I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Sunday, May 07, 2017

Berkelana Ke Puncak Lalana


6 Mei 2017. 
Gue ama Ony kembali ke Ciampea. Belakangan ini gue berdua emang hobi banget ke sini. Meskipun lumayan jauh dari Sawangan Depok, tapi berhubung penasaran untuk mengeksplorasi keindahan dan pesonanya, hampir tiap Sabtu gue ke sini. 

Kedatangan kali ini demi mencapai Puncak Lalana. Gue dan Ony meninggalkan rumah agak siangan, sekitar jam 12 an. Paginya kelar jogging pagi, gue milih lanjut tidur lagi. Setelah sempat mampir di Ampera buat makan siang, perjalanan dilanjut ke arah Parung, masih dengan rute favorit, arah Ciampea dari pertigaan Rumpin. Di tengah jalan hujan turun sederas - derasnya. Untungnya ngga berapa lama kemudian, mendekati Ciampea hujan reda, bahkan langit cerah. 

Pas tiba di jalan raya arah Leuwiliang, hujan turun lagi. Yaaaah...niat ke Puncak Lalana nyaris pupus. Gue males ngebayangin trekking menuju Puncak Galau seperti 2 minggu lalu, pas hujan. Alamakjaaann....repotnya dan capenya bukan main! Tapi berhubung hujannya ngga terlalu deras, gue dan Ony memilih nunggu beberapa saat, di SPBU Cibungbulan. Ternyata ngga lama kemudian hujan reda...yesss !...gue pun lanjut ke Pos 1 Puncak Galau.

Sebenarnya sejak tadi pagi gue udah kontak Usep, ranger yang nemenin pas ke Puncak Galau. Ternyata sore ini dia udah meninggalkan lokasi. Ranger lainnya, Yadi, menawarkan diri untuk mengantar. Awalnya gue ama Ony ngga yakin gitu...Yadi tuh masih bocah banget, anak kecil. Okelah dia ngerti jalan menuju Puncak Lalana....tapi selain itu gue butuh seseorang buat bantuin perjuangan gue trekking. Dan bocah ini terlalu mungil untuk harus menarik tangan dan menahan beban tubuh gue yang tambun ini jika diperlukan terlebih saat gue harus meniti jalan yang curam dan licin. Iseng - iseng gue nanya, "Yadi, sering ke atas ?" "Sering teh....seminggu sekali ke atas bawain sampah.." jawabnya. Ooppss...gue jadi ngerasa malu sendiri karena udah nyepelein kemampuan si ranger cilik ini.

Meskipun masih tetap ragu, gue dan Ony tetap melanjutkan perjalanan. Ragunya pertama karna saat itu udah terlalu sore untuk naik ke Puncak Galau. Alasan kedua, karena kali ini ditemani si ranger cilik, bukan Usep yang di mata gue udah berpengalaman banget.

Karena baru disiram hujan, tanah yang harus gue lalui licin dan lengket. Baru beberapa meter, tanah yang basah dan lengket udah menempel sempurna di sendal yang gue gunakan. Kondisinya ngga jadi lebih ringan dibanding pas ke Puncak Galau kalau gini. Seperti biasa, trekking gue lalui dengan penuh perjuangan, nafas ngos-ngosan, tenaga nyaris abis, dan keringat bercucuran kayak lagi mandi. Tapi, di luar dugaan gue, si ranger cilik, Yadi, gesit dan membantu banget !



Akhirnya tiba di Puncak Galau! Secara waktu, kayaknya kali ini lebih cepat. Kalau dari cape atau ngganya, sama ajalah! Mungkin setelah 50 kali ke sini baru deh gue terbiasa dan bisa bilang perjalanannya tuh ringan.

Berhubung hari sudah sore ~maklum, tadi mulai trekking aja sekitar jam 4 sore~ dari Puncak Galau, Yadi, gue dan Ony langsung menuju Puncak Lalana. Menurut Yadi, perjalanannya sekitar 10-15 menit lagi, dan medannya ngga seberat ketika menuju Puncak Galau tadi. Gue girang. Berhubung saat itu mulai gerimis, gue pun menggunakan jas hujan seadanya.

Ternyata meskipun bukan jalan terjal yang dilalui, medannya ngga mudah juga sih. Selain harus melalui hutan nan rimbun, juga bebatuan karang berukuran besar, yang kadang sempit, kadang terjal, kadang licin...Sampai sekarang gue masih bingung dan penasaran, kenapa di atas gunung begini kok ada bebatuan kayak karang begini. 


Akhirnya gue tiba di lokasi yang dinamakan Karang Gantung. Tempatnya keren...kalo bahasa alay bisa disebut 'instagramable', mungkin. Pemandangannya indah banget dilihat dari atas sini. Dan udaranya segar dan sejuk banget. Yadi, si ranger cilik, dengan gesit menjalankan perannya sebagai fotografer dan penata gaya. Walaupun belum puas di situ, tapi perjalanan harus dilanjutkan, ke Puncak Lalana, yang jaraknya cuma beberapa meter dari situ. Dan, eng..ing...eng....Puncak Lalana pun di depan mata...awesome !




Di Puncak Lalana tersedia sebuah balai yang terbuat dari bambu. Jika duduk-duduk santai di situ, sambil menikmati view yang indah terhampar sejauh mata memandang, ditambah angin sepoi - sepoi, rasanya ogah pulang. Damai dan tenang banget. Apalagi saat itu ngga ada pengunjung lain di Puncak Galau maupun Puncak Lalana. Jadi, Puncak Lalana serasa milik bertiga ajah!

Sayangnya, lagi - lagi karena hari menjelang gelap, Yadi pun mengajak untuk segera kembali ke Pos 1 Puncak Galau. Kali ini Yadi menawarkan untuk pulang menggunakan jalur Puncak Lalana, artinya, bukan dengan jalur yang sama ketika menuju Puncak Galau tadi. Seinget gue, sebelumnya Usep pernah bilang kalau jalur Puncak Lalana tuh terlalu berat, berlumpur segala, ngga cocok buat perempuan. 

Alasan Yadi, pulang melalui jalur Puncak Lalana akan lebih cepat, meskipun medannya memang lebih berat. Pertimbangan masalah waktu ini diambil karena saat itu langit sudah gelap. Untuk meyakinkan gue dan Ony, Yadi sampe wanti - wanti berjanji akan membantu gue melalui jalur trekkingnya. Gue nurut aja ama si bocah ini.

Benar aja, medan jalur Puncak Lalana ngga pernah terbayangkan di pikiran gue sebelumnya. Beberapa titik yang harus dilalui tuh udah ngga bisa dibilang terjal atau curam lagi, melainkan udah tegak lurus. Jadilah gue harus kayak orang panjat tebing aja, meraih batuan atau akar pohon apapun yang bisa gue genggam, sementara di bawah, Yadi dengan sabar ngasih petunjuk kemana kaki gue yang mana harus berpijak....Kaki kiri ke sini, teh...kaki kanannya ke sana...Awalnya gue ngga pernah menyangka jalur yang ditunjukkan Yadi bisa gue lalui. Tapi dengan bantuan moril dan tenaga dari Yadi dan Ony, ajaibnya gue bisa. Hal lainnya yang memotivasi gue untuk berjuang melalui jalur yang menantang itu adalah karena gue berada di tengah hutan antah berantah yang asing dan gelap dan pengen segera keluar dari sini. Saat itu untuk penerangan, kami bertiga mengandalkan cahaya seadanya dan senter. Yadi pake senter kepala, sedangkan Ony pake senter batu akik andalannya. Yaellaahh !

Akhirnya kami bertiga pun tiba di Pos Puncak Lalana. Legaaaaaaaa...! Begitu melewati gerbang masuk jalur Puncak Lalana, hujan lebat mendadak turun. Thanks God! Ngga kebayang kalau gue harus melalui jalur tadi yang udah cukup berat, ditambah hujan deras kayak gini. Gue dan Ony sempat beristirahat sejenak dan bersih - bersih di Pos Puncak Lalana. Saat itu seluruh tangan, kaki hingga betis, baju dan celana gue udah penuh dengan tanah. Penampilan gue nyaris kayak pekerja galian gitu. Setelah itu perjalanan dilanjut ke Pos 1 Puncak Galau, dan pulang ke rumah. 

So, malam minggu gue dan Ony kali ini diisi dengan kegiatan yang menantang dan seru abis. Plusnya, kali ini ditemani oleh ranger cilik, Yadi, yang super gesit dan kuat, di luar perkiraan gue. Bocah kelas 2 SMP ini bikin gue kagum dengan ketangguhannya bukan hanya tenaganya yang kuat yang bikin dia tampak ngga kesulitan sama sekali selama trekking, dan juga karena dia berhasil jadi pemandu yang sangat bisa diandalkan untuk gue dan Ony selama perjalanan tadi.

Akhirnyaaaa....setelah Bukit Roti, Puncak Galau dan kali ini Puncak Lalana, artinya gue dan Ony udah berkesempatan mengunjungi puncak - puncak pendakian di Gunung Kapur Ciampea ini, yang telah dibuka untuk umum. Gunung Kapur Ciampea, meskipun ngga tinggi - tinggi amat, menyimpan segudang daya tarik yang bikin gue dan Ony pengen balik lagi dan lagi. 

Thanks untuk Yadi dan Usep yang udah jadi teman perjalanan yang menyenangkan. Sampai jumpa di trip - trip lainnya!

Thursday, May 04, 2017

Naik - Naik Ke Puncak Galau


Gue tahu infonya dari sesama pengunjung Bukit Roti, Gunung Kapur Ciampea. Pas pertama kali dengar langsung ilfil gitu...Puncak Galau...alay banget! Jadi agak bikin males, yang terbayang, pasti lokasi favorit alay - alay yang repot narsis sana - sini gitu. Tapi berhubung gue penasaran untuk mengunjungi bukit atau puncak yang ada di Gunung Kapur Ciampea, jadilah gue jalan lagi ke negeri Ciampea.

Untuk menuju ke sini, arahnya sama dengan ke Bukit Roti, melalui jalan raya utama Leuwiliang. Bedanya, kali ini patokannya adalah sekolah Pandu II, kalo ngga salah...posisi jalan masuknya tepat di seberang sekolah ini. Setelah masuk jalan, lumayan jauh, gue melihat pos penjualan karcis masuk.

Di situ gue beli 'tiket masuk' Rp. 5,000,- per orang. Gue nanya ke penjaga pos, Usep namanya, ada berapa orang yang mengunjungi Bukit Galau saat itu. Jawabnya, ngga ada. Hahhh ??! "Jadi ngga ada orang sama sekali di sana, Mas ?" "Ngga ada, Mbak...""Trus saya ke sana gimana, ada petunjuknya ngga ?" "Saya antar sampai Pos 2, Mbak."

Gue, Ony dan Usep pun mulai berjalan. Mula - mula melewati hutan jati. Sejak tiba di Ciampea, hujan mulai mengguyur, jadi perjalanan lumayan menantang. Setelah hutan jati, gue pun tiba di Pos 2. Gue membujuk Usep untuk mengantar gue dan Ony sampai Puncak Galau. Abis ngga kebayang deh memasuki area ini tanpa guide. Hujan pula ! Untungnya Usep ngga nolak. Yesss !
 


Setelah Pos 2, yang ada adalah jalan licin karena hujan, berbatu dan terjal ! Di sini rasanya semua tenaga gue terkuras abis - abisan. Keterlaluan capenya ! Sekujur badan gue sampe basah...antara kena guyur hujan, juga karena keringetan. 

Dibandingkan dengan Bukit Roti, menurut gue di sini belum tersedia jalur trekking-nya. Sebenarnya pihak mengelola menyediakan tali untuk membantu pengunjung melalui jalan setapaknya, tapi menurut Usep ada beberapa pengunjung iseng, dan memotong talinya. Gue menjadi salah satu korban yang kena imbasnya. Menggunakan tali tuh cuma mengurangi sepertiga dari kesulitan dan kelelahan gue mendaki. Tapi lumayan membantu lha, dari pada ngga ada sama sekali. 

Gue dan Ony bersyukur banget karena Usep bersedia ikut. Selain sebagai guide, dia ngebantu gue dan Ony ketika berjuang sekuat tenaga meniti jalan - jalan ajaib yang melelahkan itu. Kadang gue butuh seseorang untuk menarik tangan gue atau menahan body gue yang tambun ini. Dengan Usep di depan, dan Ony di belakang gue, sangat amat membantu banget...walaupun rasa capenya tetap aja dahsyat. 

Gue sempat nyesel karena memutuskan untuk melanjutkan perjalanan di bawah guyuran hujan kayak gini. Waktu gue menuju Bukit Roti, cuaca lagi cerah bersahabat banget. Dan jalan terjal yang gue lalui juga ngga sepanjang ini. Beda banget ama yang ini...Tapi gue langsung menyingkirkan perasaan itu. Sempat terbersit juga pikiran, kalau gue pingsan, gimana ceritanyaaaa...??! Tapi, demi melihat kondisi jalan licin dan terjal ini, rasanya kasihan ama Ony dan Usep kalau hal itu sampai terjadi. Jadi, berhubung pingsan maupun pura - pura pingsan bukanlah solusi, gue pun bertekad bulat untuk menyelesaikan perjalanan. 

Akhirnya gue, Ony dan Usep tiba di Puncak Galau. Yeaayyy! Di atas sini, areanya ngga luas - luas banget. Tapi pemandangannya segaarrrr, hijau, dan keren. Dingin ? Iyalah, hujannya belum berhenti sih...makin deras malah ! Tapi gue ama Ony cuek aja meskipun baju sekalipun udah nyaris basah semua. 

Selain menikmati pemandangan di Puncak Galau, Usep juga menunjukkan spot lainnya, yaitu area yang biasa digunakan untuk camping, juga Tebing Gimin. Dari Tebing Gimin pemandangannya lebih seru dan indah lagi. Gue bisa dengan jelas hutan jati dan yang lainnya gue musti gue lalui dengan penuh perjuangan tadi. 
 
 

Setelah puas berada di area Puncak Galau, dan mengingat hujan makin deras, gue, Ony dan Usep pun mengambil arah pulang. Gue selalu merasa 'perjalanan pulang' selalu lebih ringan dibanding ketika datang. Ternyata gue salah total. Mungkin rasanya justru lebih cape menuruni jalan terjal, dengan kondisinya yang semakin licin dan tergenang air. Benar aja...seingat gue, gue sampai dua kali terjatuh, karena terpeleset dan kelelahan, sampai - sampai ngga sanggup menahan beban body sendiri. Ketika kelelahan sudah memuncak, gue akan dengan pasrah terduduk diam di atas bebatuan atau tanah apapun yang bisa menahan tubuh gue, sekedar untuk beristirahat sejenak. Jadilah hampir seluruh baju, celana dan tas ransel gue menjadi super kotor. Biarin...

Akhirnya dari kejauhan gue melihat Pos 2....lalu hutan jati lagi. Thanks God ! Dengan badan dan baju basah dan muka dekil kelelahan, gue melangkah girang menuju Pos 1, tempat penjualan tiket tadi. 

Overall, ini perjalanan berkesan, seru dan menyenangkan banget. Maklumlah, gue kan bukan 'anak gunung' yang biasa mendaki gunung dengan ketinggian ribuan mdpl. Modal gue ama Ony hari ini hanya tekad, semangat dan stamina minimalis. Dan berhasil! Senangnya....

Oya, tadi waktu di Puncak Galau, tanpa ditanya Usep sempat jelasin alasannya diberi nama 'Puncak Galau'. Begini ceritanya...ketika rute ke puncak ini dibuka pertama kali, pengunjung pun berdatangan. Salah satunya adalah sepasang kekasih. Keduanya trekking mencapai puncak...(entah apa namanya saat itu sebelum dinamakan 'Galau'). Namun entah kenapa, begitu turun dari puncak, keduanya bertengkar karena sesuatu hal, hingga lalu putus. Naaaahh, itulah asal mulanya mengapa pihak pengelola menamakannya Puncak Galau. That's all folk....

Terlepas dari cerita lebay yang melatarbelakangi namanya yang super alay, Puncak Galau ini keren banget untuk lokasi refreshing dan kabur dari kejenuhan Jakarta sejenak, seperti yang selalu gue dan Ony cari. So, go there !