I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Wednesday, June 13, 2018

Tiga Malam Di Semarang (Hari Ketiga)


28 Mei 2018

Rencana gue pagi ini ke Lawang Sewu. Awalnya ngga pengen - pengen amat ke sini, karena sudah pernah sebelumnya. Gue suka dengan bangunan - bangunan tua yang keren peninggalan Belanda kayak Lawang Sewu, tapi rasanya sekali juga cukup. Niatnya cuma mau jalan kaki santai dari IB ke arah Balai Kota, sampai Paragon Mall. Menurut gue, kota Semarang cukup memanjakan pejalan kakinya kok....trotoarnya lebaaaarrr dan nyaman.

Tapi begitu melewati Lawang Sewu, gue jadi terpesona, dan memutuskan mampir. Gue pun ke loket pembelian tiketnya. Harga tiketnya Rp. 10,000, dan tiba - tiba seorang tour guide mendekat dan menawarkan jasanya. Gue spontan bertanya tarif guidenya, Rp. 50,000. Woww.....mahal juga! Dan dengan percaya diri gue memutuskan untuk berkeliling Lawang Sewu tanpa bantuan guide.

Gue pun memasuki area tengah Lawang Sewu, menuju bangunan B. Sepi, ngga ada pengunjung lainnya. Rasanya Lawang Sewu sekarang lebih bersih dan tertata. Ketika gue ke sini 4 tahun yang lalu, ada beberapa bagian yang atapnya sudah mulai rusak. Gue memasuki ruangan demi ruangan, dan perlahan tapi pasti mulai merasa takut berada di sana. Untuk mengusir rasa takut, gue memutuskan untuk mulai memasuki ruangan dari yang paling ujung. Kebetulan gue bertemu seorang staff yang sedang membersihkan ruangan. Agak lega. Tapi gue ngga mungkin ngikutin kemana pun dia pergi khan....Trus gue ke lantai dua dari bangunan yang sama. Kok makin terasa lebih seram ya....

Akhirnya gue turun dan melangkah ke Pos security yang stand by dekat toilet. Gue minta tolong untuk dipanggilin seorang tour guide. Gue udah terlanjur kepengen berkeliling Lawang Sewu, dan rasanya mustahil di pagi yang sepi itu bisa berkeliling sendirian, karena kemana pun kaki melangkah, gue ketakutan. Tour guide yang menemani gue adalah Pak Nur Abidin.

Pak Nur mengantarkan gue berkeliling dimulai dari bangunan A. Di sana gue diajak untuk melihat kaca patri Lawang Sewu yang iconic. Di bangunan A ngga banyak area yang dibuka untuk umum, misalnya lantai dua yang menurut Pak Nur disewakan untuk event pameran dan semacamnya.

Gue pun beralih ke gedung B. Dan Pak Nur dengan semangatnya mengenalkan ke gue sejarah dan benda - benda serta foto yang dipamerkan di bangunan ini. Yang menyenangkan, Pak Nur akan gegap gempita menawarkan jasa memotret, tanpa diminta.

Toilet

Tak terasa, 'tour' Lawang Sewu pun berakhir. Gue mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya ke Pak Nur yang sudah menjadi guide dan menemani gue berkeliling Lawang Sewu tanpa rasa ngeri. Sebelum berpisah Pak Nur sempat berpesan kalau gue bisa saja berkeliling sendiri, asalnya jangan bengong....supaya tidak terjadi sesuatu. Maksudnya, semacam kesurupan gitu ? Seram kali bahh !

Gue sempat kembali ke area tengah, tepatnya duduk sejenak di dekat pohon besar. Gue lagi mempertimbangkan untuk melanjutkan langkah gue ke Ereveld Kalibanteng. Ketika merencanakan trip ke Semarang kali ini, gue langsung bertekad untuk mengunjungi ereveld - ereveld yang ada di Semarang. 

Untuk  penggemar ereveld atau pemakaman Belanda kayak gue, Semarang tuh istimewa banget karena di sini ada dua ereveld : Kalibanteng dan Candi. Di Indonesia hanya ada 7 ereveld yang tersebar di beberapa kota. Gue sudah pernah berkunjung ke ereveld Menteng Pulo, Ancol, dan Leuwigajah. Sayangnya waktu di Jakarta gue belum sempat menghubungi Yayasan Makam Kehormatan Belanda (Oorloch Gravenstichting) untuk minta ijin berkunjung. Jadi siang itu gue spontan telepon ke kantor Yayasan. Seperti biasa, telepon gue diangkat oleh staf yayasan yang ramah, dan mempersilahkan gue untuk berkunjung ke ereveld Kalibanteng dan bertemu dengan Pak Eko, kepala ereveld-nya.

Gue ke ereveld naik Gojek. Tiba di sana gue disambut dengan ramah oleh Pak Eko. Pak Eko pun mengajak berkeliling dan berbagi cerita mengenai ereveld ini. Ereveld Kalibanteng dibangun tahun 1949. Di sini terdapat sekitar 3000 makam dan kebanyakan adalah makam perempuan dan anak - anak. Sebagian besar yang dimakamkan di sini berasal dari tempat pengasingan tawanan milik Jepang yang ada di Jawa Tengah seperti Ambarawa, Banyu Biru, Lampersari dan Karangpanas.

Uniknya, bentuk lahannya tuh segitiga, yang dipinggiran dari kedua sisinya terdapat jajaran pohon cemara yang tinggi menjulang. Sementara sisi yang menghadap ke jalan raya, terdapat sekitar 5 atau 6 pohon beringin besar. Di sekeliling area pemakaman terdapat semacam sungai kecil yang gak terlalu lebar, sangat bersih, dengan arus tenang. Menambah kesan teduh ereveld ini.

Siang itu rasanya matahari tepat di ubun-ubun gue. Panasnya bukan main! Sebelum berkeliling Pak Eko menawarkan untuk menggunakan payung segala, tentu saja gue tolak dengan halus. Masa preman panjang kaki kayak gue takut kepanasan dan kulit gosong ?!

Gue selalu menikmati berada di area ereveld. Entah kenapa ya....mungkin rasanya semua yang ada di dalamnya bikin gue takjub tak berkesudahan. Gue takjub bagaimana jasad para korban perang ini diperlakukan dengan sangat baik dengan menyediakan tempat peristirahatan yang indah seperti ini. Gue takjub dengan konsep dimana semua makam dibuat sederhana dan sama tanpa ornamen berlebihan, dan dibeda-bedakan menurut kelas sosial, pangkat dan lain sebagainya. Gue takjub gimana orang - orang yang diberikan tanggung jawab untuk merawat area ereveld begitu berdedikasi untuk merawat setiap sudut ereveld dan semua yang terdapat di dalamnya sehingga kebersihan dan keindahannya terjaga.


Selain berkeliling area makam, Pak Eko juga mengajak bertemu dengan staf - staf ereveld lainnya, terutama yang bertanggung jawab untuk pembuatan dan penulisan nisan.

Thanks to Pak Eko !
Setelah selesai berkeliling ereveld, gue pun kembali ke pendopo. Gue diserbu rasa haus yang dahsyat nih...dan payahnya, gue ngga membawa stok air minum secuil pun. Untungnya Pak Eko menyediakan air mineral kemasan, dan langsung gue tenggak 2 gelas sekaligus! Gue lapar juga sebenarnya, karena belum sempat sarapan dan ini sudah jam makan siang. Tapi gue belum mau meninggalkan lokasi. Gue masih mau mengulang berkeliling ereveld. Di saat yang sama gue juga ngga mau mengganggu pekerjaan Pak Eko. Jadi, gue permisi ke beliau untuk berkeliling ereveld sekali lagi, sendirian. Kembali beliau menawarkan payung, tapi kembali gue tolak lagi. Buat apa juga...karena saat itu gue udah berkeringat deras dengan rambut kusut dan kulit gosong sejadi-jadinya.

Gue pun berkeliling menikmati kesendirian di tengah - tengah 3000 makam. Rasanya menenangkan banget....Trus gue sempat duduk - duduk di bangku taman yang terdapat di bawah sebuah pohon beringin. Alamakkk....nyaman sekali ! Tapi sialll...kesenangan gue diganggu oleh perut yang udah kelaparan kronis. Akhirnya gue pun menyerah. Gue menemui Pak Eko untuk berpamitan dan berterima kasih atas keramahannya yang luar biasa, dan meninggalkan ereveld.

Dibuat oleh pematung Marian Gobius tahun 1988, untuk menggambarkan
perasaan senasib antara sesama wanita dan anak - anaknya dalam masa
yang penuh kesulitan
Monumen Jongenskampen dibuat oleh pematung Anton Beysens tahun 1988.
Didirikan untuk mengenang anak - anak muda
yang wafat pada masa penindasan Jepang di Hindia Belanda.
Tulisan 'Zu waren nog zo jong' : 'saat itu mereka masih sangat muda'


Tombe yang diperuntukkan bagi
'perempuan yang tak dikenal'
Monumen simbol penghormatan bagi para korban yang
jasadnya tidak dikuburkan di ereveld


Gue menggunakan Gojek lagi dan sebenarnya tujuan awalnya ke IB Hostel. Tapi begitu gue bilang ke supirnya bahwa gue sebenarnya pengen nyari makan siang dan kelaparan tingkat tinggi, Pak Sopir berinisiatif untuk mengantarkan ke resto McDonald. Tiba di sana gue pun membeli paket Big Mac melalui driver thru. Perjalanan pun dilanjutkan, Pak Sopir Gojek mengantarkan gue ke IB.

Tiba di IB gue langsung melahap habis paket Big Macnya, kemudian mandi, dan tiduran di kasur. Hampir jam 4 sore, gue berniat meninggalkan IB, tapi tujuannya belum ditentukan, antara ke Pagoda Watugong atau Ereveld Candi. Karena masih galau, gue memilih berjalan kaki menuju Paragon Mall. Gue pikir, nanti tiba di sana gue sudah harus memutuskan mau kemana. Kalau mau ke Pagoda Watugong gue bisa naik Trans Semarang di halte yang letaknya gak jauh dari pintu Paragon Mall, kalau mau ke Ereveld Candi, karena gue belum tahu alamatnya dimana, gue bisa menggunakan Gojek. Gue sempat bertanya ke petugas Trans Semarang untuk mengkonfirmasi bahwa gue bisa menggunakan Trans Semarang menuju Pagoda Watugong. Namun begitu busnya nongol, gue ogah naik. Sebenarnya siang itu meskipun udah mandi dan tiduran sejenak, gue sedikit risih dengan rasa panas yang gue rasakan. Iyalahhh....salah sendiri, ngapain juga jalan kaki dari hostel ke sini berpanas - panasan!

Dahsyatnya, rasa panas memberikan gue insipirasi. Mendadak gue memikirkan ide lain, yaitu pengen ke....'Nakamura The Healing Touch' !! Kemarin pas on the way ke Masjid Agung, gue lupa entah dimana gue sempat lihat informasi mengenai tempat ini. Nakamura tuh menyediakan pelayanan pemijatan dengan teknik Jepang. Gue paling suka tempat semacam ini. Gue pun segera memesan Gojek untuk mengantarkan gue ke Nakamura yang ada di Jalan Sultan Agung. Lupakan sejenak mengenai Pagoda Watugong maupun Ereveld Candi....pokoknya saat ini gue harus wajib kudu banget dipijat.

Setelah perjalanan cukup jauh dan sempat kesasar, gue tiba di Nakamura yang terletak di sebuah komplek ruko gitu. Gue memesan 'Terapi seluruh tubuh 120 menit'. Gue memang dalam antrian, namun ngga perlu menunggu terlalu lama kok. Uniknya, selain ditentukan oleh jenis treatment, perbedaan harga juga ditentukan oleh type ruangan yang digunakan. Semakin banyak jumlah tamu di ruangan, apalagi jika dicampur antara tamu perempuan dan pria, harganya lebih murah. Gue pilih yang reguler seperti itu pastinya, jadi hanya perlu membayar Rp. 135,000. Murah banget ! Dan begitu merasakan treatmentnya, gue ngga kecewa sama sekali, alias p-u-a-s banget ! Tapi gue menyimpan sedikit rasa sedih. Sebenarnya pergi ke tempat 'sehat dan bugar' begini adalah agenda utama acara hangout rutin gue dan Mama beberapa bulan belakangan. Entah itu jatuh pas weekend atau di hari kerja dan gue cuti, gue dan Mama akan ke Aoki yang ada di apartemen Margonda Residence di Depok.

Mama menikmati banget pelayanan di sini, apalagi suasana ruangannya dibuat gelap, tenang, dan relax. Bisa dibilang, gue hampir rutin ke tempat ini setiap bulan. Tapi begitu melihat ekspresi Mama yang jauh lebih senang lagi dibawa ke sana, rasanya tak ternilai. Mama bukan cuma senang karena treatment pijat refleksi di sini, tapi juga karena bisa hangout sejenak keluar dari rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga dan menghabiskan waktu seharian bersama anak perempuannya yang panjang kaki ini. Bulan ini, seharusnya libur kejepit kayak besok waktu yang pas untuk acara hangout rutin gue dan Mama. Tapi berhubung gue kabur ke Semarang, maka harus dicari lagi waktunya.

Gue meninggalkan Nakamura sekitar jam 7 malam. Gue memesan Gojek, entah Gojek keberapa di hari ini, untuk mengantarkan ke Paragon Mall. Ya ampunnnn....mall lagi ? Setiap malam ??? Yes...yes...yesss....Gue mau makan malam bubur di Ta Wan. Kelar makan malam, gue jalan kaki ke Jalan Pandanaran. Selain karena pengen menikmati jalur ramah pedestriannya kota Semarang, juga karena Anggira tadi kirim WA dan bilang kalo oleh - oleh yang gue kirimkan Sabtu lalu sudah sampai rumah Mama, dan dia suka dengan biskuit wijen dan menghabiskannya, dan minta gue untuk membawakan lagi. Lebih banyak ! Alamakjaaann!!

Dari jalan Pandanaran, gue pun naik Gojek untuk kembali ke IB Hostel.

No comments :