I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, March 12, 2010

11 Februari 2010 - Pulang

di Pra Pinkloa Pier, nunggu beberapa saat, akhirnya kapal datang. Kapal terakhir yang gue naikin dalam kisah kasih bekpekeran gue di Bangkok ini. Tiba di Chang, gue langsung jalan ngebut menuju Khaosan. Udah jam 11 siang lewat, waktu gue sempit buat berkemas dan check out dari 7 Holder. Begitu sampe hostel, gue sempat ngumpulin jemuran gue, ngerecharge kamera dan handphone, ngerapiin isi ransel dan bersihin kamar gue. Sebenernya kamar gue ngga kotor, tapi yang jelas ada selusin lebih botol air mineral ukuran 1 liter ampe menumpuk di lantai kamar.

Gak nyangka, ternyata ada perasaan berat juga saat ninggalin kamar yang udah jadi tempat berlindung dan istirahat gue dan barang - barang selama 5 malam. Bahkan untuk bisa betah dan menyesuaikan diri dengan kamar ini pun butuh perjuangan tersendiri buat gue. Ini kamar dengan kondisi paling pas - pasan yang pernah gue tempatin selama gue berbekpeker ria. Biar gimana pun, pengalaman gue tinggal di kamar dengan kondisi ini menambah pengalaman tersendiri dan bikin gue jadi bekpeker yang lebih tahan banting.

Selesai berkemas gue turun untuk mengembalikan kunci kamar ke resepsionis, dan gue siap berangkat menuju booth tiket Aiport Express. Gue telat sampe di booth Aiport Express, dan ketinggalan bus yang berangkat jam 12.00. Gue harus menunggu keberangkatan bus jam 13.00. Tadinya sempet ada pikiran iseng terlintas, sambil nunggu gue pengen jalan - jalan deket Khaosan Road. Tapi ngga jadi, karena ransel gue rasanya terlalu berat. Lagian, hampir semua sudut dari Khaosan Road ini gue liat.

Gak beberapa lama kemudian, bus datang, gue masuk dan cuma bisa mengucapkan 'goodbye' ke Khaosan Road dalam hati. Ini mungkin akan jadi tempat yang paling susah gue lupain sepanjang hidup gue. Walopun judulnya 'traveling' ke Bangkok tapi setiap waktu rasanya perjuangan. Dan perjuangan gue dari hari ke hari berawal dan berakhir di Khaosan Road ini.

Bus berangkat, menuju Suvarnabhumi Airport. Perjalanan lancar, jadi hanya memakan waktu sekitar 1.5 jam. Ketika dari kejauhan bangunan airport udah mulai keliatan, mata gue nyaris ngga berkedip. Takjub Suvarnabhumi Airport megah dan luas banget.

Gue turun tepat di pintu masuk/keluar saat kedatangan gue ke Bangkok 5 hari yang lalu. Karena masih cukup waktu, gue makan di kantin airport yang luas banget. Asyiknya, walopun berada di dalam area aiport, bersih, nyaman ber-AC, harga makanan di sini sangat terjangkau. Gue memesan sepiring nasi tim, tanpa beli minum, karena gue masih ada sisa air mineral untuk sepanjang waktu tunggu gue sampe keberangkatan nanti.

Entah kenapa, tapi sepertinya gue berhasil belajar hemat dalam perjalanan kali ini. Dari Jakarta gue bawa uang saku USD 155 ditambah 1,410 bath. Sekarang, saat gue akan terbang balik ke Jakarta, gue masih punya USD 30 dan sekitar 150 bath. Tapi walopun gue berhemat alias ngga keluar banyak biaya, tapi gue sangat menikmati perjalanan selama di Bangkok.

Di airport gue masih harus menunggu beberapa jam sampai waktunya check ini. Gue ngga terlalu merasa bosan, karena selain perut gue udah terisi dengan nasi tim khas Suvarnabhumi Airport, gue juga punya bacaan yang setia nemenin gue selama di Bangkok : To Kill A Mockingbird.

Waktunya check in pun tiba. Gue sempet khawatir dengan peraturan Airasia mengenai tas yang boleh dibawa ke kabin, yaitu hanya 1 buah dan maksimal 7 kg. Ransel gue ini rasanya udah jauh melewati batas itu. Gue ngga mo beli bagasi saat check in, tapi pasrah aja. Sewaktu - waktu petugas Airasia menangkap basah dan meminta gue untuk beli bagasi, gue akan nurut. Tapi ternyata lancar, tanpa masalah. Bagus deh...gue ngga perlu ngeluarin extra duit untuk beli bagasi.

Menjelang waktunya ngelewati pemeriksaan imigrasi gue sempet ke minimarket yang ada di dalam airport. Gue keluarin semua uang bath receh yang ada di kantong ato dompet gue. Setelah terkumpul, ternyata gue bisa beli 2 buah kue bakpao kecil untuk bekal di pesawat. Selama 3 jam lebih perjalanan kan pastinya gue akan ngerasa kelaparan nanti.

Gue pun melewati pemeriksaan imigrasi, dan menuju ruang boarding Airasia. Sial...kenapa selalu ada rasa sedih setiap kali akan ninggalin kota/negara tujuan bekpekeran gue. Gue jadi inget, malam pertama di Bangkok rasanya gue pengen kabur dan kembali ke Jakarta. Dan setelah semua proses penyesuaian diri yang ngga mudah itu terlewati, dengan sekejap gue harus ninggalin tempat itu.

Pesawat yang gue tumpangi pun berangkat dari Suvarnabhumi Airport jam 20.15. Sepanjang perjalanan gue sempat tertidur, makan bakpao, baca buku, bengong...tertidur lagi. Pesawat tiba di Bandara Soeta, Indonesia sekitar jam 23.45. Seperti rencana gue dari awal, malam ini gue akan nginep di bandara dan tidur di bangku yang ada di terminal keberangkatan international. Ini pengalaman kedua gue bermalam di airport, tapi kali ini sendirian. Ngga ada yang perlu gue takutkan, karena di dalam terminal ada beberapa petugas kebersihan bandara yang juga tidur di bangku lainnya.

Tidur dan bermalam di bangku bandara ini sebagai penutup traveling gembel gue. Mungkin orang bingung dengan alternatif liburan yang gue pilih, yang terkesan menjauh dari segala hal yang nyaman - nyaman, bahkan menjurus merepotkan diri sendiri. Tapi buat gue pribadi, bekpekeran itu bukan sekedar membawa ransel di pundak dan berpetualang dengan mencari segala hal yang paling murah. Buat gue, bekpekeran itu pengalaman yang sangat indah. Sebuah proses keluar dari kenyamanan rutin gue sejenak, menghadapi segala masalah dan rintangan, menangis karena nyaris putus asa (dan karena gue emang cengeng), mencari solusi, dan bangkit lagi. Bekpekeran mengingatkan gue kalo Yesus selalu menemani kemanapun gue pergi, dan dalam kondisi apapun dengan berbagai cara, Yesus pasti mendengar dan menjawab doa gue. Makasih Yesus...!!

11 Februari 2010 - Royal Barge Museum

Kisah pencarian Royal Barge Museum ini sama persis saat gue nyari Vimanmek Mansion. Sebenernya gue gak tau dan ngga punya modal informasi secuilpun mengenai posisi tepatnya, tapi cuma bermodal nekad dengan singgah di dermaga terdekat di lokasi itu. Gue punya niat sekuat baja (baca : nekad abiessz), karena gue udah ukur jarak posisi antara Pra Pinkloa Pier dan Royal Barge Museum dalam peta adalah 1 ruas jari telunjuk gue. Entah artinya berapa puluh kilometer, tapi bagi gue itu artinya masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Tiba di Pra Pinkloa Pier gue mampir di 7Eleven. Perut udah mulai bersenandung kelaparan. Di sini gue beli roti bakar isi tuna...lumayan murah, cuma 20 bath. Rotinya gue bungkus buat bekal di jalan.


Dalam pencarian Royal Barge Museum, gue berkali - kali nyasar. Gue sempet bertanya ke beberapa orang yang gue temui di jalan...dan semuanya menunjukkan arah yang beda. Gue cuma pasrah tanpa berenti jalan, dan tiba di Soi Wat Dusitaram, gue nanya arah lagi ke seorang turis bule yang jalan dari arah berlawanan. Dari informasi yang dia kasih, gue jadi lega karena gue ternyata udah mendekat menuju lokasi Royal Barge Museum.


Ternyata pencarian gue berakhir di sebuah jalan setapak kecil alias gang. Gue sebenernya bingung, tapi petunjuk jalan yang ada mengarahkan gue buat masuk ke gang itu. Sepi. Mau ngga mau gue mulai menyusuri gang, melewati rumah - rumah penduduk yang kecil, sempit bahkan bisa dibilang kumuh. Tapi walopun di dalam gang sempit, petunjuk arah menuju Royal Barge Museum di sepanjang gang, sangat jelas...

Sepanjang jalan gue terheran - heran, masa jalan masuk menuju museum penting yang menjadi tujuan wisata Bangkok, melalui gang sempit yang panjang dan berliku - liku seperti itu. Kalo bekpeker gembel kayak gue sih mau aja ngejalanin rute panjang yang melelahkan demi ngeliat Royal Barge Museum, tapi gue ngga yakin semua wisatawan yang datang ke Bangkok sanggup dan berminat kalo tau begini jalan yang harus ditempuh. Gue sedikit khawatir ngga bisa mengingat arah balik gue, karena walopun petunjuk arah banyak, tapi alakadar banget...cuma triplek kecil dengan tulisan : Royal Barge Museum dan tanda panah seadanya.


Akhirnya....tiba juga di loket tiket masuk museum. Gue beli tiket seharga 100 bath. Ternyata kalo gue mo memotret di dalam museum, gue harus bayar extra 100 bath untuk kamera gue. Busseett...udah jalannya jauh, harga tiket masuknya mahal pula : total 200 bath. Begitu masuk, gue bengong terpana. Oh Nooo...!! Museumnya unik....berdiri di atas kanal Bangkok Noi, anak dari sungai Chao Phraya...tepat di hadapan museum, terbentang sungai. Kondisi di museum sendiri gelap - gelap yang bikin gue ngeri ngga jelas. Kapal - kapal kerajaan yang megah disusun bersebelahan. Pengunjung bisa berkeliling dan melihat - lihat isi museum dengan berjalan di lantai semen selebar sekitar 1 meter, di antara kapal - kapal. Sementara kapal - kapal tersebut posisinya ada di atas air...Alamaakkk....gue jadi merinding.

Awalnya gue cuma berani berjalan di bagian depan museum...gak berani menyusuri ke bagian belakang museum...tapi semangat gue bangkit karna gue inget 2 hal : perjalanan panjang menuju museum ini dan tiket masuknya yang onde mandeee....mahal ! Saat itu gue satu - satunya pengunjung yang datang, tapi untungnya ada beberapa petugas juga yang berjaga. Selain mengurangi rasa takut gue, kehadiran mereka juga gue manfaatkan untuk memotret gue. Gue ngga mau terburu - buru meninggalkan museum...200 bath yang harus keluar dari pundi - pundi gue hari itu bikin ngga rela untuk meninggalkan museum terlalu cepat.

Tapi, semakin lama di museum ini, gue justru menikmati dan mengagumi kapal - kapal kerajaan yang tersimpan disini. Kapal - kapal ini hanya digunakan pada perayaan ato upacara kenegaraan. Gue terpana ngeliatin kapal - kapalnya karena didekorasi dengan ukiran - ukiran dan warna yang, menurut gue, super indah. Setelah gue yakin kalo gue benar - benar puas menikmati kunjungan ke Royal Barge Museum, gue meninggalkan lokasi. Kembali menyusuri gang sempit yang berkelok - kelok. Tiba di jalan besar, perjuangan belum selesai. Gue belum lupa jauhnya jarak yang harus gue tempuh menuju Pra Pinkloa Pier lagi. Matahari rasanya udah tegak lurus di atas kepala gue, ngebakar kulit gue yang udah gosong bukan main.

11 Februari 2010 - Giant Swing & 14 October Monument

Selamat paggiii !!!

Bangun tidur di hari ini dengan perasaannya gado - gado. Tapi yang paling kerasa : sedih...karena hari ini waktunya pulang kembali ke Indonesia Raya. Padahal udah mulai menikmati Bangkok, terutama Khaosan Road yang hingar - bingar ini.

Hari ini gue bertekad tetep jalan - jalan, menikmati setiap sisa detik yang gue punya. Masih ada tempat - tempat di peta yang kayaknya harus disinggahi juga. Nanti siang ato sore baru berangkat ke airport.

Abis mandi gue nyuci baju sedikit. Hari terakhir ini sekaligus puncak dan rekor kegembelan gue selama berbekpeker. Pagi ini gue gue bener - bener kehabisan baju, terutama bawahan (celana). Akhirnya, kain Bali gue harus berkorban lebih dan berubah jadi rok hari ini. Karena modelnya kain, bukan rok, gue butuh sesuatu untuk menjepit tuh rok jadi - jadian supaya ngga melorot apalagi lepas. Berhubung gue ngga bawa peniti dari Jakarta, 2 binder clip yang biasanya gue pake buat jepit segala macem kertas - kertas di passport pun gue pake untuk jepit sana - jepit sini tuh kain...dan voila !! Here I am...bekpeker wannabe pake rok kain Bali.

Rencana gue hari ini : ke Giant swing di Dinso Road....abis itu jalan kaki ke Chang pier dan naek kapal ke Ratchawong Pier menuju ChinaTown...dari Ratchawong naek kapal balik, tapi bukan turun di Chang, melainkan ke Pra Pinkloa Pier untuk nyari Royal Barge Museum. Selanjutnya, gue balik ke Chang lagi, menuju Khaosan, siap - siap check out dari 7 Holder, dan brangkat ke aiport. So little time so much to do !!! Gue udah harus check out dari 7 Holder jam 12.00, supaya ngga kena charge kamar hari itu.

Setelah gue beres - beres ransel dan jemur cucian, gue mulai perjalanan hari ini, ke target pertama, Giant Swing. Gue penasaran aja...apa maksudnya Giant Swing...ayunan raksasa ?? ayunan apaan...? mainan yang biasa ada di taman - taman ato sekolah itu ?

Walopun sempet nyasar sedikit, akhirnya tiba juga di Dinso Road. Di area yang sama gue malah ketemu City Hall. Di depan City Hall ada alun - alun, dan sepertinya sedang dilangsungkan upacara keagamaan di situ. Pengennya sih tinggal sebentar di situ buat liat upacara, tapi ngga bisa....waktu terbatas. Gue mendekat ke Giant Swing.

Giant Swing ini dibangun tahun 1784, di masa King Rama I. Kayaknya ini bangunan paling tua dibandingkan tempat lain di Bangkok yang udah gue kunjungin. Giant Swing pada masa itu digunakan untuk upacara keagamaan. Maksudnya ?? Upacara Tri-yampawai, yaitu upacara tahun baru Brahmin, yang berlangsung selama 10 hari. Berdasarkan cerita Hindu Kuno, setelah Brahma menciptakan alam semesta, ia mengirim Shiva untuk melihatnya. Waktu Shiva turun ke bumi, ular naga melingkari gunung-gunung untuk menjaga supaya bumi tetap pada tempatnya. Shiva melihat bumi tampak kokoh, dan para naga pun pindah ke laut untuk merayakannya.

Upacara Tri-yampawai untuk memperingati kisah ini. Pilar - pilah ayunan menyimbolkan gunung - gunung, sementara dasar tempat pilar berdiri, yang bentuknya melingkar, menyimbolkan bumi dan laut.

Di masa King Rama II, upacara dihentikan karena giant swing rusak akibat disambar petir. Setelah itu Giant Swing mengalami banyak proses renovasi dan rekonstruksi. Wuihh...walopun menurut gue Giant Swing letaknya ngga terlalu strategis (buktinya gue sempet nyasar..), tapi ternyata ada sejarah panjang dibaliknya, mengenai fungsinya yang sangat penting.

Gak bisa berlama - lama menikmati Giant Swing, gue harus melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan menuju Chang Pier, gue malah mampir ke Monument of 14 October.

Monument of 14 October dibangun sebagai penghormatan bagi rakyat Thailand yang tewas terbunuh pada unjuk rasa melawan pemerintahan militer yang diprakarsai oleh kalangan mahasiswa, pada 14 Oktober 1973. Monumen ini juga sebagai simbol penghormatan bagi rakyat Thailand yang tewas pada Oktober 1976 dan Mei 1992, dalam aksi protes melawan aturan militer.

Di monumen ini pengunjung (yang pagi itu cuma gue seorang), bisa membaca mengenai sejarah monumen dan peristiwa - peristiwa yang melatarbelakangi dibangunnya monumen ini, melalui potongan artikel - artikel berita media cetak yang dipamerkan di monumen itu.

Walopun blon puas, tapi gue harus meninggalkan monumen, untuk menuju Chang Pier. Sepanjang jalan gue menimbang - nimbang....waktu semakin menipis...sepertinya gue cuma punya kesempatan untuk mengunjungi 1 lokasi lagi. Jadi gue harus memilih, ke ChinaTown ato Royal Barge Museum. Tiba di Chang Pier, keputusan gue bulat : let's go to Royal Barge Museum. Gue pun naek kapal menuju Pra Pinkloa Pier.

Monday, March 08, 2010

10 Feb 2010 - BTS & MRT Tour

Jim Thompson Mansion mission completed, selanjutnya gue mo menghabiskan waktu sore dengan naek BTS ato MRT sepuas - puasnya, tapi gak boleh ketinggalan kapal di Satorn Pier. Target gue berikutnya adalah Victory Monument. Victory Monument adalah monumen militer yang dibangun taun 1941 untuk memperingati kemenangan Thailand atas perang Franco - Thailand. Untuk mencapai lokasinya, dari National Stadium Station gue naek BTS lagi ke Victory Monument Station.

Dari station gue udah bisa ngeliat Victory Monument, dan gue sempat keluar dari station dan ke jalan raya untuk nyeberang ke monumen, buat liat lebih dekat. Tapi gue sedikit ngeri dengan kondisi jalan raya di kawasan itu yang sore itu lagi padat banget. Bukan cuma padat sama bus - bus tapi juga orang - orang yang ramai lalu lalang dan pedagang kaki lima...Akhirnya gue naek ke station lagi, memandang monumen dari jarak aman.

Perjalanan dilanjutkan. Kali ini pengen nyoba MRT nya Bangkok. So, dari Victory Monument Station naek BTS lagi ke Chit Lom Station. Chit Lom Station adalah station transit buat naek BTS ke Si Lom Station. Di Chit Lom Station pas gue lagi antri mesin tiket, perempuan di depan gue, yang keliatan lagi bingung, tiba - tiba bilang, "Sorry, I'm a tourist, and this my first time using this machine, and I dont know how.." Ternyata dia turis Asia yang lagi traveling di Bangkok juga bareng ibunya dan seorang cowo. Dengan senang hati gue kasih liat ke dia gimana cara kerja mesinnya. Gue ngerti banget gimana rasanya bingung saat lagi di tempat asing, di antara orang asing juga....dan sama seperti gue, di saat - saat seperti itu pasti gue juga akan butuh orang yang bersedia ngebantu gue.

Si Lom Station adalah pertemuan antara BTS dan MRT station. Waktu mo beli tiket MRT gue sempet bingung tujuh keliling gimana cara pake mesin tiketnya, karena beda ama mesin tiket BTS, kayaknya lebih complicated. Bedanya, mesin tiket MRT bisa nerima uang kertas, sementara mesin tiket BTS hanya uang logam, makanya di station - station BTS selalu dilengkapi dengan tempat penukaran uang logam. Udah gitu, kalo tiket BTS berupa kartu magnetik, tiket MRT berupa koin.

Tujuan gue adalah Hua Lampong Station. Sebenernya gue ngga ada tujuan jelas di Hua Lampong ini, cuma pengen nyobain MRT nya doang. Awalnya sih pengen ke daerah Sukhumvit, tapi takut ketinggalan kapal nanti. Berhubung Hua Lampong adalah station paling ujung, gue naek MRT balik lagi sampe Si Lom Station. Tiba di Si Lom lagi, gue malah tergoda buat mampir di King Rama VI Statue. Berarti hari ini, King Rama V dan King Rama VI Statue missions completed.

Gue naek BTS lagi, pulang ke Saphan Taksin Station. Hari mulai gelap, gue udah mulai dag dig dug takut ketinggalan kapal. Tiba di Saphan Taksin, lanjut lagi naek kapal pulang dari Satorn Pier.

Hmm...kalo diitung - itung, perjalanan gue hari ini panjang banget....tapi puas banget karena akhirnya udah bisa nyobain alat transportasi lainnya di Bangkok : MRT.

Tiba di Khaosan Road, gue langsung ke 7 Holders. Abis mandi dan bersih - bersih, gue keluar hostel lagi...biasa, jalan - jalan malam di Khaosan Road sambil beli air mineral di 7Eleven. Kayaknya lama - lama gue terbiasa banget dengan kesendirian gue. Di tengah keramaian Khaosan Road, gue justru menikmati acara jalan malam walopun sendirian. Malam ini gue jalan agak jauh, sampe ke ke Rambuttri Road, dan tepat di ujung jalan nemu warnet yang murah meriah, dan gue menghabiskan hampir 3 jam di sini.

Abis itu gue pulang ke 7 Holder dan bobo dengan nyenyaknya.