I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, April 17, 2020

Cerita Karantina : Kucing


Sejak mulai menjalani Work From Home tanggal 17 Maret 2020 karena kasus Covid-19, ada hal baru yang mengisi keseharian gue selama di rumah, yaitu empat ekor anak kucing yang hadir di rumah gue dengan cara misterius.

Gue sebut 'misterius' karena tiga dari empat kucing ini, muncul di teras rumah gue begitu saja, di saat mereka masih sangat kecil, gue rasa berusia beberapa minggu saja. 

Gue bukan penyuka kucing, ngga pernah pelihara kucing juga, dan bahkan selama ini gue pikir gue adalah 'anti kucing' garis keras. Gue ngga suka melihat kucing, menyentuh atau sekedar mengelus bulunya, bahkan berada di dekat kucing pun bikin gue ngga nyaman. Tapi kehadiran  empat anak - anak kucing secara mendadak dan bertahap di rumah gue, mau ngga mau bikin gue harus sedikit 'berkompromi'. 

Di awal WFH, ada seekor kucing jantan bersama anaknya yang masih sangat kecil, tiba-tiba menjadi penghuni teras rumah gue. Tentunya gue merasa terganggu, karena gue ngga rela teras gue jadi tempat tinggal permanen keduanya. Tapi karena ngga tegaan terhadap hewan, gue beberapa kali (kalo sempat) ngasih makan ke keduanya. Gue pikir, keduanya ngga bakal mendapatkan makanan dari lingkungan sekitar (tetangga). Perlahan namun pasti, si ayah kucing meninggalkan teras rumah gue, termasuk anaknya sendirian. Si ayah kucing masih kerap berkeliaran di lingkungan sekitar, sepertinya tinggal di salah satu rumah tetangga.

Di suatu pagi, saat gue membuka pintu rumah, tiba-tiba si anak kucing berwarna hitam putih ini langsung loncat masuk ke dalam rumah, tepatnya mendarat di kaki gue, sambil mengeong - ngeong dengan histerisnya. Untuk gue yang ngga pernah menyelami dunia perkucingan, gue beransumsi si anak kucing menangis karena kelaparan. Gue pun menyiapkan makanan seadanya. Si anak kucing langsung makan dengan lahap dan beringasnya.


Si hitam putih menjadi penghuni tetap teras rumah gue. Gue menyediakan makan dua kali sehari berupa nasi dan ikan lembek dan juga susu cair, dengan harapan anak kucing tersebut akan segera bertumbuh besar dan dewasa, dan akan meninggalkan rumah gue. 

Minggu berikutnya, di suatu pagi saat gue membuka pintu rumah. Dari jarak beberapa meter dari pintu rumah, gue melihat dua anak kucing yang sepertinya masih sangat kecil tanpa ditemani oleh kucing dewasa, berjalan ke arah rumah gue. Mereka tampak tertarik untuk mampir karena saat itu si kucing hitam putih sedang menikmati sarapannya. Ketika kedua anak kucing kembar ingin nimbrung, gue pun menghalau, berharap kedua bayi kucing tersebut mengerti bahwa kehadirannya tidak diharapkan (oleh gue). Karena gue ingat 'kata-kata bijak' bahwa sekali seekor kucing diberikan makan, dia ngga akan mau meninggalkan rumah atau orang yang menyediakan makan tersebut. Dan gue harus menampung tiga bayi kucing di rumah gue ? No way lhaaa ! Si kembar ini menghabiskan sepanjang harinya di teras rumah gue. Sementara gue yang sepanjang hari bekerja dari ruang tamu dan memandangi kehadiran mereka, ngga berdaya mencari cara mengusir mereka. Dan keduanya menjadi penghuni tetap teras rumah gue, bergabung dengan seniornya, si hitam putih.


Minggu berikutnya, seperti biasa, di pagi hari gue akan menyediakan makan untuk...sekarang menjadi tiga anak kucing. Setelah itu gue masuk ke ruang tamu untuk menyalakan laptop dan mulai bekerja. Menjelang jam 10 pagi, gue keluar menuju teras untuk melakukan rutinitas selama masa WFH yaitu berjemur. Setiap kali gue keluar untuk berjemur, biasanya anak - anak kucing itu akan langsung mengikuti gue dan berkumpul di sekitar gue. Kalau gue duduk menggunakan kursi kecil, ketiganya akan berkumpul di bawah kursi. Menurut gue insting kucing beda dengan anjing. Kucing ngga sensitif siapa yang menyukainya atau ngga, mereka akan datang ke siapa aja dengan sikap manjanya. 

Dan pagi itu gue kaget dengan dahsyatnya karena yang mendatangi gue bukan tiga anak kucing, melainkan empat !! Tadi pagi waktu gue memberikan makan ketiga anak kucing lainnya, gue ngga melihat keberadaan si anak kucing berwarna kuning ini. Gue heran...si kuning ini super kecil. Kemana induknya ? dari mana dia tiba - tiba muncul ? siapa yang bawa ke rumah gue ? Ngga ada jejaknya. Gue ngga ngerti dengan dunia kucing. Setahu gue, induk hewan apapun akan sangat posesif dan protektif terhadap anak yang baru dilahirkannya. Kok ini anak masih kecil bisa 'lari' dari induknya dan berkeliaran jauh dari pantauan?

Namun kali ini, gue menyikapinya dengan lebih cuek...atau lebih tepatnya, pasrah. Gue pikir, biarlah mereka tinggal di teras rumah gue, dan gue akan menyediakan makan secukupnya, dan lagi - lagi berharap dalam waktu singkat keempatnya akan berusia cukup dewasa untuk memulai petualangan hidupnya sendiri, dan meninggalkan teras rumah gue. Dan tugas gue selesai. 


Meskipun gue ngga menyukai kucing, tapi yang pasti gue ngga akan tega membiarkan anak - anak kucing tanpa induk ini menderita kelaparan. Dan karena gue terbiasa memelihara dan merawat anjing sepanjang hidup gue, gue pun akan merawat keempatnya ngga setengah - setengah. Gue harus rela mengesampingkan 'ketidaksukaan' dan 'keasingan' gue akan kucing dan dunianya, tapi yang jelas, keempat anak kucing ini harus tetap dirawat dan diberi makanan. 

Sekarang di rumah gue menyimpan stok ikan, makanan kering dan basah khusus kucing. Gue bahkan menyimpan stok obat cacing, karena seorang teman memberikan advice begitu mencurigai sepertinya salah satu atau beberapa dari kucing - kucing ini menderita cacingan. Gue menyiapkan tempat tidur empuk seadanya tempat mereka bisa berkumpul di malam hari. Gue juga menyediakan tempat minum, dan beberapa piring untuk mereka masing - masing, yang akan gue cuci bersih setiap kali selesai digunakan. Hal - hal yang ngga pernah gue sangka akan gue lakukan....terhadap kucing. 

Baru - baru ini, salah satu dari si kembar, mati. Hari itu kebetulan gue ke kantor, dan baru pulang malam hari. Hanya tiga kucing berkumpul menyambut kedatangan gue dan Ony. Meskipun sedikit khawatir tapi gue berusaha berpikir positif bahwa mungkin dia di'pinjam' tetangga untuk dijadikan 'mainan' malam itu. Kalau gue ngga di rumah, keempat kucing ini memang akan meninggalkan teras dan asyik bemain - main ke sana kemari. Sampai esok sorenya, si kembar ngga muncul, dan gue tergerak untuk mencari ke sekitar lingkungan rumah gue, tepatnya ke arah sebidang tanah kosong dengan rerumputan ngga terawat. Dalam sekejap, mata gue tertuju ke suatu titik, dan di situ gue melihat bangkai si kembar. 

Seumur - umur baru kali ini gue sedih melihat kucing mati. Beberapa minggu terakhir ini, gue berkompromi dengan ketidaksukaan gue akan kucing, dan fokus untuk menyelamatkan keempat anak kucing yang mendadak datang ke teras rumah gue, ke kehidupan gue. Gue berhasil mengubah cara berpikir, bahwa ngga penting gue suka atau tidak suka, anak - anak kucing ini tidak boleh mati kelaparan atau karena telantar. Dan itu adalah tugas gue untuk merawat mereka. Dan ketika salah satu dari mereka mati, di usia yang masih kecil seperti itu, terlebih gue ngga pernah tahu apa yang terjadi dan menimpa si kembar, rasanya usaha gue selama ini sia - sia.

Sekarang tinggal tiga anak kucing tersisa: si hitam putih, si kembar (belang) dan si kuning. Everything happens for a reason. Meskipun gue masih bertanya - tanya bagaimana anak - anak kucing ini bisa sampai di rumah gue, tapi keyakinan gue, ngga ada yang namanya 'kebetulan'. Saat ini kondisinya gue mampu untuk merawat mereka, dan di luar dugaan gue, kepedulian gue terhadap hewan ternyata cukup panjang dan lebar sampai gue bisa berkompromi 'berbagi' dengan beberapa kucing sekaligus. Semoga semua mahluk berbahagia !

No comments :