
Pagi ini gue terlambat bangun. Entah kenapa...semalam kayaknya gue udah masang alarm di handphone, dan pagi ini alarmnya ngga bunyi. Gue terbangun jam 4.30 pagi. Mungkin karena kecapean. Malam sebelumnya, banyak kerjaan kantor yang harus gue selesaikan, itu pun dengan terburu - buru karena gue udah ditunggu keluarga yang jemput ke kantor, untuk makan malam ulang taunnya Ibet. Pulang dari acara makan - makan di daerah BSD, gue baru sempat packing. Karena udah terlalu mengantuk, gue packing seadanya, dan berharap ngga ada barang penting yang ketinggalan.
Berhubung telat, gue ketinggalan bus Damri pagi. Jadilah gue naik taksi dari Pancoran sampai Soeta Airport. Di airport, berhubung belum siapin uang tunai, gue harus ke ATM dulu, lapor ke petugas check in AirAsia, trus ke Imigrasi. Jalur Imigrasinya panjang dan padat. Gue nunggu dengan agak khawatir. Setelah itu gue melesat ke ruang boarding, dan ngga lama kemudian, jam 7.20 pagi pesawat berangkat.

Tiba di museum, bangunan pertama yang gue lihat adalah Changi Chapel. Suasanya tenang dan sepi. Gue sempat duduk - duduk di sini...untuk istirahat sekaligus menikmati bangunan chapel yang sederhana, dipenuhi pohon rindang, dan bersih. Abis itu gue masuk ke dalam museum, yang isinya banyak menggambarkan suasana masa pendudukan Jepang di Singapura.
Abis dari Changi Chapel and Museum, gue pun menuju hostel. Dari Changi, perjalanan yang harus gue tempuh lumayan panjang dan memakan waktu. Mula - mula gue naik bus SBS Transit No. 2 menuju Tanah Merah MRT Station. Tiba di Tanah Merah gue liat peta MRT untuk cari alternatif menuju Boon Keng MRT Station. Ada beberapa pilihan sebenarnya, tapi akhirnya gue milih untuk naek MRT sampai intersection Outram Park. Abis itu disambung naek MRT arah North East Line (NE) menuju Boon Keng Station. Gue ambil rute ini, karena gue cuma perlu berhenti di satu intesection. Gue terlalu cape dan pegal untuk turun - naek MRT dan transit di beberapa intersection.

Di The Hive gue disambut Ricky dan temannya. Proses check in cepat, gue membayar SGD 22 untuk female dorm room dan menerima kunci. Asyik, ngga perlu ada deposit untuk kunci dan lain - lainnya segala. Ricky, dengan membawa kunci gue, malah mengajak ke luar hostel. Gue bingung. Di luar dia menjelaskan kalo gue tidak akan tinggal di bangunan utama itu, karena sedang full. Gue akan dapat ranjang di bangunan lain yang letaknya di Lavender Street. Gue bingung, tapi cuma bisa nurut dan ngikutin Ricky yang akan mengantar gue ke sana.


Sekitar jam 4, gue bersiap - siap untuk berangkat menuju Kranji. Ada apa di sana ? Gue mau nonton pacuan kuda di Singapore Turf Club. Tapi hujan menahan langkah gue, padahal jadwal pacuan pertama jam 6.20 sore. Untungnya gue ngga perlu menunggu terlalu lama. Saat ujan tinggal rintik - rintik, gue langsung kabur menuju Boon Keng Station, untuk naik MRT menuju Dhobi Ghaut Intersection. Dari situ gue sambung naek MRT North South (NS) Line dan turun di Kranji. Perjalanan cukup lama, karena gue harus melewati sekitar 15 station, dari Dhobi Ghaut ke Kranji.
Tiba di Kranji, gue disambut hujan luar biasa lebat. Beruntunglah gue, karena bangunan Singapore Turf Club hampir menyatu dengan station, jadi gue ngga perlu melewati hujan.


Begitu masuk ke dalam, ruang yang gue masukin adalah Public Grandstand Level 1. Ramai banget ternyata, sama pengunjung yang 99.99% laki - laki semua. Mereka datang untuk bertaruh. Riuh dan ramai suasana di sini. Gue pun naek eskalator menuju level 2. Gue harus melewati Public Grandstand lainnya, tapi dilengkapi AC, sebelum tiba di Gold Card Room.

Pacuan pun satu per satu dimulai. Sepanjang acara, gue takjub dengan mata terbelalak. Gue selalu kagum dengan nyali dan stamina jockey dalam mengendalikan kuda masing - masing, dengan kecepatan lari yang luar biasa cepat....dan posisi badan menungging pula !

Jam 9 malam gue meninggalkan Gold Card Room. Gue harus pulang sekarang karena khawatir kehabisan MRT untuk pulang ke hostel. Gue pun naek MRT untuk kembali ke Boon Keng Station.
Gue tiba di hostel sekitar jam 10 malam lewat. Hostel masih tak berpenghuni, tapi lampu dan AC di ruang tamu udah dinyalain, walaupun tetap remang - remang. Kelar mandi gue langsung berinternetan ria sambil menikmati secangkir teh hangat. Abis itu gue ke ruang nonton, dan saat itulah Ricky datang bersama seorang tamu perempuan. Horeee! Akhirnya malam ini gue ngga akan tidur sendirian di hostel itu. Choi nama tamu yang baru yang asal Korea Selatan itu. Dia tidur di kamar yang sama dengan gue, ranjang kami bersebelahan. Di kamar gue sempat ngobrol sama Choi, walaupun dengan kesulitan tingkat tinggi. Choi ngga gitu ngerti bahasa Inggris. Tapi ngga apa - apa, gue tetap senang karena akhirnya ada teman sekamar malam ini.
Selesai ngobrol sama Choi gue pun merebahkan badan gue di ranjang. Pikiran gue asyik menerawang mengingat pacuan kuda yang gue tonton hari ini. Andaikan gue bisa jadi jockey...tapi hampir mustahil kayaknya, dimulai dari masalah fisik. Gue terlalu gendut dan tinggi untuk jadi jockey kayaknya. Kata pelatih kuda gue, berat badan seorang jockey ngga boleh lebih dari 50 kg. Kapan berat badan gue pernah 50 kg ? Mungkin waktu gue SD ? atau SMP ? Belum lagi masalah nyali dan kemampuan berkuda yang dituntut dari seorang jockey. Gue ingat, setiap gue menunggang Samudra yang sedang berlari, dalam hati gue akan menjerit..."Mamaaaaaaaa!!!"
No comments :
Post a Comment