas dedikasi dan penghormatan dan penghargaan yang diberikan oleh pihak pemerintah Belanda melalui yayasan untuk merawat pemakaman yang merupakan tempat peristirahatan terakhir para tentara mereka yang wafat di medan perang.

Thursday, January 03, 2019

Trip Semarang : Ngerasain Jadi 'Artis' Khong Guan



28 Desember 2018.

Lagi - lagi ke Semarang. Kali ini gue pengen menghabiskan liburan akhir tahun 2018 di Semarang. Semarang mulu...ga bosan apa ? Belummm....padahal baru Mei 2018 yang lalu gue ke sini. Tapi tiap kali memikirkan kemana mau melewatkan liburan singkat sendirian, yang terlintas langsung Semarang, kota favorit gue.

Gue naik kereta ekonomi Tawang Jaya dari Stasiun Senen, keberangkatan tanggal 27 Desember jam 11 malam. Mungkin karena beli tiketnya mendadak, dan cuma dapat sisa - sisa, kali ini tempat duduk di dalam kereta yang gue dapatkan penuh cobaan banget. Gue duduk di nomor 23, yang artinya bangku paling belakang, sebelah toilet (yang by default baunya pesing sepanjang waktu), dan sebelah pintu penghubung antara kereta. Bisa terbayang 7 jam yang harus gue lalui....dipenuhi dengan aroma toilet, dan berisiknya antara bunyi pintu dibuka - ditutup oleh para penumpang dan petugas yang lalu lalang, dan bunyi bising mesin yang terdengar jelas karena posisi duduknya di penghubung antar kereta. Alamakjan....! Tapi gue nikmatin aja, itung-itung pengalaman kayak gini bikin gue jadi bekpeker gembel yang makin tangguh. Toh, semalaman gue bisa tertidur pulas...walaupun sesekali terbangun karena kaget denger suara pintu geser yang ditutup dan dibuka kayak dibanting gitu. Duh!

Tiba di Stasiun Poncol Semarang, gue naik Gojek ke Imam Bonjol Hostel, langganan tempat gue menginap setiap kali ke kota ini. Karena gue sudah booking dan membayar via aplikasi Tiket.com, jadilah proses check in - nya sangat singkat. Gue pun mandi dan istirahat sejenak.

Pagi itu mestinya gue ke Ereveld Candi. Tapi ternyata harus ditunda karena Pak Vincent, pimpinan ereveld menelepon dan mengabarkan bahwa beliau masih dalam perjalanan dari Yogyakarta. Jadilah jadwal berkunjung ke sana digeser ke besok.

Lalu hari ini gue kemana ? Sekonyong - konyong gue teringat keinginan lama pengen ke pabrik biskuit Nissin yang berada di Ungaran. Pabrik ini sering banget gue lewati, misalnya ketika dalam perjalanan ke Ambarawa atau ke Pagoda Watugong. Pabrik ini beralamat lengkap di Jalan Raya Semarang - Salatiga. Tapi gue belum sempat mampir, karena enggan naik - turun bus, dan nunggu busnya yang biasanya bakal lama. Pabriknya mudah dikenali...karena sepanjang pabrik ada 'kaleng biskuit raksasa' dari produk - produk Nissin yang paling legendaris, yang berdiri di pinggir jalan. Oya, lebih spesifik tujuan ke sini adalah ke Nissin Emporium & Cafe dan museumnya. 

Untuk kesini, mula - mula gue naik Gojek ke Stasiun Poncol. Dari stasiun Poncol gue naik bus 3/4 (elf) jurusan Semarang - Salatiga, ongkosnya Rp. 10,000 saja. Gue baru tau ternyata bus ini arahnya ke Ambarawa juga, setelah dikasih tau oleh seorang tukang ojek. Pikiran gue yang polos dan lugu ini taunya cuma bus Putra Palagan doang yang ke arah sana. Dan gue sudah hampir mengering dan menggosong nungguin busnya yang ngga kunjung nongol.


Tiba di Nissin Emporium, gue langsung menuju museumnya yang berada di belakang, dekat area pabriknya. Untuk masuk ke sini gratis. Museum terdiri dari 2 lantai, dan ada 1 lantai paling atas lagi yang ternyata cafe (juga), tapi sore itu ketika gue tiba di sana sekitar jam 2 siang, udah bersiap - siap mau tutup.

Museumnya kecil, tapi menarik. Isinya mulai dari mesin - mesin yang pernah digunakan di pabrik Nissin, juga informasi mengenai proses pembuatan biskuit dan bahan - bahannya, dan sebagian produk - produk Nissin yang legendaris yang di-display dengan menarik. Yang menarik lagi, di sini disediakan spot - spot foto yang keren, yang backgroundnya ngga lain dan ngga bukan, ya produknya Nissin. 

 
 
 

Spot foto yang paling gue cari adalah foto kaleng biskuit Khong Guan, berupa photobox gitu. Thanks God, ketika gue tiba di sini, ada beberapa pengunjung lainnya, jadi gue bisa minta tolong untuk difotoin, karena ngga mungkin selfie juga. Ceklek....ceklek....! Akhirnya keinginan gue untuk jadi...ehmm...'artis', bintang sampul gadungan kaleng Khong Guan terwujud sudah ! Kaleng Khong Guan kan fenomenal banget, dengan sosok seorang ibu dan kedua anaknya di meja makan sedang menikmati sajian biskuit. Kayaknya cuma biskuit ini yang perkara kalengnya aja jadi bahan pembicaraan dan guyonan hangat sepanjang masa. Mulai dari....kenapa ngga ada ayah di kaleng Khong Guan...atau....kaleng Khong Guan isi rengginang....Belum lagi soal isinya...gue inget banget, jaman dulu waktu kecil, tiap kali buka kaleng Khong Guan bareng keluarga, selalu terjadi perebutan wafer coklat berbungkus plastik yang biasanya ada di lapisan paling atas. Pokoknya kaleng Khong Guan tuh punya seribu cerita dan meninggalkan sejuta kesan deh!

Puas berkeliling museum, gue pun menuju Nissin Emporium & Cafe. Gue langsung menanyakan ke staf cafe menu apa yang paling direkomendasikan di sana. Katanya ada 2 : Iga bakar pedas dan udon goreng. Kebetulan belum makan siang, gue pun memesan iga bakar pedas dan nasi. Rasa dan penyajiannya enak dan menarik. Soal harga, standard dan masih wajar. Seinget gue iga bakar plus nasi harganya Rp. 70,000.-


Menjelang sore gue meninggalkan cafe, menuju showroom Nissin, yaitu tempat penjualan berbagai macam produk - produk Nissin. Bahkan produk - produk yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Gue membeli beberapa produk sebagai oleh - oleh buat Mamak. Langsung terbayang, pasti begitu melihat oleh - oleh gue kali ini Mamak langsung mikir, "Bah...Jauh - jauh kau dari Semarang, repot kali kau bawain biskuit Nissin ?? Bukannya ada itu di Jakarta ? Pabriknya pun ada di Jalan Raya Bogor..." 


Setelah puas mewujudkan rasa penasaran gue selama ini akan pabrik dan juga cafe serta museum Nissin, gue pun kembali ke Semarang.