I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, February 08, 2016

Ulang Tahun dan Impian ke Tana Toraja (Hari Kedua)

Kete Kesu

14 Januari 2016.

Menjelang subuh gue terbangun dari tidur di dalam bus yang mengantar gue dari kota Makassar ke Tana Toraja. Sebenarnya ini sudah kali kesekian gue terbangun....sebelumnya gue sempat terbangun karena 'terganggu' oleh jalan yang berkelok-kelok yang bikin agak sedikit mual. Dan kali ini berhubung waktu sudah menunjukkan sekitar jam 05:00 pagi dan meskipun masih gelap namun gue sudah mulai melihat bayangan rumah - rumah Tongkonan, perasaan bahwa gue sudah tiba di Tana Toraja bikin bersemangat saking senangnya.

Bus tiba di pool sekitar jam 06:00 pagi kurang. Gue langsung menelepon Bang Ino untuk menjemput gue. Abang Ino ini gue kenal dari seseorang yang gue kenal di Facebook, tepatnya di group "Makassar Backpacker". Jadi, sejak sekitar Juli 2015 lalu, tepatnya di saat gue nyaris mewujudkan impian gue untuk ke Tana Toraja, gue langsung berusaha mencari informasi sebanyak mungkin mengenai Makassar dan Tana Toraja, salah satunya dengan bergabung dalam group ini. Singkatnya gue berkenalan (secara online) dengan seseorang bernama Sahidin. Komunikasi gue dengannya seingat gue dimulai di awal Januari 2016....karena kebiasaan gue menyiapkan perjalanan memang selalu di detik-detik terakhir.

Sahidin dengan ramah dan baiknya menawarkan diri untuk menjadi teman perjalanan gue selama di Makassar. Gue girang bukan main! Namun saat itu gue masih bingung mengenai Tana Toraja. Bagaimana caranya gue menjelajah Tana Toraja ? Gue pun meminta saran pada Sahidin, yang akhirnya merekomendasikan gue untuk menghubungi seseorang di Tana Toraja bernama Ino, yang selanjutnya selalu gue panggil 'Bang Ino'.

Sebelum berangkat ke Makassar, gue berkomunikasi dengan keduanya melalui telepon serta WhatsApp, dan berusaha mengumpulkan informasi dan gambaran sebanyak mungkin mengenai rencana perjalanan gue. Benar-benar mukjizat....beberapa saat sebelum keberangkatan, gue enggan dan ngga bersemangat sama sekali dengan rencana perjalanan ini. Setelah gue bulatkan niat, Yesus berturut - turut memberikan begitu banyak kemudahan melalui uluran tangan banyak orang. Dalam sekejap kebingungan dan kebuntuan dalam menyiapkan perjalanan ini terselesaikan dengan mulus. Dalam sekejap keengganan gue berubah menjadi semangat berapi-api, justru jadi ngga sabar untuk berangkat ke Makassar.

Dari pool bus, Bang Ino mengantar gue ke sebuah penginapan bernama Wisma Sarla yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari pool bus. Dekat banget! Dan lagi-lagi rasanya pengen loncat saking girangnya, karena penginapannya super nyaman dan harganya sangat terjangkau. Begitu tiba di kamar, gue langsung bersiap-siap untuk mandi. Kelar mandi, gue merebahkan badan dan tertidur.

Sekitar jam 09:00 meskipun badan masih pegal dan mengantuk, gue terbangun. Bang Ino sudah menunggu di ruang tamu wisma. Dengan kepala masih berputar-putar karena keinginan untuk tidur yang belum terpuaskan, perjalanan pagi itu pun dimulai.

Seluruh perjalanan yang gue lakukan di Toraja ini menggunakan sepeda motor. Tentunya Bang Ino yang jadi pengemudinya. Tujuan pertama, karena gue kelaparan, adalah mencari sarapan. Gue diantar ke sebuah warung makan sederhana, dan menikmati nasi ketan dengan lauk ayam.

Setelah itu gue diantar ke.....desa adat Kete Kesu!! Gambaran deretan Tongkonan yang saling berhadap-hadapan dengan deretan lumbung, yang terekam dalam pikiran gue selama ini, akhirnya terwujud di hadapan gue. Tongkonan - Tongkonan itu....sudah bikin gue terpesona sejak masih gue masih kecil. Ternyata aslinya jauh lebih mempesona. Yang menurut gue unik dan bikin gue takjub, Tongkonan bentuknya nyaris mirip sama rumah adat batak, yaitu Rumah Bolon. Kayaknya perbedaan yang paling besar hanya di bentuk atapnya saja....tapi selebihnya, termasuk detil warna ukiran-ukiran yang menghiasi kedua rumah ada tersebut, nyaris sama.

Selain tongkonan dan lumbung, ngga beberapa jauh jaraknya dari sini, gue diajak ke...apa ya sebutannya ? Tebingkah ? atau batu besarkah? yang merupakan semacam pekuburan tradisional. Begitu melihat dari kejauhan, perasaan gue campur aduk...antara senang dan takjub luar biasa, karena akhirnya bisa melihat pekuburan tradisional khas Toraja yang fenomenal dan bikin gue penasaran selama ini, tapi juga takut dan ngeri.

Kete Kesu




Pemakaman Kete Kesu


Pemandangan peti-peti kayu yang nampak sangat tua entah sudah berapa puluh atau ratus tahun usianya, dengan tulang-belulang dan tengkorak terhampar di mana - mana...semuanya itu ada yang diletakkan di tanah atau bahkan digantung di dinding - dinding tebing, bagi gue yang pertama kali melihatnya, gila.....benar-benar surreal ! Sementara Bang Ino berbagi cerita dan mulai memperkenalkan mengenai adat dan kebiasaan warga Toraja khususnya dalam hal upacara kematian, pikiran gue asyik tenggelam dalam rasa takjub dan secuil ngeri demi melihat pemandangan kental akan kesan mistis, di hadapan gue.

Dari Kete Kesu gue diajak ke Desa Karuaya. Sejak awal berkomunikasi dengan Bang Ino gue bilang kalo gue pengen banget menyaksikan upacara Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman tradisional khas Toraja. Kabar gembiranya, kebetulan di desa ini akan diadakan upacara tersebut. Meskipun hanya bisa menyaksikan dari luar, ditemani oleh sinar matahari yang menyengat, tapi gue cukup menikmati ritual yang sedang berlangsung di hadapan gue. Lagian, kayaknya gue turis di Tana Toraja yang paling beruntung saat itu karena gue ditemani oleh seseorang kayak Bang Ino yang warga lokal dan sangat fasih dan mengenal budaya Toraja, dan yang terpenting, aktif banget berbagi cerita dengan gue.

Namun begitu upacara memasuki proses menyembelih kerbau sebagai kurban, tepatnya ketika mata gue melihat seseorang menebas leher sang kerbau dan darahnya mengucur dengan derasnya....dengan serta merta gue langsung memalingkan wajah, lemas dan kehilangan semangat dan hasrat untuk melanjutkan menonton upacara. Bahkan dalam sekejap gue kehilangan minat untuk berada di tempat itu. Gue menghormati adat dan kebudayaan suku Toraja, atau suku manapun yang memiliki ritual yang sama.....Tapi sejujurnya, ini bukan bagian yang ingin gue saksikan. Gue ngga pernah tega melihat pemandangan begini...Rasanya langsung shock dan pengen nangis karena ngga tega. Apalagi sebelum meninggalkan lokasi gue masih melihat kedua kerbau tersebut masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan dan berusaha melakukan perlawanan. Dalam hati gue menggumamkan doa, "Ya Yesus, tolong hentikan penderitaannya....cabut nyawanya sekarang juga! Gue mohon, Yesus..." Meninggalkan lokasi tersebut memberikan rasa lega yang mendalam.

Upacara Rambu Solo di desa Karuaya
Selanjutnya Bang Ino mengantar gue ke Kambira, dimana terdapat makam bayi (baby grave). Yang unik, makam - makam bayi tersebut hanya berupa lubang kecil pada batang pohon taraa' dan ditutupi oleh semacam ijuk. Bayi - bayi yang dimakamkan di sini adalah bayi - bayi yang belum tumbuh gigi. Melihat pohon dengan sekian banyak makam bayi memenuhi setiap sisinya....gue kehabisan kata-kata....entah apalagi kata yang bisa gue gunakan untuk menunjukkan rasa takjub dan kagum gue atas adat istiadat suku Toraja terlebih dalam hal memperlakukan kematian.

Makam bayi, Kambira
Dari Kambira, Bang Ino membawa gue ke obyek wisata Tampangallo. Ini pemakaman paling sensasional menurut gue....sensasinya timbul karena untuk memasukinya pengunjung harus melewati semacam pintu gua nan gelap gulita. Gue takut akan gelap, ingat ?? Dan gue ataupun Bang Ino saat itu ngga membawa senter atau alat penerangan apapun. Jadi, ketika memasuki pintu gua, yang gue lakukan adalah mencengkeram lengan Bang Ino sekuat tenaga....gue ngeri setengah mati, dan berusaha memastikan Bang Ino ngga akan meninggalkan gue bahkan dalam jarak sesentimeter pun! Di luar dugaan, tempat pemakaman tersebut sebenarnya bukan gua, dan tidak juga gelap. Karena pemakaman tersebut terbuka dan menghadap ke area pesawahan, kalau gue ngga salah inget. Yesus....ini justru pemakaman paling menakjubkan yang gue lihat sejauh ini. Karena ada kesan 'tersembunyi' dan personal. Apalagi untuk memasukinya harus dengan cara dramatis kayak gitu...

Tampangallo
Tampangallo



Tujuan berikutnya adalah Suaya....yang merupakan lokasi pemakaman raja - raja Sangalla dan keturunannya. Sepi, ngga ada pengunjung lainnya selain gue dan Bang Ino. Di titik ini bisa dibilang kedua mata gue sudah mulai membiasakan diri melihat 'komplek' dan lokasi pemakaman khas Toraja. Terbiasa....tapi ngga menghapus rasa takjub yang spontan timbul tiap kali melihat pemakaman seperti ini....tapi dalam arti, di titik ini sudah tidak ada lagi rasa takut atau ngeri....(yakin, Cher ?!)

Suaya

Target berikutnya....makan sianglah! Saking sibuknya berwisata makam-makam keren di sini, gue sampai lupa waktu makan. Bahkan dari tadi gue belum minum ! Jika sesuatu bisa mengalihkan pikiran gue, sampai - sampai gue mengesampingkan kebutuhan serta keinginan makan dan mengunyah, yang biasanya begitu dahsyat dan menggebu-gebu....berarti 'sesuatu' sangat hebat luar biasa. Gue dan Bang Ino makan siang di Warung Solata. Di situ gue memesan menu kuliner khas Toraja, pa'piong babi, yaitu daging babi ditambah sayuran dan rempah-rempah tertentu dimasak dalam wadah bambu. Dihidangkan bersama nasi dan cabe khas Toraja yang enak dan pedas banget ! Dan entah karena gue sudah lapar maksimal....atau karena menu daging babi ini mengingat gue akan akan perpaduan sangsang dan babi panggang khas Batak....bagi gue hidangan ini lezat tak terkira!

Karena perut sudah kenyang, perjalanan pun dilanjutkan. Dari tadi pagi gue sudah berpesan ke Bang Ino agar, jika memungkinkan, mengantarkan gue ke Patung Tuhan Yesus Memberkati...gue melihat 'sosok'nya di atas bukit nanti tinggi...jadi semacam halusinasi atau fatamorgana buat gue pagi tadi....pertama karena saat melihatnya gue dalam keadaan lelah dan mengantuk....kedua, karena gue baru tahu bahwa Toraja juga memiliki Patung Tuhan Yesus Memberkati. Dan karena Bang Ino super baik dan mengerti keinginan tamunya yang kali ini sangat bawel, maka dengan perjuangan ngga mudah dan singkat, gue diantar ke puncak Buntu Burake. Di sana dengan takjub dan ngos-ngosan karena harus meniti banyak anak tangga, gue memandang Patung Tuhan Yesus Memberkati dengan tinggi total mencapai 40 meter tersebut. Dari atas situ, rasanya gue bisa melihat hampir sebagian besar wilayah Toraja yang indah ini.


Patung Tuhan Yesus Memberkati, Buntu Burake

Meskipun belum puas dan masih kelelahan di Buntu Burake, perjalanan harus dilanjutkan menuju lokasi terakhir, Lemo. Lemo adalah kuburan di dinding batu besar atau tebing, ditandai dengan semacam 'jendela-jendela' berbentuk kotak. Setiap kali gue melihat pemakaman khas Toraja seperti ini, rasa takjub gue muncul karena membayangkan kerja super keras yang melewati batas akal pikiran gue sekalipun alias tak terbayangkan....bagaimana mereka membuat 'lubang' makam di batu seperti itu ? Apalagi dengan tantangan ketinggian seperti itu ? Lalu membawa, memindahkan dan memasukkan jenazahnya ? Di pikiran gue melayang-layang segudang pertanyaan yang diawali dengan, 'bagaimana caranya....?'

Lemo
Lemo

Lemo adalah penutup wisata gue yang menganggumkan hari ini. Bang Ino mengantarkan gue kembali ke Wisma Sarla. Hari ini mendapatkan pengalaman yang luar biasa menakjubkan...Toraja sudah membuat gue terpesona sedalam-dalamnya sejak awal kedatangan gue.

Malam itu selepas mandi dan beristirahat, gue meninggalkan Wisma Sarla, untuk melihat - lihat area sekitar wisma di malam hari. Gue pun menyempatkan diri mampir di pool bus Litha untuk membeli tiket bus tujuan Makassar. Ahh....sebenarnya gue ngga mau kembali ke Makassar keesokan harinya...tapi keputusan harus dibuat secepat kilat, mengingat stok tiket bus yang menipis.

Gue kembali ke wisma. Dan malam itu rasanya gue sulit untuk tertidur, karena pikiran gue terus-menerus 'memutar' hal-hal luar biasa yang gue kunjungi dan lihat hari ini. Makasih Yesus, untuk hari pertama di Toraja yang super keren!

No comments :