Sejak memutuskan untuk bersahabat dengan Bruno alias Bruncuz, anjing rumah, gue berkomitmen untuk lebih memperhatikan kondisinya, terlebih urusan makanan. Selama beberapa tahun Bruncuz terbiasa makan makanan apapun yang diberikan Mama, Bapak atau Riko. Pastinya makanan sisa seadanya. Apa yang anggota keluarga makan, itulah yang akan dimakan oleh Bruncuz.
Kali ini gue berjanji, meskipun Bruncuz sudah cukup tua dari segi usia, urusan makanannya akan menjadi salah satu prioritas gue. Apalagi, Bruncuz adalah partner jogging pagi gue setiap hari. Ngga bisa diingkari, kebutuhan makanan Bruncuz harus dipenuhi, berhubung aktivitas barunya yang pasti membutuhkan sumber gizi seimbang. Awalnya gue membeli makanan daging olahan yang dikemas dalam kaleng. Agak susah untuk mengenalkan jenis makanan ini ke Bruncuz, mengingat pola dan jenis makanan selama kurang lebih 6 tahun terakhir. Sebagai 'snack' gue juga selalu memberikan Bruncuz keju.
Sebenarnya gue juga pengen beli biskuit khusus anjing, atau mungkin jenis makanan 'dry food'. Tapi gue ragu, apakah Bruncuz akan suka. Terlebih, apakah makanan tersebut memang baik dari segi kesehatan. Gue ngga nyaman dengan konsep 'dry food' karena menurut gue sangat jauh dari alami. Memang makanan yang praktis, dengan janji - janji mengandung segala macam jenis dan sumber gizi yang dibutuhkan oleh anjing. Tapi 'dry food' ini ada di urutan terakhir dalam daftar makanan yang ingin gue berikan buat Bruncuz.
Suatu saat gue nonton acara Dog 101 di channel Animal Planet, yang kebetulan membahas salah satu konsep makanan, yang sebenarnya sampai saat ini masih menjadi kontroversi, yaitu daging mentah untuk anjing. Gue tertarik dan sejak itu mencari - cari sumber informasi mengenai daging mentah ini melalui internet.
Saat ini, Bruncuz secara rutin makan daging mentah atau setengah matang. Perubahan jenis makananBruncuz menuntut gue untuk lebih rajin dan bersedia menyediakan waktu extra. Misalnya, gue harus ke hipermarket yang menjual daging ayam segar setiap 3 hari sekali. Selain itu, untuk menyiapkannya pun dibutuhkan waktu ngga sedikit. Berhubung stok daging untuk Bruncuz gue simpan di freezer, otomatis gue harus memastikan saat waktunya Bruncuz makan, daging tersebut ngga dalam keadaan beku atau dingin.
Ada 2 jenis daging yang gue kasih ke Bruncuz di setiap waktu makannya. Yaitu daging ayam mentah bertulang (biasanya gue rendam di air matang terlebih dahulu selama beberapa menit supaya tidak terlalu dingin atau beku), kedua adalah daging sapi giling untuk campuran nasi. Untuk penyajiannya, gak perlu menambahkan garam, minyak atau bumbu lainnya. Nasi hanyalah salah satu makanan alternatif. Kadang Bruncuz terlalu bosan untuk melahap nasi, maka di saat - saat seperti itu gue hanya akan memberikannya beberapa potong daging untuk disantap. Bagi Bruncuz, tidak pernah ada kata bosan untuk daging mentah. Dia akan melahap dagingnya dengan penuh nafsu dan semangat.
Melihat semangatnya Bruncuz makan, menghapus lelah dan repot gue. Gue sudah mulai melihat perubahan positif dari fisik Bruncuz. Menurut yang gue baca, daging mentah baik untuk kesehatan pencernaan, gigi, bahkan bulunya. Konsep ini banyak ditentang kalangan ahli. Menurut mereka, dengan menhidangkan daging mentah untuk anjing, si pemilik sama saja membiarkan salmonella, e-coli, dan bakteri berbahaya lainnya masuk ke tubuh anjing. Teori ini sedikit menakutkan buat gue. Tapi teori lain menentang, dan mengatakan bahwa sistem percernaan anjing tidaklah sama dengan manusia.
Jadi, sampai saat ini Bruncuz bertahan dengan makanan barunya, daging mentah. Tidak ada lagi makanan kaleng, atau keju. Walaupun masih ada sisa makanan kaleng yang gue belikan untuk Bruncuz sebelum mengenal konsep daging mentah, tapi gue memilih untuk membuangnya. Sebisa mungkin, selama masih dalam jangkauan pengamatan gue, Bruncuz tidak lagi makan produk kalengan yang pastinya mengandung banyak bahan pengawet, atau makanan manusia, yang ditambahi dengan bumbu dan garam.
Dari segi biaya, menyediakan daging mentah memang sedikit lebih mahal. Setelah gue hitung - hitung, dengan harga daging sapi giling berkisar Rp. 7,000 - 8,000 per 100 gr, dan punggung atau sayap ayam sekitar Rp. 2,500 - Rp. 3,000 per potong, total biaya makan Bruncuz adalah sekitar Rp. 5,000an per harinya, belum termasuk nasi. Sampai sekarang gue masih merancang rencana penghematan biaya makan Bruncuz. Hal ini perlu gue lakukan karena sebentar lagi Bruncuz akan memiliki teman seekor rottweiler bernama Bernice yang gue adopsi dari Pejaten Shelter. Tentu saja tanpa mengurangi kualitas dan bobot makanan yang wajib gue berikan. Paling tidak dalam sehari Bruncuz harus mengkonsumsi makanan sebanyak 3% dari total berat tubuhnya.
Hal positif yang gue petik adalah gue menyadari bahwa memelihara anjing merupakan komitmen besar, dimana gue harus mau mengemban tanggung jawab untuk segala hal yang berhubungan dengan sahabat baru gue ini. Salah satunya urusan makanannya ini. Bruncuz adalah sahabat gue yang baik dan menggemaskan. Sahabat yang menerima gue apa adanya, baik gue dalam keadaan ngga punya duit, sedih, atau stress sekalipun. Jadi, sebisa mungkin, gue berjanji akan merawat Bruncuz. That what friends are for, right ?
3 comments :
Boleh gak diceritain bagaimana ngolah daging mentahnya, sebelum diberikan ke dogie. soalnya saya ada dogie jg ud gak mao makan dogfood bijian lg.
boleh gak ajarkan saya cara ngolah daging mentahnya sebelum diberikan ke dogie?
Hi Leon,
Kalo saya ngga ada cara khusus kok...cuma dipastikan aja dagingnya masih segar. Trus kalo disimpan di freezer, jgn dikasih ke doggy dalam keadaan beku ato dingin. Biasanya saya biarkan dulu di suhu normal dan kemudian rendam di air matang. Doggy saya awalnya ngga mau karna ngga terbiasa, tp lama-lama suka kok.
Salam
Post a Comment