
Hari ini gue bangun pagi, karena mau ikutan tour Elephant Trekking. Rencananya gue bakal dijemput supir minibus jam 08.30. Ngebayangin bisa ketemu gajah - gajah bikin gue semangat banget! Gajah kan mahluk kesayangan gue...tepatnya gajah dan anjing. Love them so much !
Setelah bersiap - siap, gue langsung nongkrong di depan Patong Backpacker buat nunggu minibus. Ngga beberapa lama, minibus pun datang. Kebetulan supirnya bisa bahasa Melayu, karena dia pernah belajar di Malaysia. Jadi sepanjang perjalanan dia sibuk berceloteh. Abis dari Patong Backpacker, minibus pun melaju ke sebuah hotel untuk jemput sepasang turis lagi yang mau ikutan Elephant Trekking.
Ternyata peserta tour cuma tiga orang. Minibus melanjutkan perjalanan. Setelah kurang lebih 30 menit perjalanan, minibus pun tiba di sebuah hutan yang gue ngga tau apa nama daerahnya. Gue langsung bisa lihat beberapa gajah lagi merumput. Rasanya gue mau langsung loncat saking girangnya.

Setelah menunggu sejenak, gajah gue pun datang. Namanya Taton. Terharu nih ! Jadi teringat lagi sama obsesi gue ke Way Kambas yang belum terwujud sampai detik ini. Salah satu yang pengen gue lakukan di Way Kambas adalah Elephant Trekking. Dan sampai gue bisa mewujudkan impian gue itu suatu saat nanti, Yesus malah ngasih gue kesempatan trekking gajah di negeri orang, Thailand.
Begitu duduk di pundak gajah, jantung gue langsung berdetak kencang. Gue semakin panik karena ternyata peserta trekking ngga dilengkapi dengan peralatan keamanan apapun, cuma sebuah besi tipis buat pegangan. Sementara, duduk di atas mahluk raksasa begini rasanya.....hhmmm...aneh menjurus ke ngeri ! Badan gue berguncang - guncang mengikuti gerakan pundak gajah. Begitu Taton mulai melangkah, gue langsung teriak "Mamaaaaaa !!!" Si pawang yang posisi duduknya di leher Taton kebingungan karena gue ketakutan. Sesaat gue sempat nyesal karena ikutan trekking gajah. Gimana mungkin gue bisa mengambil keputusan membayar 600 bath untuk sensasi serangan jantung kayak begini.
Taton melangkah santai, ke arah manapun yang dia mau. Ketika Taton udah mulai mengambil langkah memasuki hutan yang menanjak, gue nyaris manggil petugas buat nurunin gue dan membatalkan trekking gajah gue. Tapi batal karna malu !
Tiba - tiba Taton berhenti, karena dia mau makan daun nanas yang terhampar di depannya. Jantung gue istirahat sejenak. Gue duduk diam di punggung Taton, pucat dan shock. Kayaknya baru 5 menit trekking, tapi jantung gue rasanya udah copot dan loncat keluar dari tubuh gue. Apa - apaan ini ? Bukannya trekking gajah seharusnya menyenangkan ?

Gue ngga habis pikir kenapa Valentino harus ikutan Ibunya 'bekerja'. Kenapa dia ngga ditempatkan di kandangnya sejenak sementara sang Ibu menjalankan tugas trekkingnya. Ada sedikit penyesalan dalam hati gue. Trekking gajah ini kayaknya cuma sekedar eksploitasi gajah aja. Manusia cuma ngambil keuntungan dengan menyiksa gajah - gajah kayak begini. Dan gue, yang sekarang ada di atas ketinggian sekitar 2 meter, tepatnya di atas pundak gajah, jadi menyesal. Keikutsertaan gue di tour ini sama aja mendukung eksploitasi gajah yang kejam ini.
Masih di hadapan gue, Valentino semakin kewalahan mengikuti langkah Ibunya. Dan begitu jalan mulai menanjak dan Valentino terpeleset, air mata gue mulai menetes. Gue minta sama pawang untuk bujuk Taton supaya melanjutkan perjalanan. Gue ngga tahan ngeliat pemandangan di depan gue. Dan Taton pun melanjutkan perjalanan.
Jalan semakin menanjak, dan tentu saja semakin mengerikan buat gue. Ketika posisi gue dan Taton udah semakin tinggi dari tempat awal tadi, tiba - tiba Taton berhenti untuk merumput lagi. Tapi kali ini Taton bukan berhenti di tempat yang datar, melainkan di semak belukar yang miring. Posisi tubuh Taton pun ikutan miring ke depan. Jantung gue berdetak kayak genderang, rasanya gue ngga pernah setakut itu. Taton begitu miringnya sampai gue udah ngga bisa bersandar lagi di bangku. Rasanya itu adalah pengalaman paling mengerikan yang pernah gue hadapi. Gue takut kalo Taton jatuh atau terpeleset, dan otomasi gue yang ada di pundaknya juga akan ikut terjungkal ke tanah terjal di hadapan gue. Terjatuh di tengah hutan bersama gajah, bukan hal yang pernah gue bayangkan sebelumnya. Dengan kemiringan seperti itu, dan hamparan semak belukar dan batang - batang pohon yang besar di hadapan gue, kemungkinan besar ngga akan menewaskan gue, tapi pasti mengenaskan banget.
Gue jadi inget pesan mama waktu pamit mau ke Phuket. Mama bilang Thailand itu jauh, di luar negeri, dan kalo ada apa - apa terjadi sama gue, butuh waktu buat keluarga untuk menyusul gue ke sini. Dan kalo sesuatu yang buruk terjadi sama gue, gara - gara gajah, kayaknya selain itu bukan kabar yang enak didengar, rasanya juga sangat tidak heroik. Mama tau gue penggemar gajah, dan kalo gue cidera gara- gara gajah, kesannya tragis amat ! Cherry Sitanggang cidera karena jatuh menggelinding bersama seekor gajah Thailand di sebuah hutan liar...kayaknya terlalu konyol dan memalukan.
Gue masih berusaha menenangkan diri gue. Gue berusaha berpikir rasional, kalo gajah pasti punya insting menghadapi alam sekitarnya, dan ngga mungkin melakukan kesalahan bodoh dengan menggelindingkan tubuhnya di hutan belantara yang curam itu. Tapi di sisi lain gue ragu, tanah yang lagi dipijak Taton bisa jadi kurang kokoh untuk menopang tubuh Taton...trus kalo longsor ? Yesus, tolooonnggg !! Selama pengalaman berbekpeker ria, gue udah sering mengalami sensasi deg - degan dan panik. Tapi yang ini keterlaluan. Gue takut luar biasa, kesal dan marah ! Entah marah ama sapa ? Ama Taton yang harus mencari rumput di tanah yang curam ?
Gue minta sama pawang supaya bujuk Taton pindah dan nyari tempat datar. Dan si pawang malah balik bertanya, "Scare??" Kampret !! Akhirnya Taton pun mundur, dan kembali ke tanah yang datar. Arrgghhhh ! Sebal ! Gue nyaris mati barusan...bukan karena jatuh terguling - guling bersama gajah, tapi karena jantung gue udah disiksa luar biasa selama trekking berlangsung. Gue nyaris menggigil ketakutan. Tiba - tiba pawang nanya, "Photo ?" Dengan emosi gue yang masih berapi - api saat itu rasanya gue pengen teriak kencang - kencang, "No, I prefer to die, if you don't mind !!". Tapi akhirnya dengan gerakan lemas tanpa energi gue mengeluarkan kamera dari tas dan memberikannya ke pawang. Si pawang turun dari leher Taton, dan mundur sekitar 2 meter untuk memotret gue. Gue teriak - teriak minta dia naek ke atas gajah. Apa - apaan dia ninggalan gue bersama Taton, sementara posisi belum aman, gue masih di pinggir tanah yang curam.
Pawang pun naek ke leher Taton lagi. Taton kembali melangkah dengan tenangnya. Di hadapan gue, jalan makin menanjak menuju hutan yang lebih dalam. Hati gue sibuk menimbang - nimbang, dan tiba - tiba gue bilang ke pawang supaya minta Taton balik. Gue ngga sanggup melanjutkan perjalanan naek ke dalam hutan. Kasihan jantung gue. Gue minta supaya Taton putar balik. Tenyata untuk proses ini pun jantung gue harus berpacu keras lagi. Dengan lebar jalan setapak yang cuma 2 meter, Taton yang raksasa agak kesulitan untuk memutar tubuhnya. Ya ampun...kapan penderitaan gue berakhir sih ? Dan gue harus bayar 600 bath untuk penderitaan ini !
Akhinya proses putar balik pun berhasil, dan Taton melanjutkan perjalanan ke tanah yang datar...menuju tempat awal tadi. Dan gue pun turun dari pundak Taton. Pengalaman yang luar biasa selama kurang lebih 30 menit gue di atas pundak Taton. Mengerikan dan tak terlupakan.
Petugas yang tahu gue menyelesaikan trekking lebih awal dari yang seharusnya menawarkan gue untuk menikmati monkey show gratis. Gue menolak. Gue bilang, gue mau ke kandang Valentino dan Ibunya aja. Nanti sopir minibus bisa mencari gue ke sini kalo udah siap mengantar gue lagi ke hostel. Penjaga Valentino kayaknya ngerti kalo gue senang banget berada di dekat gajah, dan dia membolehkan gue untuk mendekati Valentino dan Ibunya asalkan gue waspada mengingat tenaga gajah yang luar biasa.

