29 Oktober 2013. Gue kembali ke RS. Harapan Bunda untuk mendapatkan vaksinasi HPV tahap kedua. Kalau menurut anjuran Rumah Sakit, seharusnya gue kembali kemarin, 28 Oktober 2013. Tapi berhubung gue sempat lupa dan ditambah dengan jadwal dr. Rina Fajarwati yang lebih pas dengan jam pulang kantor, maka gue pilih hari Selasa, 29 Oktober 2013.
Kali ini gue santai melakukannya. Gue berangkat dari kantor menerobos hujan badai dengan naik mikrolet disambung dengan taksi, demi tiba di RS. Harapan Bunda. Sebelum berangkat gue sempat menelepon ke sana dan ternyata bisa mendaftar sekalian. Jadilah gue ada di daftar tunggu nomor 2.
Selain itu, langkah gue lebih mantap lagi karena sekarang perusahaan tempat gue bekerja sudah menyatakan bersedia untuk menanggung biaya vaksinasi HPV ini. Walaupun disertai dengan berbagai persyaratan, namun tetap saja ini berita gembira.
Seperti proses sebelumnya, vaksinasinya berlangsung kilat. Gue lebih tenang saat dr. Rina menyuntikkan cairan vaksinnya, tanpa perlu memeluk lengannya erat - erat. Setelah itu gue menuju meja kasir untuk menyelesaikan administrasi pembayaran. Rincian biayanya : Rp. 160,000 (konsultasi dokter spesialis) ditambah Rp. 700,000 (biaya vaksinasi). Total Rp. 860,000. Gue kumpulkan semua dokumen pembayaran tersebut untuk keperluan klaim ke perusahaan.
Kemungkinan, kalau klaim ini dikabulkan oleh perusahaan, gue adalah karyawan pertama yang menggunakan benefit ini. Namun, jika pada akhirnya nanti mungkin karena kurang memenuhi syarat maka klaim gue tak terbayar, ini pun sudah gue antisipasi.
Saat gue mantap untuk memulai tahapan vaksinasi ini, gue sudah sadar konsekuensinya, lebih tepatnya, biaya tidak sedikit yang harus gue keluarkan. Ini adalah satu kebutuhan yang termasuk kritikal, namun cukup menguras kantong. Dan kehadirannya di antara kebutuhan - kebutuhan lainnya seperti cicilan rumah, bantuan bulanan untuk Mama, arisan, cicilan logam mulia, kewajiban menabung, dan pos - pos lainnya, semakin menambah semarak dan berat beban keuangan gue. Dengan demikian, ada hal yang perlu gue korbankan. Salah satunya, harus menahan hasrat traveling sementara waktu.
Tapi setidaknya gue puas karena sudah melakukan apa yang menurut prinsip gue perlu dilakukan dan didahulukan. Masalah kesehatan harus di urutan pertama. Kemarin saat di Rumah Sakit, seorang sahabat yang mengetahui bahwa gue melakukan vaksinasi HPV ini kebetulan menelepon dan dengan santai bilang, "Mahal amat ah....Gue nanti - nanti aja deh...kalau udah nikah. Biar suami gue aja nanti yang bayarin." Gue cuma tertawa dan dalam hati bersyukur, "Untung Nyonya Sitanggang mendidik dan membesarkan gue untuk menjadi perempuan mandiri. Untuk apa gue menunggu sampai orang lain turun tangan membiayai sesuatu yang positif bagi kesehatan gue, di saat gue sendiri pun diberikan berkah dan rejeki dari Tuhan untuk bisa melakukannya sendiri.
Sampai jumpa, vaksinasi tahap ketiga tahun depan !
No comments :
Post a Comment