I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Wednesday, July 21, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (1)

21 Juli 2021.

2 - 3 hari terakhir bukan the best days in my life. Mungkin hari - hari yang cukup berat untuk gue dan keluarga harus lalui. Dimulai dari Senin lalu, 19 Juli 2021 ketika pagi - pagi gue mampir ke rumah Mama untuk ambil belanjaan online shop gue. Gue emang selalu menggunakan alamat rumah Mama untuk pengiriman, karena lebih mudah dicari dan akan selalu ada orang di rumah. 

Pagi itu pagar masih digembok, yang bikin gue mulai ngerasa aneh, karena saat itu sudah menjelang jam 8 pagi. Mama keluar dari rumah untuk membuka pagar, dan gue agak kaget kenapa Mama tampak pucat, dan gue langsung menanyakan kenapa seisi rumah masih pada tidur. Di dalam rumah, sambil merapihkan barang belanjaan gue, Anggi sempat bilang, seisi rumah sedang batuk, jadi sebaiknya gue jangan ke rumah dulu. Gue pun langsung pamit pulang.

Kembali ke rumah gue, gue langsung menghubungi Carol mengenai kondisi di rumah. Di situlah dimulai 'investigasi' gue berdua mengenai kondisi keluarga di rumah Mama. Begini, Mama adalah tipe orang yang kalau kita hubungi melalui telepon dan menanyakan kabarnya, akan menjawab, "Mama sehat". Itu juga yang terjadi bahkan di hari sebelumnya. Karena gue sudah melihat sendiri (gue memang sudah jarang ke rumah Mama untuk mengamankan Mama dan Bapak dari resiko penularan virus Covid-19), gue ngga percaya lagi kalau Mama bilang begitu. Setelah didesak - desak, barulah ada pengakuan bahwa Mama batuk, pusing, dan gejala - gejala ringan lainnya. Begitu juga Bapak. Siang hari, Mama dan Bapak pun langsung diantar ke Bumame TB. Simatupang untuk menjalani tes PCR. Hasilnya baru bisa keluar dalam 16 jam kemudian. 

Di hari itu, gue dan Carol sudah mengkondisikan seisi rumah Mama terpapar Covid-19, meskipun belum menerima hasil. Mulai hari itu, rumah Mama diisolasi, tidak ada yang boleh keluar. Untuk kebutuhan mereka, gue, Carol dan Tito bergantian datang untuk mengirimkan vitamin, obat, tabung oksigen, makanan, dan lainnya. 

Di malam itu gue ngga bisa tidur pulas. Hati gue ngga tenang menunggu hasil. Ketika di pagi hari mata gue sudah mulai mengantuk, Pardo menelepon, dengan suara lemah mengabarkan bahwa hasil PCR sudah keluar, Mama dan Bapak positif Covid-19. Dunia gue seakan runtuh seketika. Hal terburuk yang paling gue takuti, terlebih sejak dimulainya masa pandemi ini, terjadi. Tapi dari hari sebelumnya gue sudah mulai belajar 'menerima' the worst situation. Gue berdoa ngga ada putusnya, "Tuhan Yesus, apapun hasil tes Mama dan Bapak, berikan mereka kekuatan untuk menerimanya, dan berikan gue juga kekuatan. Gue ngga boleh down, karena kalau memang benar positif, seisi rumah Mama dipastikan positif semua. Artinya hanya ada gue, Carol, Ony, dan Tito yang bisa merawat dan memenuhi kebutuhan mereka, meskipun ngga secara langsung." 

Mulai pagi itu, gue dan Carol bergantian ke rumah. Bagian gue mengantarkan makanan (sarapan, makan siang, makan malam, buah, susu), dan kebutuhan lainnya yang sewaktu - waktu dibutuhkan. Kemarin gue bolak - balik ke rumah sekitar 5 kali. Dan setiap datang, gue menyempatkan melihat dan berbicara dengan Mama yang berada di kamarnya, melalui jendela yang tertutup dan jarak beberapa meter. Yang gue bisa lakukan cuma memberikan semangat, bersikap ceria dan menahan tangis gue di dalam hati. Mama pun menasihati supaya gue tetap kuat dan tenang, dan sempat bilang kondisi Mama pada dasarnya baik. Mama pengen keluar kamar tapi khawatir karena ada Fajar. Fajar sangat lengket sama Opung dan Omanya. Pagi itu gue sempat melihat Fajar cengeng, karena ngga bisa minta digendong Opungnya. Di saat berbalik menuju gerbang untuk pulang, air mata gue jatuh karena ngga tahan menahan sedih melihat situasi itu.

Menjelang siang, Pardo, Rico, Anggi dan Fajar berangkat ke Bumame untuk tes PCR. Sore harinya hasil tes keluar: Rico, Anggi dan Fajar dinyatakan positif Covid-19, dan Pardo negatif. Gue berasa langsung lemas lunglai, demi mikirin Fajar. Ya Tuhan, gimana anak sekecil itu (2 tahun) harus menghadapi virus Covid-19 ini di tubuhnya ? Rasanya pengen nangis, tapi di saat yang sama gue langsung merasakan kekuatan dari Tuhan Yesus. Pardo, Carol dan gue pun langsung mulai mengatur 'strategi', karena saat ini lebih mudah dengan keluarnya hasil semua penghuni rumah Mama. Untuk Rico dan Anggi, kita akan menghubungi Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan gratis. Untuk Fajar, Carol akan menghubungi RS Brawijaya untuk mengatur janji telemedicine. Dan untuk Mama dan Bapak, kami akan membawa ke RS Siloam TB. Simatupang, agar keduanya bisa melakukan CT Scan Torax, Rontgen paru - paru dan tes lainnya. Harapan kami, jika keduanya sudah melalui semua tes ini, pihak rumah sakit akan memberikan obat yang spesifik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan keduanya. Keputusan ini kami ambil dengan mempertimbangkan : 1) keduanya sudah lansia, Bapak berusia 76 tahun dan Mama 71 tahun, 2) Mama memiliki komorbid.



Hari itu gue lewati dengan bolak - balik ke Naga Supermarket untuk membeli keperluan logistik makanan, buah, sayur dan susu, ke Indomaret/Alfa berkali - kali, ke ACE untuk membeli UV Sterilizer, ke toko kelontong untuk membeli termos air panas Mama, dan di sela - selanya menyiapkan makan siang dan makan malam buat di rumah Mama.

Di malam hari, Pardo mengabarkan beberapa kali bahwa Mama muntah, rasanya sedih banget, membayangkan kondisi Mama pasti sangat lemah, tapi gue ngga berdaya, ngga bisa melihat apalagi hadir di sisi Mama dan membantunya. Hari itu gue sempat saling bertelepon sama Mama. Hampir di setiap hubungan telepon, gue menahan nangis. Mama sedang berjuang menghadapi sakitnya, dan gue ngga bisa berada di dekatnya. Sesaat setelah Mama muntah, gue menelepon Mama. Gue bilang, "Mama, setiap anak - anak Mama sakit, Mama selalu wanti - wanti, 'paksain makan...paksain makan' iya kan, Ma ? Jadi sekarang Mama harus paksain makan walaupun mual ya, supaya perut Mama ngga kosong." 

Sampai tengah malam Mama muntah lagi. Gue langsung berbagi tugas dengan Pardo, untuk mencari apotik manapun yang masih buka. Puji Tuhan, dalam kondisi PPKM seperti saat ini, apotik masih bisa tetap buka 24 jam. Dan di apotik andalan gue, Apotik Roxy, gue mendapatkan semua keperluan Mama untuk mengatasi mual dan antisipasi kekurangan cairan.

Gue melalui malam itu dengan sangat gelisah. Gelisah akan banyak hal. Gimana kondisi Mama sepanjang malam. Gimana tes besok, akan baikkah hasilnya ? Bagaimana Fajar, Anggi, Rico ? Semua berkecamuk di pikiran gue. Dan tentu saja, kalau gue sedang banyak pikiran, insomnia pun kumat, gue ngga tidur semaleman. Gue cuma bisa berdoa memohon pertolongan Tuhan Yesus agar gue diberikan ketenangan.

No comments :