I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Sunday, June 21, 2015

Kebaktian yang Mengesankan di Gereja Kristen Pasundan


Minggu, 14 Juni 2015. Gue bangun ekstra pagi karena sangat bersemangat untuk ikut kebaktian minggu pagi di Gereja Kristen Pasundan. Kebaktiannya sendiri jam 9 pagi, namun gue tetap akan berangkat pagi dari hotel karena banyak hal yang pengen gue nikmati di Minggu pagi ini. Pertama, kegiatan Car Free Day yang berlangsung di sepanjang Jalan Siliwangi, kedua pengen lihat - lihat Jalan Yos Sudarso yang dipenuhi bangunan - bangunan kuno nan megah.


Car Free Day

Gue kurang tahu rute atau lokasi penyelenggaraan Car Free Day di Cirebon ini....yang jelas salah satunya di Jalan Siliwangi sampai dengan Alun Alun Kejaksan. Unik juga rasanya ngelihat jalan ini....gue pernah lihat jalan ini sibuk di siang hari oleh kendaraan lalu lalang....ramai di malam hari oleh warga yang asyik nongkrong....dan sekarang jalan yang sama nampak padat oleh warga yang antusias mengikuti berbagai kegiatan Car Free Day-nya. 

Salah satu kegiatan Car Free Day bagi anak - anak



Lihat-Lihat Jalan Yos Sudarso

Berhubung ada kegiatan Car Free Day, jadi gue harus berjalan kaki dahulu hingga Alun - Alun Kejaksan. Dari situ gue naik angkutan umum GM (03), sampai ke Jalan Yos Sudarso. Berhubung gue masih punya banyak waktu, jadi gue leluasa untuk menikmati pagi itu dengan melihat - lihat bangunan kuno nan bersejarah di sepanjang Jalan Yos Sudarso. Awalnya gue memasuki bangunan Gereja Kristen Pasundan dahulu, namun masih benar - benar kosong. Setelah itu gue ke Gedung Bank Indonesia di seberang jalan, lalu ke Gereja Katolik Santo Yusuf yang sejajaran dengan Gereja Kristen Pasundan.

Gereja Santo Yusuf, Cirebon
Karena gue masih memiliki banyak waktu sampai waktu kebaktian dimulai, dan gue ngga pernah tahan berlama - lama berdiam diri, iseng - iseng gue kembali menyeberang jalan untuk menuju bangunan kuno yang sejak semalam bikin gue penasaran, namanya Guest House Yos Sudarso. Gue tertarik karena sempat membaca tulisan "untuk umum" di papan reklamenya. Gue berasumsi ini adalah penginapan yang disewakan untuk umum. Bangunan tuanya bikin gue tertarik untuk survey dan lihat - lihat. 

Gue cukup beruntung karena diperbolehkan untuk masuk ke dalamnya dan diperlihatkan setiap bagian guest house. Jadi, guest house tersebut memiliki 5 buah kamar tidur yang masing - masingnya disewakan seharga Rp. 150,000 per malam. Fasilitas kamarnya, kamar yang besar, Queen size bed, AC, dan TV. Kamar mandinya pun ada di tiap kamar, dan berukuran besar. Selain kamar tidur, juga tersedia ruang duduk seperti ruang tamu dan ruang makan, dan juga dapur. Semua tertata rapi dan bersih. Guest House ini adalah milik korps Angkatan Laut. Siang itu gue disambut ramah oleh 2 staffnya yang masih berseragam lengkap. 

Perasaan gue campur aduk. Gue pengen banget nyoba menginap di situ suatu saat kelak, karena bangunannya yang kuno itu bikin penasaran, ditambah lokasinya yang cukup strategis. Namun di saat yang sama, bangunan yang bentuk dan warna catnya ala bangunan tentara tempo dulu, dengan atapnya yang tinggi, bikin gue ragu apakah gue berani melewatkan malam di sini atau ngga. Tapi serius deh....kayaknya gue akan coba menginap di situ suatu saat. Guest House Yos Sudarso terletak di Jalan Yos Sudarso No. 25, telepon : 0231-8300625.


Gereja Kristen Pasundan

Gue kembali ke gereja sekitar 30 menit sebelum kebaktian dimulai. Hanya ada seorang ibu yang sudah datang dan menyambut gue dengan sangat ramah. Ngga berapa lama kemudian, datanglah seorang bapak, ternyata Bapak Pendeta Edward yang merupakan salah satu pendeta di sana. Beliau menyempatkan diri untuk duduk di dekat gue, menyambut dengan sangat ramah, karena mengetahui bahwa gue adalah orang yang baru pertama kali datang ke gereja ini. Beliau sempat bercerita singkat mengenai sejarah gereja ini. 

Ketika kebaktian akan dimulai dan para jemaat mulai memasuki gereja, mereka saling berjabat tangan. Beberapa dari mereka yang tahu bahwa gue adalah pendatang baru di gereja ini bersikap sangat ramah dan menyambut gue seperti anggota keluarga. Meskipun anggota jemaat yang mengikuti kebaktian saat itu tidak terlalu banyak, namun justru gue merasakan hikmatnya kebaktian berlangsung. 

Ketika pembacaan warta jemaat, salah satu penatua mempersilahkan bagi jemaat yang baru pertama kali hadir di gereja itu untuk berdiri dan memperkenalkan diri. Oh My God....!! Dengan malu-malu, gue berdiri dan memperkenalkan diri....dengan penampilan gembel dan seadanya...ditambah rambut kusut dan lengket dikuncir seadanya...karena abis berendam air yodium sehari sebelumnya, belum keramas karena males dan ngga bawa baking soda...Rasanya campur aduk...antara malu dan terharu. Setelah gue kembali duduk, beberapa jemaat yang duduk di dekat gue menyodorkan tangan sambil berkata, "Selamat datang!" Ketika kebaktian usai, kembali para jemaat saling berjabat tangan. Dan semakin banyak yang menyambut gue sambil bergantian berucap, "Selamat datang.....dari mana Mbak ? Oh, dari Jakarta ?.....Sendirian aja, Mbak ?......Selamat kembali ke Jakarta nanti, semoga perjalanan lancar, Tuhan Yesus memberkati...." 

Rasanya pagi itu adalah salah satu pagi yang paling istimewa dalam hidup gue. Di mana Yesus mempertemukan gue dengan para jemaat Gereja Kristen Pasundan yang masih memegang teguh nilai - nilai kekeluargaan, dan menerima kedatangan gue, si petualang gembel dari Jakarta yang belum mereka lihat dan kenal sebelumnya, sebagai bagian dari keluarga mereka. Terima kasih jemaat Gereja Kristen Pasundan Cirebon, atas keramahan serta ketulusannya, yang bikin gue merasa nyaman.

Gereja Kristen Pasundan Cirebon
Dibangun sejak tahun 1788
 


Simbol yang ada di salah satu makam kuno di halaman gereja
Simbol pada makam kuno lainnya
Hunting Bangunan Tua di Jalan Pasuketan

Sepulang dari gereja gue ngga langsung balik ke hotel. Gue tergiur untuk melihat-lihat bangunan tua peninggalan masa kolonial Belanda yang banyak terdapat di sekitar Jalan Pasuketan dan Jalan Kantor. Selain bangunan - bangunan perkantoran, gue juga mampir ke Klenteng Dewi Welas Asih (Tiao Kak Sie).

Bank Mandiri di Jalan Kantor (eks Bank Dagang Negara)
Dibangun sejak tahun 1920


Gedung BAT (British American Tobaccos) di Jalan Pasuketan
Dibangun sejak tahun 1924


Gedung BAT
Klenteng Dewi Welas Asih


Pelabuhan Cirebon


Ngga puas sekedar berpanas - panas dan menggosongkan kulit di Jalan Pasuketan dan sekitarnya, gue melangkah menuju Pelabuhan Cirebon. Dengan membayar tiket masuk Rp. 1,000, gue pun masuk ke kawasan yang dipenuhi oleh bangunan - bangunan pergudangan yang nampak tua namun menarik, dan pastinya kapal - kapal yang sedang berlabuh di situ. Gue memang ngga terlalu lama di sana karena....ya ampun ! Kawasannya kering dan tandus banget, jadi panasnya sejuta kali lipat dibanding kawasan lain di Cirebon. Udah gitu sepi banget....mungkin karena itu hari Minggu, jadi ngga ada aktifitas yang berarti. Tapi bangunan - bangunan yang ada di sini cukup menyita perhatian gue. Caelahh !

Pelabuhan Cirebon
Kuli Pelabuhan




Setelah puas berada di pelabuhan, gue pun meninggalkan lokasi, untuk kembali ke hotel. Sebelumnya gue mampir ke Grage Mall untuk mencari makan siang.

Tiba di hotel, gue menyiapkan ransel dan sempat beristirahat sekitar 2 jam sampai waktu check out. Sekitar jam 2 siang gue meninggalkan hotel dan menyeberang jalan menuju Stasiun Cirebon.

Cirebon....kota ini sangat berkesan untuk gue. Mengingat betapa 'kosongnya' gue 3 hari yang lalu ketika pertama kali tiba....dan betapa 'kaya'nya gue akan pengalaman serta kesan yang indah dan mendalam setelah berpetualang di sini selama 3 hari. Kota ini bikin siapapun, khususnya orang yang yang berpetualang sendirian kayak gue, merasa diterima dan nyaman. Cirebon punya tempat-tempat wisata yang menarik, prasarana angkutan yang memadai, tapi lebih dari itu yang paling mengesankan dan menonjol adalah kebaikan dan keramahan nan tulus warga lokalnya yang sangat menyentuh hati gue dan pasti akan sangat gue rindukan. Selamat tinggal dan sampai jumpa lagi, Cirebon ! 

Saturday, June 20, 2015

Dari Wisata Keraton Sampai Pemandian Air Panas Beryodium (2)


Dari Keraton Kasepuhan gue berjalan kaki ngga terlalu jauh sampai bertemu Gereja Bethel yang ada di pinggir jalan raya. Dari situ gue naik angkutan umum menuju Keraton Kacirebonan. Sebenarnya jaraknya ngga jauh, dan tadi gue juga melewati jalan yang sama ketika menuju Keraton Kasepuhan dari Keraton Kanoman. Tantangannya, cuaca super panas nan dahsyat yang harus gue 'nikmati' kalo harus berjalan kaki lagi menuju Keraton Kacirebonan.

Tiba di sana, gue disambut oleh Pak Nono, penjaga sekaligus pemandu Keraton, dan diarahkan untuk membeli tiket masuk seharga Rp. 5,000. Asyiknya, gue adalah satu - satunya pengunjung Keraton, yang lebih nampak seperti rumah tinggal itu. Jadi gue leluasa bertanya - tanya dan mengobrol panjang lebar dengan Pak Nono mengenai Keraton ini. Keraton yang satu ini selain sangat terawat, bersih, juga asri karena terdapat beberapa pohon mangga di halamannya. 

Oleh Pak Nono gue diajak untuk melihat - lihat hampir seluruh bagian luar dan dalam Keraton, kecuali bagian - bagian Keraton yang memang tidak boleh untuk dimasuki pengunjung. Pak Nono adalah 'tuan rumah' yang sangat menyenangkan karena dengan sangat ramah dan semangat menjelaskan setiap detil dari Keraton, baik sejarahnya, maupun barang - barang peninggalan yang tersimpan di dalamnya. Dan yang paling istimewa, Pak Nono selalu menawarkan diri untuk membantu gue memotret. Makasih Yesus, atas warga Cirebon yang baik dan ramah ini.

Gerbang depan Keraton Kacirebonan
Ruang Jinem Prabayaksa
Ruang bagian dalam Keraton
Bendera Macan Ali, Lambang Kesultanan Cirebon
Koleksi Gamelan Keraton Kacirebonan
Koleksi Bedug Keraton
Perlengkapan upacara Tedhak Siti
Barang peninggalan Keraton Kacirebonan
Setelah selesai 'tour' di dalam bangunan Keraton, gue sempat duduk - duduk di lantai serambi Keraton atau disebut Ruang Jinem Prabayaksa karena 'tersihir' oleh rasa nyaman dan sejuk yang terasa dan sangat kontras dengan cuara kota Cirebon saat itu. Antara bangunan Keraton dan pintu Selamat Tangkep (pintu utama keraton) terdapat 4 pohon mangga yang sangat rimbun. Pak Nono bercerita mengenai filosofi dibalik keberadaan keempat pohon mangga itu. Dari tempat gue duduk, di hadapan gue adalah dua pohon mangga gedong di sebelah kiri, dan dua pohon mangga harum manis di sebelah kanan. Di tengahnya adalah pintu Selamat Tangkep yang dicat hijau.

"Nasihat" yang bisa dipetik dari 'pemandangan' ini adalah : Diam di gedong (rumah) harus manis dan ramah, kata Pak Nono. Dan gue cuma termanggut - manggut mendengarkannya sambil dalam hati menyimpan rasa kagum atas siapa pun di masa apapun yang 'menciptakan' filosofi sederhana namun bermakna itu.

Ketika pamit ke Pak Nono beliau sempat menanyakan rencana gue berikutnya. Gue bilang, sebenarnya pengen mencari tempat pemandian air panas di Kuningan, tapi masih bingung cara mencapainya. Dan lagi-lagi Pak Nono memberikan gue petunjuk menuju pemandian Sangkanurip yang ada di antara kota Cirebon dan Kuningan. Gue yang tadinya ragu untuk ke sana, langsung semangat lagi.

Rencana gue berikutnya adalah makan siang di Nasi Jamblang Ibu Nur yang ada di Jalan Cangkring, kemudian kembali ke hotel, lalu melanjutkan perjalanan menuju Sangkanurip. 

Siang itu Nasi Jamblang Ibu Nur ramai dipenuhi pengunjung, padahal saat itu belum juga jam makan siang. Bahkan ada rombongan 'wisata kuliner' segala yang menggunakan armada bus, yang bikin area parkir rumah makan yang sebenarnya ngga seberapa luas itu, jadi semakin padat. Pilihan lauk di Nasi Jamblang Ibu Nur banyak banget, tapi demi menjaga kesehatan fisik dan dompet gue, siang itu gue cuma makan nasi, tempe dan sate usus. Berhubung minuman teh tawar diberikan gratis, maka gue tinggal di sana beberapa saat meskipun sudah selesai makan, demi bisa menikmati beberapa gelas teh tawar ala Nasi Jamblang Ibu Nur. Setelah gue menikmati 2 tempat makan nasi jambal/jamblang yang paling populer di Cirebon, sekarang gue tahu apa yang menjadi ciri khasnya : daun jati yang digunakan sebagai alas makan.

Dari Nasi Jamblang Ibu Nur, gue pulang ke hotel. Alasan gue balik ke hotel sebenarnya paling ngga penting sedunia : karena pengen ngerasain sejuknya AC alias pendingin ruangan di kamar gue. Serius deh...Cirebon itu panasnya dahsyat. Setiap keluar hotel gue harus mastiin udah pake tabir surya baik untuk muka maupun badan gue. Karena kerasa banget panasnya ngebakar kulit. Kayaknya sampai sekarang gue masih sulit percaya ada kota yang lebih panas dari Jakarta. Dan sekarang gue memutuskan balik ke Hotel untuk berlindung dari panasnya di luar sana, sekaligus beristirahat sejenak.

Hampir jam 2 siang gue meninggalkan hotel, menyeberang jalan dan naik angkutan GC (05) menuju Terminal Harjamukti. Dari sana gue naik mobil Elf tujuan Kuningan untuk nantinya turun di Sangkanurip. Ongkos Elf-nya murah meriah, Rp. 10,000. Perjalanan sampai Sangkanurip memakan waktu sekitar 1 jam. Gue rasa sebenarnya bisa lebih cepat dari itu, cuma karena Elf-nya sering berhenti untuk mendapatkan penumpang, jadilah waktu tempuhnya jadi molor.

Ketika diturunkan di simpangan 'Sangkanurip' gue masih ngga tahu dimana tepatnya letak pemandian air panasnya. Gue mendekat ke tukang ojek yang sedang mangkal dan bilang minta diantar ke "pemandian air panas". Trus tukang ojeknya nanya, pemandian air panas yang mana....seakan - akan di kawasan ini terdapat banyak sumber pemandian air panas. Gue yang sebenarnya bingung langsung jawab sekenanya, "Grage". Ini jawaban asal banget....cuma biar ngga keliatan bloon aja. Gue langsung jawab Grage karena teringat papan reklame iklan Grage Sangkan Hurip Resort & Hotel yang ada di depan Hotel Cordova. 

Tiba di Grage Sangkan Hurip Resort & Hotel gue langsung ke tempat spanya dan mendaftar untuk ikut 'aquamedic pool' treatment, seharga Rp. 120,000 untuk 60 menit. Terapinya dilakukan di sebuah kolam air panas alami beryodium, dilengkapi dengan teknologi modern dan berbagai fasilitas terapi, salah satunya bubble area. Rasanya, nikmat dan relaks luar biasa. Efek dari spa ini bagi gue pribadi seakan - akan meruntuhkan semua ketegangan saraf di badan dan melancarkan sirkulasi darah. Kelar spa, rasanya gue ngga berdaya untuk melanjutkan perjalanan panjang kembali ke Cirebon, saking relaks dan longgarnya saraf - saraf di sekujur tubuh gue.

Kalo tubuh sedang dalam kondisi relaks maksimal, rasanya jadi ringan...ibaratnya seperti kapas. Itulah kira-kira kondisi gue saat itu...meskipun ngga harafiah ringan 'seperti kapas'...mengingat bobot gue yang saat ini mungkin nyaris 70 kg....

Tapi apa daya, penginapan di Grage ini harganya premium banget. Gue pun meninggalkan hotel dan berjalan kaki menuju simpangan Sangkanurip, dan dalam hati berjanji untuk kembali ke sini untuk menikmati 'aquamedic pool' treatment lagi suatu saat.

Aquamedic Pool
Pemandangan sore di Sangkanurip
Perjalanan kembali ke Cirebon lebih cepat dari dugaan gue, yaitu sekitar 40 menitan. Tiba di Cirebon gue ngga langsung kembali ke Hotel, melainkan menuju Jalan Yos Sudarso. Ngapain ? Tujuan gue ke sini adalah untuk mencari lokasi Gereja Kristen Pasundan. Rencananya besok pagi gue akan mengikuti kebaktian di gereja ini. Sebenarnya ada banyak gereja di Cirebon. Tapi gue memilih Gereja Kristen Pasundan karena ini adalah salah satu bangunan cagar budayanya Cirebon. Gereja ini dibangun sejak tahun 1788 Masehi. Gue senang bukan main karena bisa melanjutkan hobi mencari gereja - gereja tua bersejarah di sini.

Setelah kesasar namun akhirnya menemukan lokasi gerejanya yang berdekatan dengan Gereja Katolik Santo Yusuf, dan nyaris berseberangan dengan Gedung Bank Indonesia yang ngga kalah kuno dan bersejarahnya, gue pun berniat kembali ke hotel. Namun sebelumnya gue turun di Jalan Cipto Mangunkusumo di seberang Grage Mall karena mau makan hidangan empal gentong di "Nasi Lengko & Sate Kambing Muda" Ang Andi. 

Empal Gentong plus lontong
Kelar makan malam, gue pun menuju Hotel dengan badan yang segar namun lemas di saat bersamaan, efek dari aquamedic pool treatment tadi. Tiba di hotel gue sekedar mandi dan istirahat sejenak, setelah itu langsung meninggalkan kamar lagi. Kali ini gue mau lihat - lihat suasana Jalan Siliwangi di malam hari sekalian cari oleh - oleh buat Mama. Ternyata Jalan Siliwangi di malam hari tetap sibuk dan kelihatan ramai dan menarik. Di pinggir jalan banyak warga, terlebih anak muda sini, nongkrong menikmati malam.

Malam itu gue mampir di pusat oleh - oleh "Pangestu" dan membeli beberapa jajanan ringan buat Mama. Setelah itu gue kembali ke Hotel untuk mengakhiri perjalanan panjang dan sibuk gue di hari ini. Terima kasih Yesus atas hari yang padat namun menyenangkan, serta penyertaan Yesus buat gue hingga gue bisa melanglang sampai keluar dari Cirebon hari ini.

Thursday, June 18, 2015

Dari Wisata Keraton Sampai Pemandian Air Panas Beryodium (1)


Hari kedua (13 Juni 2015) gue di Cirebon ini akan sangat sibuk. Setelah menikmati sarapan nasi goreng gratis dari hotel, gue pun langsung meninggalkan hotel. Tujuan pertama, pengen melihat - lihat bangunan  -  bangunan kuno dan indah di sepanjang Jalan Siliwangi dengan berjalan kaki. Gue sempat mampir ke pelataran Balai Kota Cirebon dengan bangunannya yang kuno namun tetap kokoh. Berhubung hari Sabtu, awalnya gue ragu apakah diperbolehkan memasuki halaman Balai Kota. Apalagi di bagian depan langsung disambut oleh Pos Keamanan dengan beberapa petugas di dalamnya. Gue pun meminta ijin untuk melihat - lihat gedung Balai Kota. Salah satu petugas menyambut ramah dan mempersilahkan, dan mengantar gue mendekat ke gedung. Bahkan si petugas menawarkan diri untuk memotret gue dengan latar belakang gedung Balai Kota yang didominasi warna putih itu.

Balai Kota Cirebon
Satu hal yang sangat menarik dan bikin gue terkesan sejak menginjakkan kaki di Cirebon kemarin adalah keramahan yang tulus dari warganya, baik yang gue temui di jalan, angkutan umum, maupun tempat umum. Jika bertemu dengan warga setempat, dan gue hendak menanyakan arah, pasti akan berakhir menjadi pembicaraan yang hangat, yang secara pribadi membuat gue terkesan, dan dengan segera memberikan rasa nyaman dan betah berada di kota yang baru gue datangi ini. 

Kemarin sore Mama sempat telepon karena khawatir (seperti biasa) dan tanya, "Gimana kau di sana ? Jangan keliatan banget kau kayak orang baru di sana ya Cher...." Macam mana, Ma ?? Cei pakai ransel, pakai tas selempang kecil buat ongkos dan kamera, layaknya wisatawan...motret sana sini...kadang buka dan nulis di buku catatan kecil...tampangnya culun dan kadang bingung...tiap mau naik angkutan umum, nanya orang dulu...nanya jalan dan lokasi....lihat bangunan tua langsung takjub....lihat lokomotif tua langsung motret...gimana ngga keliatan kayak orang yang bukan warga Cirebon, coba ? Dan gue cuma senyum (manis banget) sambil jawab ringan, "Di sini orangnya baik - baik dan ramah banget Ma! Setiap Cei nanya jalan, langsung dibantuin...Cei banyak teman ngobrol disini...Mama tenang aja." "Oooohh....pokoknya hati - hatilah kau di sana ya!" jawab Mama, kali ini terdengar jauh lebih tenang.

Keraton Kanoman

Meskipun belum puas menyusuri Jalan Siliwangi, namun gue harus melanjutkan perjalanan menuju Keraton, dengan menumpang angkutan umum No. D6. Perhentian pertama gue adalah Keraton Kanoman. Gue sempat bingung karena diturunkan sopirnya di dekat sebuah pasar, Pasar Kanoman. Setelah melewati pasar yang padat dengan kesibukan tingkat tingginya di pagi hari itu, akhirnya gue tiba di Keraton Kanoman. Sepi. Mendekat lagi ke area Keraton, gue disambut oleh seorang pemuda bernama Rio yang sebenarnya secara ngga langsung menawarkan diri sebagai semacam pemandu keraton. Ngga ada pengunjung lain di sana pagi itu, dan ngga ada loket pembelian tiket atau semacamnya. Rio langsung mengantar gue melihat - lihat setiap sisi Keraton Kanoman, yang menurut gue tidak terlalu luas, dan (maaf) kurang terawat. Meskipun kondisinya saat ini agak terbengkalai, namun tetap aja fakta bahwa keraton ini dibangun sekitar tahun 1678 Masehi dengan cerita masa kejayaannya bikin gue takjub.

Pintu masuk di Keraton Kanoman



Kereta Paksi Naga Liman
Komplek Keraton Kanoman
Selain fasih dalam menjelaskan setiap bagian Keraton, Rio juga menawarkan diri  untuk membantu gue memotret, yang tentunya gue sambut dengan girang. Tripod mini dibebastugaskan dulu pagi ini. Setelah puas melihat - lihat Keraton Kanoman, gue pun melanjutkan perjalanan menuju Keraton berikutnya, Keraton Kasepuhan dengan berjalan kaki.

Keraton Kasepuhan

Tiba di Keraton Kasepuhan gue disambut hangat oleh seorang bapak yang bertanya, "Kemarin jadi makan di Mang Dul, Mbak ?" Apaaa...?? Meskipun kaget dan bingung, namun secepat kilat gue langsung teringat, kemarin ketika sempat mampir ke sini namun batal masuk karena keraton sudah tutup, gue sempat bertanya ke si bapak cara menuju Nasi Jambal Mang Dul. Dan si bapak yang ramah ini menjelaskan panjang lebar. Namun gue ngga ingat wajahnya karena ketika dia menjelaskan, datanglah seorang bapak lainnya yang ikut menjelaskan rute alternatif menuju ke Nasi Jambal Mang Dul....lalu nimbrung lagi bapak-bapak lainnya yang kebetulan sedang berkumpul dekat situ. Seakan - akan para bapak ini amat khawatir gue akan menderita kelaparan kalo ngga bisa menemukan Nasi Jambal Mang Dul, jadi dengan sigap memberitahukan gue segala cara menuju tempat itu. Ada yang bilang naik angkutan umum nomor sekian aja....yang lainnya menimpali untuk naik becak aja...dan lain sebagainya. Sekali lagi gue diperlihatkan oleh keramahan warga lokal. 

Kasultanan Kasepuhan Cirebon
 

Hiasan keramik Cina pada tembok Keraton
Gapura Kutagara Wadasan
Taman Bunderan Dewandaru
Patung 2 macan putih sebagai simbol Pajajaran



Gue, Bapak Pemandu, dan Singa Barong di belakang
Kereta dan....kebo kuning ?!
Jinem Pangrawit (Serambi Keraton)
Perlengkapan upacara Tedak Siti
(Upacara turun tanah untuk bayi usia 7 bulan)
Setelah membeli tiket masuk seharga Rp. 20,000, gue langsung disambut oleh seorang pria tua berpakaian tradisional yang siap menjadi pemandu dan mengenalkan gue pada Keraton Kasepuhan. Sayangnya gue lupa menanyakan nama si bapak yang menjadi sahabat terbaik gue selama di Keraton Kasepuhan itu. Bayangkan, selain dengan antusias menjelaskan detil sejarah dan setiap detil sisi Keraton, beliau juga selalu menawarkan diri untuk memotret gue. Kadang kalau gue enggan berfoto karena agak lelah atau kepanasan, nanti beliau justru bilang, "Sini Mbak saya foto....biar ada kenangan sudah pernah kemari. Dari pada nanti nyesel..." Bahkan si bapak bertubuh kecil ini kadang berperan sebagai pengarah gaya, yang mengarahkan di mana sebaiknya gue berdiri dan berpose. Luar biasa banget. 

Gue pun diantar berkeliling Keraton Kasepuhan yang dibangun sejak tahun 1452 Masehi oleh Pangeran Cakrabuana, yang menurut gue sangat terawat, bersih dan masih nampak agung. Yang bikin gue sangat menikmati kunjungan gue ke sini adalah karena tidak banyak pengunjung Keraton pagi itu, jadi suasananya tenang dan sepi. 

Salah satu benda yang paling gue kagumi adalah Singa Barong, yang merupakan perpaduan empat unsur berbeda yang memiliki makna dan filosofi yaitu garuda yang bersayap seperti buraq (simbol agama Islam dan budaya Arab), belalai gajah (simbol budaya India), naga (simbol budaya Tiongkok), dan singa (simbol budaya Eropa). Singa Barong ini menandakan bahwa akulturasi dari beberapa unsur budaya berbeda dari berbagai negara berbeda sudah ada sejak jaman dahulu. Keren ya ?

Singa Barong
Setelah berada di sana hampir 2 jam lamanya, gue pun pamit ke bapak pemandu yang telah menemani gue dan mengenalkan pada setiap sisi dan sudut Keraton Kasepuhan. Meskipun perjalanan gue mulai terasa menantang karena ganasnya mentari Cirebon di pagi itu, tapi kaki panjang gue ini mantap melangkah menuju Keraton berikut, Keraton Kacirebonan.