Sejak akhir September yang lalu Bruncuz resmi memiliki rumah permanen sendiri. Ini adalah salah satu wujud keinginan gue untuk menyediakan tempat hidup yang lebih nyaman buat Bruncuz. Istimewanya, rumah Bruncuz berhasil dibangun atas kerja keras Mama dan Bapak.
Ide pembangunan rumah ini berawal karena kekhawatiran gue dengan kondisi rumah Bruncuz sebelumnya yang super alakadar di halaman belakang. Bruncuz memang ngga boleh masuk dan tidur di dalam rumah keluarga, namun gue tetap ingin Bruncuz punya teritori sendiri, dimana dia bisa mendapatkan kenyamanan ala rumah, di sepanjang siang dan malamnya. Ide ini sempat terpikir beberapa bulan yang lalu, hanya saja saat itu bagi gue mustahil untuk mewujudkannya karena terbentur ijin dari Mama.
Mama memang tidak menyukai anjing. Namun belakangan Mama banyak mengalah berkompromi, karena menyadari bahwa anjing adalah sahabat yang penting dalam hidup gue. Terlebih belakangan ini, dimana hari - hari gue dipenuhi dengan stres dan tekanan terutama dari pekerjaan. Mama tahu, Bruncuz banyak membantu dalam proses gue melepaskan diri dari stres. Rutinitas yang gue lakukan dengan Bruncuz banyak membantu gue agar relaks dan santai.
Setiap pagi dan sepulang kantor, gue akan menghabiskan beberapa saat di halaman belakang, bersama Bruncuz. Yang paling istimewa dari seekor sahabat anjing adalah betapa penat dan stresnya gue, dia takkan pernah bertanya, dan akan menunjukkan support dan perhatiannya dengan caranya sendiri.
Karena waktu gue banyak dihabiskan di halaman belakang, dan karena Bruncuz adalah sahabat istimewa gue, Mama mengijinkan saat gue meminta dibuatkan rumah permanen untuk Bruncuz berukuran 1.5 x 1.5 meter. Di luar dugaan, Mama justru rela repot dan aktif untuk mengawasi pembangunan rumah Bruncuz dari awal hingga penyelesaiannya. Mulai dari mencari tukang, memilihkan bahan bangunan, dan menentukan model dan ukuran rumah. Ngga jarang gue lihat Mama dan Bapak berdiskusi serius mengenai proyek rumah Bruncuz ini. Kadang mereka bersilang pendapat misalnya mengenai bentuk pintu rumahnya, atau tipe keramik yang dipakai, atau lokasi rumah itu sendiri. Mama dan Bapak bagaikan manager proyek dengan tugas masing - masing, Mama yang mengatur segala sesuatunya, dan Bapak yang lebih bertanggung jawab di proses pengerjaannya bersama tukang.
Suatu hari, saat keempat tembok rumah sudah terbangun, Mama kecewa bukan main melihat pintu rumahnya yang menurutnya menjadikan rumah menjadi seperti kuburan. Mama kesal karena pembuatan pintunya dilakukan saat Mama tidur siang, dengan kata lain, lolos dari pengamatannnya, dan hasilnya mengecewakan. Keesokan harinya, bentuk dan ukuran pintu sudah berubah. Mama yang terkejut melihatnya, puas dan senang dengan perubahan itu. Ternyata semalaman Bapak bekerja keras sendirian untuk mengubah bentuk pintu supaya sesuai dengan rencana Mama. Dedikasi Mama dan Bapak untuk mewujudkan istana untuk Bruncuz sungguh luar biasa.
Setelah seminggu, rumah Bruncuz pun berdiri dengan megah dan indahnya. Rasa senang gue bercampur dengan rasa haru, begitu melihat rumah yang jauh lebih indah dari yang gue bayangkan dan rencanakan.
Rumah Bruncuz yang megah itu adalah simbol rasa sayang Mama dan Bapak. Mereka mengenyampingkan rasa tidak sukanya terhadap anjing, dan berbalik mendukung gue untuk mewujudkan rasa sayang pada anjing. Dengan caranya yang unik mereka menyatakan bahwa apapun yang membuat gue bahagia, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk mengejar dan memberikannya. Walaupun mereka kesal setiap kali melihat gue berinteraksi terlalu akrab dengan Bruncuz, namun mereka justru berusaha untuk membuat tempat bermain gue dan Bruncuz senyaman mungkin.
Dan untuk Bruncuz sendiri, rumah ini adalah istana yang menyediakan kenyamanan dan kehangatan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sekarang gue ngga khawatir lagi dengan kondisinya sehari - hari, karena gue tahu Bruncuz sudah memiliki tempat perlindungan yang kokoh. Terima kasih Mama dan Bapak.
No comments :
Post a Comment