I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, September 05, 2014

Jejak Sejarah di Ereveld Leuwigajah

Hobi unik mengunjungi pemakaman - pemakaman tua dan/atau bersejarah membawa gue sampai ke Cimahi. Ini adalah salah satu momen dimana rasa penasaran memberi gue dorongan dan semangat bahkan meski gue harus melangkah sedikit jauh dari sewajarnya....hanya untuk mengunjungi sesuatu yang menurut orang lain mungkin sepele. 

Buat gue pribadi, ini menyenangkan, dan jika memungkinkan, gue akan berkunjung ke semua ereveld yang ada di negeri ini. Alasannya sederhana, yaitu karena setiap ereveld menyimpan sejarah dan cerita tersendiri yang sangat menarik. Bukan cerita dongeng atau legenda, melainkan fakta yang tak terlepaskan dari sejarah negeri ini, yang belum pernah gue dengar dan tahu sebelumnya.

Persiapan awal perjalanan dimulai dengan menghubungi Yayasan Oorlogsgraven Stichting terlebih dahulu. Ibu Ita, staff yayasan, sampai hapal nama gue...."Ini Cherry yang waktu itu ke Menteng Pulo kan ?" Seperti biasa beliau menerima telepon gue dengan sangat ramah dan dengan segera mempersilahkan gue jika hendak ke Ereveld Leuwigajah, Cimahi. Gue pun mencari tiket kereta api Argo Parahyangan tujuan Gambir - Cimahi.

Tanpa perlu persiapan lama, tanggal 31 Agustus pun gue berangkat ke Cimahi. Tiba di Stasiun Cimahi, gue lanjut naik angkutan warna biru muda tujuan....gue lupa rute resminya, tapi cukup dengan bilang mau ke "Kerkhof" Pak Supir langsung manggut - manggut. "Kerkhof" dalam bahasa Belanda artinya pemakaman. Di kawasan yang dimaksud memang terdapat Taman Pemakaman Umum (TPU) Leuwigajah. Dan Ereveld letaknya di dalam area makam Kristen.

Begitu memasuki area TPU terlebih saat mendekat ke gerbang ereveld pemandangan kontras jelas terlihat. TPU yang padat dan agak kurang terawat hanya terpisahkan oleh pagar kokoh ereveld yang areanya hijau, rapi dan asri.

Kedatangan gue dan Ony disambut oleh Pak Franky, penanggung jawab ereveld. Dan seperti yang gue temui di ereveld manapun yang sudah gue kunjungi, Pak Franky menerima kedatangan gue dengan ramah dan bersahabat. Beliau tanpa segan dan lelah bercerita mengenai sejarah ereveld ini, bahkan memandu gue dan Ony berkeliling ereveld.

Ereveld Leuwigajah memiliki keindahan tersendiri. Begitu memasuki gerbangnya, bukan hanya susunan nisan tersusun rapi yang terhampar, melainkan pengunjung juga seakan - akan disambut dengan pemandangan Gunung Gajah yang bagai lukisan indah yang melatarbelakangi lahan pemakaman. 

Ereveld Leuwigajah memang kalah luas dibandingkan Ereveld Menteng Pulo, namun secara jumlah korban yang dimakamkan di sini adalah yang terbanyak, yaitu sekitar 5,000an korban. Mereka adalah para korban baik dari sipil, maupun para tentara KNIL dan keluarganya yang tewas selama masa pendudukan Jepang di Indonesia.



Mengingat areanya yang tidak terlalu luas jadilah di ereveld ini tidak ada pemisahan makam berdasarkan agama, seperti yang terdapat di ereveld lainnya. Maka di sini lazim terlihat simbol - simbol nisan yang menunjukkan agama masing - masing 'penghuninya', berada dalam dalam satu vak (blok), baik Kristen, Islam, Buddha, maupun Yahudi. Ada juga vak dimana korban anak - anak berada di area yang sama dengan dewasa.

Ketika berkeliling area ereveld, gue berkesempatan melihat para staff ereveld sedang tekun bekerja di bengkel, membuat nisan - nisan baru. Dimulai dari proses mencetak nisan, pengecatan dan membubuhkan tulisan pada nisan tersebut. Hari ini gue menyaksikan sekelompok orang dengan profesi yang menurut gue 'ngga biasa', yaitu pembuat nisan. Namun yang mengagumkan adalah betapa mereka bekerja dengan demikian tekun dan asyiknya, dan pada akhirnya di mata gue mereka bagaikan sekelompok seniman yang menghasilkan karya yang indah. Dan hasil kerja keras dan ketekunan mereka terhampar di lahan hijau ereveld Leuwigajah ini.

Monumen Junyo Maru
Selain makam, di Ereveld Leuwigajah ini juga terdapat Monumen Junyo Maru. Junyo Maru adalah tragedi kelautan paling parah yang terjadi sepanjang Perang Dunia II. Ini adalah kisah ketika kapal Jepang bernama Junyo Maru membawa sekitar 6,500 tawanan perangnya yang terdiri dari tentara Belanda, Australia, Amerika Serikat dan Inggris, serta warga Indonesia yang akan dijadikan tenaga romusha, dari Tanjung Priuk menuju Padang.

Tujuan mereka dibawa ke Padang adalah untuk melakukan kerja paksa membangun jalur kereta api Pekanbaru - Muaro Sijunjung sepanjang 220 kilometer.

Naas, di wilayah Bengkulu kapal ini ditorpedo oleh kapal selam Kerajaan Inggris, H.M.S Tradewind, tepatnya pada 18 September 1944. Dari sekian banyak penumpang kapal ini, hanya sekitar 800an korban yang selamat. Dan yang lebih naas lagi, para korban selamat ini kemudian dibawa ke Padang dan lanjut ke Pekan Baru untuk bekerja sebagai tenaga romusha dalam pembangunan jalur kereta api Pekan Baru - Muaro Sijunjung.

Monumen ini, selain untuk mengenang mereka yang tewas dalam tragedi ini, juga ditujukan untuk mengenang semua korban perang yang tewas di lautan dalam periode 1942 - 1945.

Jika mendengar atau membaca cerita sejarah yang memilukan seperti ini, pikiran gue seketika berkelana membayangkan kondisi dan suasana yang mungkin terjadi saat itu. Bagaimana kepanikan dan kegemparan menghantui setiap orang yang berada di kapal yang mungkin penuh sesak itu saat bencana datang. Bagaimana suasana ketika torpedo menewaskan ribuan nyawa penumpangnya dan menghempaskan tubuh mereka di lautan luas. Bagaimana mereka yang selamat berjuang untuk bertahan setelah kapal yang mereka tumpangi luluh lantah diserang torpedo. Ini adalah bagian yang kadang secara emosional tidak mengenakkan ketika mendengar atau membaca potongan fakta sejarah saat gue mengunjungi ereveld - ereveld seperti ini. Namun, secara keseluruhan, ini adalah pengalaman yang berharga dan menarik untuk gue.

No comments :