I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Saturday, October 20, 2012

Cerita Anjing : Dog House

Sejak akhir September yang lalu Bruncuz resmi memiliki rumah permanen sendiri. Ini adalah salah satu wujud keinginan gue untuk menyediakan tempat hidup yang lebih nyaman buat Bruncuz. Istimewanya, rumah Bruncuz berhasil dibangun atas kerja keras Mama dan Bapak.

Ide pembangunan rumah ini berawal karena kekhawatiran gue dengan kondisi rumah Bruncuz sebelumnya yang super alakadar di halaman belakang. Bruncuz memang ngga boleh masuk dan tidur di dalam rumah keluarga, namun gue tetap ingin Bruncuz punya teritori sendiri, dimana dia bisa mendapatkan kenyamanan ala rumah, di sepanjang siang dan malamnya. Ide ini sempat terpikir beberapa bulan yang lalu, hanya saja saat itu bagi gue mustahil untuk mewujudkannya karena terbentur ijin dari Mama.

Mama memang tidak menyukai anjing. Namun belakangan Mama banyak mengalah berkompromi, karena menyadari bahwa anjing adalah sahabat yang penting dalam hidup gue. Terlebih belakangan ini, dimana hari - hari gue dipenuhi dengan stres dan tekanan terutama dari pekerjaan. Mama tahu, Bruncuz banyak membantu dalam proses gue melepaskan diri dari stres. Rutinitas yang gue lakukan dengan Bruncuz banyak membantu gue agar relaks dan santai.

Setiap pagi dan sepulang kantor, gue akan menghabiskan beberapa saat di halaman belakang, bersama Bruncuz. Yang paling istimewa dari seekor sahabat anjing adalah betapa penat dan stresnya gue, dia takkan pernah bertanya, dan akan menunjukkan support dan perhatiannya dengan caranya sendiri. 

Karena waktu gue banyak dihabiskan di halaman belakang, dan karena Bruncuz adalah sahabat istimewa gue, Mama mengijinkan saat gue meminta dibuatkan rumah permanen untuk Bruncuz berukuran 1.5 x 1.5 meter. Di luar dugaan, Mama justru rela repot dan aktif untuk mengawasi pembangunan rumah Bruncuz dari awal hingga penyelesaiannya. Mulai dari mencari tukang, memilihkan bahan bangunan, dan menentukan model dan ukuran rumah. Ngga jarang gue lihat Mama dan Bapak berdiskusi serius mengenai proyek rumah Bruncuz ini. Kadang mereka bersilang pendapat misalnya mengenai bentuk pintu rumahnya, atau tipe keramik yang dipakai, atau lokasi rumah itu sendiri. Mama dan Bapak bagaikan manager proyek dengan tugas masing - masing, Mama yang mengatur segala sesuatunya, dan Bapak yang lebih bertanggung jawab di proses pengerjaannya bersama tukang. 

Suatu hari, saat keempat tembok rumah sudah terbangun, Mama kecewa bukan main melihat pintu rumahnya yang menurutnya menjadikan rumah menjadi seperti kuburan. Mama kesal karena pembuatan pintunya dilakukan saat Mama tidur siang, dengan kata lain, lolos dari pengamatannnya, dan hasilnya mengecewakan. Keesokan harinya, bentuk dan ukuran pintu sudah berubah. Mama yang terkejut melihatnya, puas dan senang dengan perubahan itu. Ternyata semalaman Bapak bekerja keras sendirian untuk mengubah bentuk pintu supaya sesuai dengan rencana Mama. Dedikasi Mama dan Bapak untuk mewujudkan istana untuk Bruncuz sungguh luar biasa.

Setelah seminggu, rumah Bruncuz pun berdiri dengan megah dan indahnya. Rasa senang gue bercampur dengan rasa haru, begitu melihat rumah yang jauh lebih indah dari yang gue bayangkan dan rencanakan.

Rumah Bruncuz yang megah itu adalah simbol rasa sayang Mama dan Bapak. Mereka mengenyampingkan rasa tidak sukanya terhadap anjing, dan berbalik mendukung gue untuk mewujudkan rasa sayang pada anjing. Dengan caranya yang unik mereka menyatakan bahwa apapun yang membuat gue bahagia, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk mengejar dan memberikannya. Walaupun mereka kesal setiap kali melihat gue berinteraksi terlalu akrab dengan Bruncuz, namun mereka justru berusaha untuk membuat tempat bermain gue dan Bruncuz senyaman mungkin. 

Dan untuk Bruncuz sendiri, rumah ini adalah istana yang menyediakan kenyamanan dan kehangatan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sekarang gue ngga khawatir lagi dengan kondisinya sehari - hari, karena gue tahu Bruncuz sudah memiliki tempat perlindungan yang kokoh. Terima kasih Mama dan Bapak.

Wednesday, October 17, 2012

Terima Kasih Yesus Atas Doa Yang Terjawab

Hari ini gue senang bukan main. Akhirnya, kabar yang gue tunggu - tunggu beberapa hari terakhir pun datang di siang hari. Gue diterima kerja di perusahaan yang gue idam - idamkan selama setahun terakhir ini. Istimewanya, selain seluruh prosesnya berlangsung sangat cepat, anugerah ini datangnya juga ngga disangka - sangka. 

Gue sudah mengajukan pengunduran diri dari perusahaan tempat gue bekerja sejak akhir bulan lalu. Rencananya gue ingin berlibur, menenangkan dan menyenangkan diri beberapa saat, mungkin berkeliling Asia Tenggara selama beberapa minggu, lalu kembali ke Jakarta, dan mulai menata hidup lagi dengan mencari pekerjaan baru.

Ini bukan keputusan yang mudah dan bisa gue ambil dengan cepat. Banyak pertimbangan yang harus gue lalui, banyak kekhawatiran yang sering menunda keputusan gue. Namun, rasanya gue sudah terjebak dengan rutinitas bekerja yang semakin hari dipenuhi dengan stres dan tekanan. Gue senang bekerja, tapi ngga suka kalo pekerjaan membelenggu dan menekan gue. Di saat yang sama, gue dihinggapi rasa bosan bekerja. Ini mengejutkan, terlebih untuk Mama, karena selama ini anak perempuannya adalah sosok yang super aktif dan menikmati bekerja. Tapi fisik dan pikiran gue berkata lain....Gue ingin mengubah pola rutinitas gue...gue pengen bangun di siang hari....menonton televisi kapan pun gue pengen....memelihara dan bermain dengan banyak anjing...dan tentunya, liburan.

Belum genap seminggu yang lalu, gue menerima telepon dari seseorang yang gue kenal. Seseorang yang menilai kinerja kerja gue selama ini sangat positif dan menghargainya. Yang paling menarik, seseorang yang bekerja di perusahaan idaman gue. Dia sudah mendengar kabar pengunduran diri gue, dan hendak menawarkan sebuah posisi di perusahaan tempatnya bekerja. Gue cuma terkejut dan senang luar biasa.

Keesokan harinya, rangkaian perjuangan gue untuk meraih pekerjaan di perusahaan idaman pun dimulai. Wawancara demi wawancara....tes demi tes, termasuk tes kesehatan, pun gue lalui. Dan hari ini, seseorang yang baik hati itu menelepon dan bilang, "Selamat ya Cher...hasil kesehatanmu Obesitas, tapi kamu diterima kerja di sini...." Gue langsung berlari mencari arah aman untuk berbicara panjang lebar mengenai berita sukacita ini. Dia pun menutup pembicaraan dengan berkata, "Bekerjalah sehebat yang gue tahu selama ini Cher...bahkan kalau bisa lebih hebat lagi!".

Rasa bahagia dan bersyukur meluap - luap memenuhi hati gue. Gue langsung menelepon Mama. Mama adalah rekan seperjuangan gue selama pergumulan panjang beberapa waktu belakangan. Mama mendukung penuh saat gue mengundurkan diri. Mama setia mendengarkan keluh - kesah gue yang berhubungan dengan pekerjaan. Dan yang terpenting, Mama selalu mendoakan gue, termasuk selama proses berusaha untuk masuk bekerja di perusahaan yang baru ini. 

Ini adalah mukzizat dari Yesus. Lagi - lagi gue dibuatNya takjub. RencanaNya di luar perkiraan dan jauh dari apa yang gue pikirkan. Gue ingin istirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan, namun Yesus menentukan lain. Setiap saat gue panjatkan doa pada Yesus, agar setiap usaha gue untuk mendapatkan pekerjaan ini dilancarkan dan diberkati. Gue juga selalu berdoa Novena Tiga Salam Maria. Ini adalah doa Katolik yang gue kenal sejak duduk di bangku sekolah dasar di Santo Markus. Doa yang selalu gue kumandangkan di saat gue memanjatkan permohonan - permohonan khusus....doa yang sangat menguatkan dan memberikan keyakinan bagi diri gue. 

Terima kasih Yesus...terima kasih Bunda Maria....sebuah langkah awal bagi perjuangan baru gue. Pastinya, sebuah anugerah yang sangat istimewa.

Saturday, October 06, 2012

Cerita Anjing : Daging Mentah vs Makanan Kaleng

Sejak memutuskan untuk bersahabat dengan Bruno alias Bruncuz, anjing rumah, gue berkomitmen untuk lebih memperhatikan kondisinya, terlebih urusan makanan. Selama beberapa tahun Bruncuz terbiasa makan makanan apapun yang diberikan Mama, Bapak atau Riko. Pastinya makanan sisa seadanya. Apa yang anggota keluarga makan, itulah yang akan dimakan oleh Bruncuz.

Kali ini gue berjanji, meskipun Bruncuz sudah cukup tua dari segi usia, urusan makanannya akan menjadi salah satu prioritas gue. Apalagi, Bruncuz adalah partner jogging pagi gue setiap hari. Ngga bisa diingkari, kebutuhan makanan Bruncuz harus dipenuhi, berhubung aktivitas barunya yang pasti membutuhkan sumber gizi seimbang. Awalnya gue membeli makanan daging olahan yang dikemas dalam kaleng. Agak susah untuk mengenalkan jenis makanan ini ke Bruncuz, mengingat pola dan jenis makanan selama kurang lebih 6 tahun terakhir. Sebagai 'snack' gue juga selalu memberikan Bruncuz keju.

Sebenarnya gue juga pengen beli biskuit khusus anjing, atau mungkin jenis makanan 'dry food'. Tapi gue ragu, apakah Bruncuz akan suka. Terlebih, apakah makanan tersebut memang baik dari segi kesehatan. Gue ngga nyaman dengan konsep 'dry food' karena menurut gue sangat jauh dari alami. Memang makanan yang praktis, dengan janji - janji mengandung segala macam jenis dan sumber gizi yang dibutuhkan oleh anjing. Tapi 'dry food' ini ada di urutan terakhir dalam daftar makanan yang ingin gue berikan buat Bruncuz.

Suatu saat gue nonton acara Dog 101 di channel Animal Planet, yang kebetulan membahas salah satu konsep makanan, yang sebenarnya sampai saat ini masih menjadi kontroversi, yaitu daging mentah untuk anjing. Gue tertarik dan sejak itu mencari - cari sumber informasi mengenai daging mentah ini melalui internet. 

Saat ini, Bruncuz secara rutin makan daging mentah atau setengah matang. Perubahan jenis makananBruncuz menuntut gue untuk lebih rajin dan bersedia menyediakan waktu extra. Misalnya, gue harus ke hipermarket yang menjual daging ayam segar setiap 3 hari sekali. Selain itu, untuk menyiapkannya pun dibutuhkan waktu ngga sedikit. Berhubung stok daging untuk Bruncuz gue simpan di freezer, otomatis gue harus memastikan saat waktunya Bruncuz makan, daging tersebut ngga dalam keadaan beku atau dingin. 

Ada 2 jenis daging yang gue kasih ke Bruncuz di setiap waktu makannya. Yaitu daging ayam mentah  bertulang (biasanya gue rendam di air matang terlebih dahulu selama beberapa menit supaya tidak terlalu dingin atau beku), kedua adalah daging sapi giling untuk campuran nasi. Untuk penyajiannya, gak perlu menambahkan garam, minyak atau bumbu lainnya. Nasi hanyalah salah satu makanan alternatif. Kadang Bruncuz terlalu bosan untuk melahap nasi, maka di saat  - saat seperti itu gue hanya akan memberikannya beberapa potong daging untuk disantap. Bagi Bruncuz, tidak pernah ada kata bosan untuk daging mentah. Dia akan melahap dagingnya dengan penuh nafsu dan semangat.

Melihat semangatnya Bruncuz makan, menghapus lelah dan repot gue. Gue sudah mulai melihat perubahan positif dari fisik Bruncuz. Menurut yang gue baca, daging mentah baik untuk kesehatan pencernaan, gigi, bahkan bulunya. Konsep ini banyak ditentang kalangan ahli. Menurut mereka, dengan menhidangkan daging mentah untuk anjing, si pemilik sama saja membiarkan salmonella, e-coli, dan bakteri berbahaya lainnya masuk ke tubuh anjing. Teori ini sedikit menakutkan buat gue. Tapi teori lain menentang, dan mengatakan bahwa sistem percernaan anjing tidaklah sama dengan manusia.

Jadi, sampai saat ini Bruncuz bertahan dengan makanan barunya, daging mentah. Tidak ada lagi makanan kaleng, atau keju. Walaupun masih ada sisa makanan kaleng yang gue belikan untuk Bruncuz sebelum mengenal konsep daging mentah, tapi gue memilih untuk membuangnya. Sebisa mungkin, selama masih dalam jangkauan pengamatan gue, Bruncuz tidak lagi makan produk kalengan yang pastinya mengandung banyak bahan pengawet, atau makanan manusia, yang ditambahi dengan bumbu dan garam. 

Dari segi biaya, menyediakan daging mentah memang sedikit lebih mahal. Setelah gue hitung - hitung, dengan harga daging sapi giling berkisar Rp. 7,000 - 8,000 per 100 gr, dan punggung atau sayap ayam sekitar Rp. 2,500 - Rp. 3,000 per potong, total biaya makan Bruncuz adalah sekitar Rp. 5,000an per harinya, belum termasuk nasi. Sampai sekarang gue masih merancang rencana penghematan biaya makan Bruncuz. Hal ini perlu gue lakukan karena sebentar lagi Bruncuz akan memiliki teman seekor rottweiler bernama Bernice yang gue adopsi dari Pejaten Shelter. Tentu saja tanpa mengurangi kualitas dan bobot makanan yang wajib gue berikan. Paling tidak dalam sehari Bruncuz harus mengkonsumsi makanan sebanyak 3% dari total berat tubuhnya.

Hal positif yang gue petik adalah gue menyadari bahwa memelihara anjing merupakan komitmen besar, dimana gue harus mau mengemban tanggung jawab untuk segala hal yang berhubungan dengan sahabat baru gue ini. Salah satunya urusan makanannya ini. Bruncuz adalah sahabat gue yang baik dan menggemaskan. Sahabat yang menerima gue apa adanya, baik gue dalam keadaan ngga punya duit, sedih, atau stress sekalipun. Jadi, sebisa mungkin, gue berjanji akan merawat Bruncuz. That what friends are for, right ?

Wednesday, September 12, 2012

Cerita Anjing : Jogging Pagi

Sebulan terakhir, gue punya aktivitas tambahan di pagi hari, bersama Bruno alias Bruncuz, anjing gue. Setiap harinya, gue akan bangun jam 4.45 pagi, kemudian bersiap - siap, termasuk menyiapkan Bruno, lalu meninggalkan rumah untuk jogging pagi.

Niat gue ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Alasan utamanya adalah karena kebutuhan gue untuk berolah raga, atau paling tidak, mencari kegiatan untuk menggerakkan badan gue yang tambun ini. Sebelumnya, yang gue lakukan adalah berjalan kaki dari rumah sampai ke Ragunan, pulang - pergi. Tapi ternyata hal itu bikin Mama khawatir. Mama takut hal buruk terjadi, apalagi karena gue berjalan kaki sendirian, mulai dari subuh, yang berarti masih sepi dan gelap. Untuk itulah gue memikirkan metode terbaru dan mutakhir, yaitu mengajak Bruno sebagai partner jalan atau jogging gue.

Di tengah gelapnya langit dini hari, dan kedua mata yang masih menyipit menahan kantuk, gue dan Bruno akan menyusuri Jalan Raya TB. Simatupang, mulai dari rumah sampai ke kampus Universitas Tama Jagakarsa, yang kalo diitung - itung total jaraknya pulang - pergi sekitar 3 kilometer.

Ini adalah salah satu 'proyek' gue yang cukup menantang. Membawa Bruno, yang sudah terbiasa tinggal di tengah kesunyian halaman belakang rumah, dan kali ini harus menghadapi hingar - bingarnya jalan raya yang berisik dan semrawut, bukanlah hal yang mudah. Awalnya, gue harus memaksa Bruno dengan cara menarik talinya tanpa peduli bahwa Bruno tidak ingin melanjutkan perjalanan. Kadang ngga tega, takut hal itu akan menyakiti Bruno. Gue sampai harus bereksperimen dengan beberapa model tali, rantai atau kalung anjing. Gue pernah harus membawa beberapa potong keju, sebagai 'motivator' supaya Bruno mau berjalan. Di beberapa hari pertama, Bruno cuma mau melangkah sejauh beberapa meter, karena dikuasai rasa takut. Dia kaget dan shock mendengar deru suara kendaraan lalu - lalang, belum lagi kalo melihat orang melintas. Bruno akan gemetaran dengan dahsyatnya, dan ngga sanggup bergerak. 

Tantangan lainnya berasal dari luar. Berjalan - jalan dengan seekor anjing, sebetapa  pun menggemaskannya, bukanlah pemandangan biasa di sini. Sepertinya kebanyakan orang memvonis anjing sebagai sosok monster yang menakutkan, menyeramkan dan mengancam keselamatan jiwa raga. Predikat negatif seperti ini justru diberikan oleh orang - orang yang sebenarnya tidak pernah mengenal dan berinteraksi dengan anjing. Bruno bukan monster yang menyeramkan, dia adalah anjing baik yang penurut. Lagian, orang - orang ketakutan itu terlalu percaya diri, seakan - akan Bruno berniat untuk menyentuh atau menggigit mereka. Kalau bisa bicara, Bruno pasti akan menjawab bahwa daging ayam yang gue hidangkan setiap hari untuknya jauh lebih menggiurkan dan mengundang selera dibandingkan orang - orang lalu lalang di hadapannya yang menyimpan rasa takut setengah mati.

Sampai saat ini, kegiatan jogging pagi gue dan Bruno masih menyimpan tantangan tersendiri, yang justru bikin makin seru. Bruno masih tampak grogi dan tegang apalagi kalau mendengar suara bus atau truk melaju kencang, atau saat harus berpapasan dengan orang. Di tengah jalan, Bruno beberapa kali 'ngambek' jogging dan memilih diam, ogah bergerak. Ekornya layu kaku dan tersembunyi di balik kedua kaki belakangnya. Telinganya bediri tegak tanda waspada. 

Jogging pagi adalah saat menyenangkan. Kegiatannya ini memberikan kebugaran dan kesegaran baik untuk  fisik maupun pikiran gue. Hal terbaiknya adalah gue selalu ditemani oleh partner berkaki empat yang spesial, Bruno. Gue mau menularkan hobi jalan - jalan gue pada Bruno, dan berharap suatu saat nanti Bruno akan menikmati sepenuhnya acara jalan kaki bareng gue. Dan yang lebih positif, kegiatan ini adalah saat dimana gue dan Bruno bisa membangun kepercayaan dan persahabatan. 

Sunday, August 26, 2012

Red Horse Bulletin

Red Horse Bulletin udah menginjak bulan keempat sejak terbitan pertamanya di bulan Mei 2012. Sayangnya, gue belum pernah sempat membaca secara lengkap dan detil isi dari newsletter khusus karyawan Santa Fe Relocation Services global ini. 

Seingat gue, gue hanya sempat 'melirik' edisi pertama Red Horse Bulletin di bulan Mei 2012 yang lalu. Itu pun karena foto gue terpampang di situ, yakni saat gue menerima hadiah iPad dari Director Santa Fe Relocation Services Indonesia. Saat itu gue penasaran apakah pose gue cukup memuaskan atau justru memalukan. Selebihnya, bahkan gue belum sempat membuka - buka setiap halaman berikutnya.
Bukan berarti rasa senang dan bangga gue memudar. Gak ada kata - kata yang bisa melukiskan perasaaan gue karena mendapat kesempatan untuk menamai newsletter ini. Newsletter ini jadi bagian tak terpisah dari gue, sampai kapan pun. Newsletter ini juga memiliki arti penting untuk mengingatkan diri pribadi, bahwa meskipun gue terkadang merasa 'kecil', namun ada kontribusi yang bisa gue berikan, yakni ide. Ide menamai newsletter yang dibaca oleh seluruh karyawan Santa Fe Relocation Services di seluruh dunia. Rasa senang juga timbul karena menulis dan membaca adalah salah satu hobi gue. Dan jika gue bisa menamai sebuah media yang berhubungan dengan urusan membaca dan menulis seperti newsletter ini, itu memberikan kesenangan khusus untuk gue.

Untuk berikutnya, gue menantang diri sendiri untuk bisa menulis dan mengirimkan artikel yang layak dimuat di newsletter ini. Sebenarnya ada sekian banyak ide melayang - layang di pikiran gue selama ini. Namun waktu dan perhatian gue, terlebih selama jam kantor, terkuras untuk urusan pekerjaan. There is a will, there is a way...suatu saat gue akan meluangkan perhatian untuk memikirkan, mengolah dan mewujudkan artikel impian tersebut. 

Tuesday, June 12, 2012

"Mommy Always Love You Son, Whatever It Takes..."


Akhir pekan yang lalu, gue berkunjung ke Pondok Pengayom Satwa yang terletak di daerah Ragunan. Awalnya gue pikir tempat ini hanya semacam panti asuhan untuk satwa anjing dan kucing liar. Namun ternyata, banyak pelayanan dan fasilitas lainnya tersedia disini. Ada klinik satwa, tempat penitipan satwa, grooming, bahkan pelayanan pemakaman dan kremasi satwa. Satwa yang dimaksud dikhususkan pada anjing dan kucing saja.


Lokasi pertama yang gue kunjungi adalah Taman Makam Satwa. Areanya tidak terlalu luas, tapi sangat asri, bersih, dan tenang. Walaupun ini adalah area pemakaman satwa, namun entah disengaja atau tidak, terdapat pohon kemboja yang rindang, yang sepertinya menjadi ciri area pemakaman umum. Beberapa pohon jenis lainnya yang tak kalah rindang juga terdapat di area ini, seakan - akan hendak memberikan keteduhan dan kenyamanan untuk para penghuninya.

Hal unik yang gue temui di sini adalah batu - batu nisan di atas setiap kubur para satwa. Bentuknya ngga kalah dan berbeda dengan batu nisan tempat pemakaman jasad manusia. Awalnya, saat melihat batu nisan satu persatu, gue tertawa karena merasa ada sesuatu yang lucu, namun pada akhirnya gue terharu dan turut bersimpati pada setiap manusia pemilik para satwa yang telah beristirahat abadi itu, atas kesedihan mendalam yang mereka rasakan karena kehilangan 'teman' atau 'anggota keluarga' tercinta mereka.

Kesedihan atas perpisahan abadi mereka dengan satwa kesayangan masing - masing terlihat jelas pada kata - kata yang diurai pada setiap batu nisan. Betapa para satwa ini adalah sosok yang sangat berarti untuk setiap pemiliknya, bahkan sebagian pemilik mencantumkan nama belakang masing - masing pada nama satwanya, pada setiap batu nisan, menandakan bahwa para satwa ini adalah anggota keluarga mereka tercinta.

Keunikan lainnya, beberapa batu nisan mencantumkan tanda salib, seperti layaknya batu nisan manusia, yang menandakan agama dan kepercayaan si penghuni makam yaitu Kristiani. Hal baru yang pernah gue liat, tapi menurut gue dengan cara demikian si pemilik menunjukkan rasa terima kasih kepada Yesus atas karunia tak ternilai, yakni satwa yang mereka sayangi. Dan mereka meyakini bahwa para satwa tersebut telah berpulang ke pangkuan Yesus.


Kata - kata yang tertoreh di batu nisan, bahkan lebih menyentuh hati. Kata - kata terakhir yang berasal dari hati terdalam setiap pemilik yang siap atau tidak siap ditinggalkan selamanya oleh yang mereka cintai,  yakni para satwa tersebut. Ada yang menuliskan, "We never forget our beloved PEPSI. Jesus will take care of you dear.." Di batu nisan lainnya, dengan tulisan tangan sang pemilik berpesan, "Rest in peace my living miracle, BINGO. Mommy always love you son, whatever it takes..so long my son.."

Gue pernah merasakan beberapa kali ditinggalkan sahabat satwa yang sangat gue sayangi, dan akibat yang ditimbukan adalah kesedihan mendalam. Rasanya hanya gue dan Yesus yang mengerti. Hubungan persahabatan antara manusia dan satwa adalah hubungan yang tulus dan spesial. Dan saat hubungan  persahabatan itu terenggut saat maut datang, tiada hal lain yang tersisa selain rasa kehilangan yang menyesakkan.

Gue salut pada para pemilik yang telah menguburkan satwanya di sini, atau di tempat - tempat  layak lainnya. Dengan memberikan tempat peristirahatan yang indah seperti di Taman Makam Satwa ini seakan - akan mereka hendak mengungkapkan "Terima kasih dan selamat jalan, Kawan..." dan mendoakan kedamaian abadi untuk para satwa. Sebentuk persahabatan yang indah dan tak berakhir, meski hingga maut memisahkan.

Saturday, May 26, 2012

Mengeksplorasi Keindahan Beng Mealea


Akhirnya bisa kembali ke Siem Reap. Tepatnya 13 bulan setelah kunjungan pertama gue ke kota ini. Sewaktu gue meninggalkan Siem Reap tahun 2011, rasanya berat bukan main. Kota ini punya pesona luar biasa,dan gue berdoa pada Yesus agar diijinkan kembali ke sini. Dan gue pun kembali...

Ada beberapa hal yang berubah dari Siem Reap sejak kunjungan terakhir gue. Kali ini ngga ada Mr. Sambo yang menjemput di airport dan menemani gue berpetualang...ngga ada lagi toko roti kesayangan gue, Luck Bakery, yang selalu gue datangi setiap jam 7 malam karena memberikan diskon 50%...Perubahan pun datang dari gue pribadi. Kali ini gue ngga lagi mengandalkan KFC sebagai makan malam. Gue terbuka untuk nyobain makanan lokal di sepanjang Pub Street.

Hal - hal lain belum berubah. Penduduk lokal yang tetap ramah dan bersahabat, dengan sapaan khas,"Good morning/afternoon/evening, lady...How are you ? Where are you from ?" Juga, keindahan Angkor yang tetap bikin gue terpesona dan selalu pengen kembali ke kota ini. Namun dalam kunjungan ke Siem Reap kali ini, hati gue tertinggal dan melekat kuat di temple yang baru pertama kali gue kunjungi, Beng Mealea.Gue berkunjung ke Beng Mealea di hari Minggu (20 Mei 2012), yang diawali dengan perasaan ragu - ragu. Selain jaraknya jauh, ongkos tuktuk menuju ke sana juga lumayan mahal. Golden Temple Villa sendiri menawarkan harga USD 28 untuk ongkos tuktuknya. Gue pun bernegosiasi dengan Veng, dan akhirnya mendapat harga spesial : USD 22. Sejak dari airport, Veng adalah sopir tuktuk andalan yang dikirim The Siem Reap Hostel untuk menjemput gue. Dia gesit, ramah dan cukup lancar berbahasa Inggris.

Beng Mealea, yang berarti kolam teratai, dibangun dipertengahan abad ke 12. Jaraknya 70 km dari Siem Reap, yang berarti sekitar 2 jam perjalanan naik tuktuk. Untuk memasuki kawasan temple, pengunjung harus membeli tiket seharga USD 5. Tiket terusan Angkor sendiri ngga bisa digunakan disini.

Sejak tiba di depan gerbang utamanya, ngga ada hal lain yang gue lakukan selain mengaguminya dan terheran - heran dengan kondisi temple. Kawasan temple sepi pengunjung. Mungkin wisatawan yang datang ke Siem Reap lebih tertarik dan fokus untuk mengeksplorasi Angkor. Entahlah...yang jelas gue sangat menikmati suasana sepi temple ini. Bangunannya tidak direstorasi seperti temple - temple yang banyak gue temui di Angkor. Kondisi temple dibiarkan 'berantakan' dengan bebatuan yang tadinya elemen pendiri temple, dan telah runtuh.

Gue hanya bisa mengeksplorasi temple dengan bersusah payah menyusuri hamparan bebatuan berukuran besar. Awalnya gue ngeri karena kondisi temple yang terkesan misterius dan mistis, terlebih karena pohon - pohon raksasa mendominasi dan menguasai temple, dengan akar - akarnya yang menjalar ke segala arah, seakan - akan mencengkeram setiap tembok yang dilaluinya.  Kesannya dramatis banget.


 
 
Baru beberapa saat, gue kelelahan. Lelah karena harus menjelajah bangunan temple yang sangat luas, di bawah teriknya sinar matahari siang itu, dan tanpa berbekal air minum. Namun kelelahan gue dengan ajaibnya berubah menjadi antusiasme menjelajah temple, walaupun itu berarti gue harus melompat, memanjat, dan merayapi hamparan bebatuan di temple ini.

Setelah selesai menjelajah seluruh area temple, gue kembali ke sisi gerbang utama. Kelelahan dan kengerian gue di awal kunjungan berubah seketika. Area ini menjadi tempat bermain yang mengasyikan buat gue. Temple ini seakan - akan menyentuh sisi lain diri gue, dan memberikan kebebasan seluas - luasnya untuk menyalurkan energi gue. Mama selalu bilang gue ngga pernah merasa cape. Biasanya kata - kata itu Mama ucapkan dalam keadaan kesal dan marah karena menurutnya gue gak memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk beristirahat. Mama bilang energi dan tingkat kenekatan gue terkadang melebihi laki - laki sekalipun.

Gue membayangkan andaikan Mama ada di Beng Mealea saat itu, pasti Mama akan melihat gue yang sangat bahagia....dan bisa meloncat serta memanjat ke sana kemari di tempat menakjubkan seperti ini, adalah hal yang luar biasa untuk gue...ngga peduli dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh, dan kulit yang semakin menggelap dibakar sinar matahari. Semuanya sepadan dengan apa yang bisa gue nikmati di Beng Mealea ini. Sebagian hati gue tertinggal di temple ini. Di setiap bebatuan raksasa...di setiap tembok - temboknya yang kokoh...dan di setiap pepohonan yang memberikan keindahan tersendiri pada temple ini. Seluruh elemen yang ada disini membentuk sebuah harmoni yang sanggup menyihir pengunjung yang melihatnya.

Sore itu gue meninggalkan Beng Mealea dengan perasaan berbeda. Sebelumnya gue sudah memutuskan, kunjungan ke Siem Reap kali ini adalah yang terakhir, tapi Beng Mealea membuat gue menarik kembali keputusan gue itu. Gue harus kembali ke sini suatu saat nanti. Gue harus kembali ke temple yang bukan sekedar gue kagumi, melainkan memberikan rasa damai, bahagia dan puas untuk gue.


Kalau Yesus mengijinkan, gue akan kembali ke Beng Mealea.

Tuesday, May 15, 2012

Selamat Jalan, Mr. Sambo

 
 
Keberangkatan gue besok menuju Siem Reap diisi dengan berita sedih. Gue baru menerima balasan email dari pihak Golden Temple Villa, tempat gue menginap di Siem Reap tahun lalu, mengabarkan bahwa Mr. Sambo, supir tuktuk yang selalu menemani gue berkeliling Siem Reap, ternyata telah meninggal dunia, bulan yang lalu.

Berita yang sangat mengagetkan, terlebih di saat gue sibuk mencari cara menghubungi Mr. Sambo lagi, supaya beliau bisa menjadi supir tuktuk sekaligus teman andalan gue lagi dalam trip kali ini. Tahun lalu, Mr. Sambo sempat memberikan kartu namanya supaya gue bisa menghubungi beliau kalau berkunjung ke Siem Reap lagi. Beberapa hari terakhir gue sudah mencoba mencari kartu nama Mr. Sambo, tapi ngga menemukan. Siang tadi akhirnya gue memutuskan untuk mengirim email ke pihak Golden Temple Villa, untuk menanyakan nomor telepon Mr. Sambo. Sebenarnya awalnya gue agak ragu akan mendapatkan tanggapan, berhubung kali ini gue tidak akan menginap di Golden Temple Villa. Tapi ternyata, gue justru menerima berita menyedihkan.

Gue ngga akan lupa kebaikan Mr. Sambo selama gue di sana. Beliau adalah partner perjalanan yang sangat menyenangkan. Mr. Sambo adalah bagian dari cerita perjalanan gue ke Siem Reap tahun 2011 yang lalu, yang semuanya berjalan dengan indah dan berkesan. Mr. Sambo, tuktuk merahnya, dan sikapnya yang sangat ramah dan baik. Sosok yang ngga mungkin gue lupakan, sampai kapan pun. 

Gue akan selalu ingat orang - orang yang gue temui dalam perjalanan bekpekeran gue. Terlebih orang - orang yang memberikan keramahan dan kebaikan nan tulus, di saat gue berada jauh di negeri orang, sendirian. Orang - orang yang selalu gue sebut sebagai 'malaikat' yang dikirim Yesus untuk menemani kesendirian gue dalam berpetualang. Dan Mr. Sambo salah satunya. Sosok yang memiliki kesabaran di atas rata - rata, karena bisa menemani gue dan meladeni apapun permintaan gue. Meskipun sulit karena kendala komunikasi...atau karena keinginan gue yang diluar batas wajar...
 
Bahkan Mr. Sambo adalah salah satu yang paling spesial. Dan berita kepergiannya meninggalkan kesedihan di hati gue..Kali ini ngga ada lagi yang menyambut gue di airport dengan senyum tulusnya seraya membawa kertas bertuliskan "Welcome, Cherry Sitanggang"...ngga ada lagi Mr. Sambo yang akan setia mengantar gue sepanjang hari, bahkan dari matahari baru terbit, sampai awan malam menyelimuti langit. Mr. Sambo sudah kembali ke pangkuan Sang Pencipta. Beristirahatlah dengan tenang, Mr. Sambo...Maaf karena tidak sempat ada ucapan selamat jalan sempat terucap menjelang kepergian Mr. Sambo. Gue akan selalu mengenang Mr. Sambo sebagai sahabat jauh gue, yang akan selalu tersenyum ramah dan menawarkan kebaikan hatinya yang tulus kepada siapapun.


Thursday, March 22, 2012

Dari Hostel Ke Hostel

Kamis, 08 Maret 2012, gue kembali ke comfort zone, Singapura.

Selain karena tiketnya udah dibeli jauh - jauh hari, juga karena gue emang benar - benar butuh break dari urusan pekerjaan yang terlalu melelahkan pikiran dan fisik belakangan ini.

Yang menarik dari trip kali ini, akhirnya gue bisa mewujudkan impian untuk ngerasain tinggal di hostel / penginapan yang berbeda tiap malamnya. Sebenarnya sejak trip bekpekeran pertama kali tahun 2009 yang lalu, gue pengen mewujudkan rencana kayak begini, tapi batal karena ternyata merepotkan dan melelahkan. Tapi kali ini, situasilah yang memaksa gue untuk loncat dari hostel satu ke yang lainnya.
Kamis, 08 Maret 2012

Hostel pertama yang gue singgahi di trip kali ini adalah Fern Loft Hostel, Little India, yang terletak di 257 Jalan Besar Road. Sejak dari Jakarta gue udah reservasi melalui www.hostelbookers.com untuk ranjang di '6 bed - mix dorm room' dengan rate SGD 20.

Lantai dasarnya dijadikan ruang lobby, resepsionis, ruang duduk dan sarapan, yang disusun sedemikian rupa jadi tampak artistik dan nyaman. Kamar terletak mulai di lantai 2. Mungkin karena warna di kamar ini didominasi warna cerah mulai dari cat tembok dan sprei ranjangnya, jadi memberi kesan luas. Walaupun tanpa dilengkapi jendela tapi suasana di dalammnya tetap nyaman, karena fasilitasnya lengkap, mulai dari kipas angin, exhaust fan dan AC.

Selimutnya....gue suka selimutnya yang tebal dan hangat, karena mengingatkan gue sama selimut di kamar tidur di rumah gue. Biasanya hostel - hostel paling hanya menyediakan sebuah kain tipis sebagai selimut.

Di lantai 2 ini terdapat 2 kamar mandi yang berfungsi sekaligus sebagai toilet. Pasti tiap pagi keduanya jadi bahan rebutan. Gue kurang sreg karena toiletnya ngga dilengkapi dengan semprotan air, dan lagi hostel ngga menyediakan hair drier. Hair drier tuh penting banget buat gue yang butuh waktu cukup lama untuk sekedar mengeringkan rambut habis keramas.

Malam ini gue gak akan tidur di kamarnya Loft Fern Hostel yang mungil dan nyaman dengan selimut tebalnya itu. Gue akan melalui malam ini di bus malam tujuan Johor Baru - Kuala Lumpur. Gue reservasi di Loft Fern Hostel karena gue butuh tempat untuk mandi, beristirahat sejenak (1 jam) dan menitipkan ransel karena gue akan langsung bertolak ke Kuala Lumpur.

Walaupun tidak akan menginap di sini esok hari, tapi pihak Fern Loft mengijinkan gue menitipkan ransel di loker yang ada di lantai 1. Loker disediakan dengan gratis, tapi gue harus menggunakan gembok dan kunci sendiri.

Jumat, 09 Maret 2012 (pagi)

Gue tiba di Terminal Bersepadu Selatan, Kuala Lumpur, hampir jam 4 pagi. Sekitar jam 5 gue menuju lantai 2 terminal, tepatnya ke hotel transit bernama Rest & Go. Dengan RM 15 per jam, tamu bisa menikmati tidur di kasur empuk di dalam kamar sempit dengan pintu geser.

Sekitar jam 7 pagi, ketukan keras di pintu membangunkan gue. Ternyata sudah 2 jam sejak gue check in tadi, yang berarti sudah waktunya gue keluar dari kamar. Jadi begitulah cara sang resepsionis mengingatkan para tamunya untuk segera check out dari hotel.

Selain kamar, hotel ini juga menyediakan pelayanan lainnya seperti pijat, internet, dan tempat penitipan bagasi.

Sayangnya hotel - yang buat gue pantas disebut hotel terkecil di dunia ini - ngga menyediakan kamar mandi dan toilet. Tamu dipersilahkan untuk menggunakan kamar mandi dan toilet yang ada di area terminal.

Jumat, 09 Maret 2012 (Malam)

Gue tiba kembali di Singapura sekitar jam 10 malam. Dengan tergesa - gesa gue menuju Fern Loft Hostel untuk mengambil ransel. Setelah itu gue langsung menuju Tresor Tavern Hostel yang letaknya hampir bersebelahan dengan Loft Fern.

Gue reservasi di TresorTavern Hostel melalui www.hostelbookers.com, untuk ranjang di '12 bed-mix dorm room" dengan rate USD 14.31. Kondisi kamarnya agak - agak mengerikan. Dari 12 ranjang berbentuk bunk bed yang tersedia, 9 diantaranya sudah ditempati oleh penghuni tetap. Penghuni tetap ini adalah warga non Singapura yang tinggal dan bekerja di Singapura. Dan ranjang di bawah gue, sepertinya dijadikan tempat menggantung dan menumpuk pakaian mereka. Di setiap kolong tempat tidur berserakan koper, sepatu, kaus kaki, dan sampah. Di atas setiap loker, terdapat tumpukan sampah lainnya, sisa makanan atau koran bekas. Nyaris semua yang ada di kamar ini tidak sedap di mata dan hidung gue.

Baru beberapa saat tertidur, gue dibangunkan oleh suara yang nyaris menyerupai suara terompet bersahut - sahutan. Ternyata suara mengganggu itu adalah dengkuran maha dahsyat dari salah satu penghuni. Gue penasaran untuk mencari asal suaranya, tapi kesulitan karena lampu kamar dipadamkan. Dengan seketika suara ini melenyapkan napsu dan kenyamanan tidur gue. Dalam hati gue mengutuki si pendengkur sialan yang sudah mengacaukan acara tidur gue, sementara badan gue sudah sangat lelah karena perjalanan panjang Kuala Lumpur - Singapura. Suara dengkurannya memiliki efek teror ke telinga dan hati gue !

Sabtu, 10 Maret 2012

Pagi pun datang, dan suara dengkuran tetap tak berakhir. Gue pun turun dari ranjang dan bersiap - siap untuk mandi. Setelah itu gue sarapan di lantai 1 hostel. Sarapan pagi itu adalah buah apel, roti bakar dan teh hangat.

Selesai sarapan gue menuju ruang internet. Yang kurang menyenangkan lagi di hostel ini adalah fasilitas internet yang tidak gratis. Tamu harus membayar SGD 1 per 30 menitnya. Padahal pagi itu gue harus mencari informasi hostel, karena gue pengen segera kabur dari Tresor Tavern Hostel. Setelah mendapatkan beberapa alamat dan nomor telepon, menyiapkan ransel, dan meninggalkan hostel. Dalam hati gue berjanji untuk tidak akan pernah lagi menginap di sana.

Pagi ini gue menghubungi beberapa hostel untuk mencari ranjang kosong, dan itu adalah hal yang sulit karena sedang weekend. Akhirnya kabar gembira datang dari ABC Hostel di Bugis, karena disana masih tersedia mix dorm room. Gue tiba di sana sejam kemudian dan segera check in dengan membayar SGD 24 untuk '6 bed-mix dorm room'.

Kamarnya, walaupun kecil dan berisi 3 pasang bunkbed, adalah kamar ternyaman dan terbersih dalam catatan bekpekeran gue kali. Ngebandingin nyamannya kamar di ABC sama Tresor Tavern, bagaikan langit dan bumi...terlalu jauuuhh ! Semua bersih...bahkan sprei biru langitnya pun terlihat bersih meyakinkan. Seprei ranjang gue di Tresor Tavern semalam sangat mencurigakan...kayaknya seseorang udah menempati ranjang itu sebelum gue.

Minggu, 11 Maret 2012

Gue bangun sekitar jam 5 pagi, karena harus mengejar MRT pertama tujuan Changi airport yang akan datang jam 6.30. Selesai mandi dan membereskan ransel, gue ke dapur untuk sekedar mencari air putih untuk minum vitamin. Seorang staf hostel, laki - laki, sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi itu. Gue ngga berharap bisa sarapan karena baru akan dimulai jam 7.30 setiap paginya. Tapi begitu staf yang ramah itu selesai, gue tergoda untuk bertanya apakah boleh memulai sarapan. Dengan ramah staf ini pun mempersilahkan. Bahkan dia berpesan, kalo lain waktu gue tinggal di ABC dan flight gue lebih pagi lagi, gue tinggal memberitahukan ke resepsionis supaya sarapannya bisa disiapkan lebih pagi.

Gue senang bukan main, karena masih berkesempatan menikmati roti gosong ala hostel sebelum kembali ke Jakarta.

Setelahnya, gue meninggalkan ABC hostel menuju Bugis MRT Station dengan perut kenyang dan hati senang.

Gue senang tinggal di hostel. Selain karena harganya yang backpacker friendly, banyak pengalaman unik dan seru yang bisa didapat. Pengalaman yang bisa jadi menyenangkan atau menyebalkan, tapi akan selalu berkesan. Tinggal di hostel, mau ngga mau, membuat orang bertemu dan saling berbagi dengan banyak orang lainnya dari negara dengan kultur yang berbeda. Privasi nyaris ngga ada, digantikan sama tuntutan untuk bertoleransi dengan sesama penghuni hostel. Dan yang terpenting, tinggal di hostel menuntut pribadi yang mandiri, berani dan senang bersosialisasi.

Tuesday, March 06, 2012

iPalistic

Hari Jumat (02 Maret 2012) yang lalu akhirnya gue menerima hadiah kuis Good 2 Great Newsletter, berupa iPad2. Rasanya ? Senang, lega, tapi dengan antusiasme yang biasa - biasa saja. Hal pertama yang terlintas di benak gue saat memegang iPad2 yang masih tersimpan rapi di dalam kardusnya ini adalah : dipakai atau dijual ?

Ini pertanyaan yang kerap terngiang - ngiang sepanjang masa penantian gue sampai menerima iPad2 ini. Gue pengen menjualnya, karena gue ngga merasa membutuhkan sebuah iPad2. Untuk urusan gadget, gue emang ngga seperti kebanyakan orang, yang cenderung berlomba - lomba untuk memiliki gadget terbaru dan tercanggih. Gue, sangat amat nyaman dan bahagia dengan Nokia seri lama yang kondisinya masih super sampai saat ini. Yang terpenting, dengan handphone ini gue masih bisa berkomunikasi dengan Mama, kapan pun dan di mana pun.

Gue ngga pernah berminat dan berniat untuk memiliki Blackberry. Saat perusahaan mendesak agar gue memiliki blackberry sebagai fasilitas kantor, gue menolak dengan berbagai cara. Alasannya, bagi gue blackberry adalah perangkat yang terlalu rumit untuk digunakan. Terlebih, gue ngga pengen membuka akses diri selebar - lebarnya, apalagi hanya untuk urusan pekerjaan.

Laptop yang gue miliki pun sejauh ini fungsinya cuma untuk menonton DVD dan diary elektronik.

Dan sekarang iPad2...gue mempertimbangkan untuk menjualnya terutama karena gue ingin membagi kebahagiaan dan kemenangan gue sama Mama. Mama sangat amat tahu antusiasme gue untuk mengikuti kuis. Kuis apapun, yang diselenggarakan oleh siapapun.

November tahun lalu, saat gue menang kuis yang diadakan oleh Air Asia Indonesia, dan memenangkan tiket wisata ke Langkawi - Malaysia, Mama turut senang. Setelah itu Mama berpesan "Lain waktu kalo kau ikutan kuis, cari yang hadiahnya barang atau uang aja ya, Cher...Jangan lha yang hadiahnya tiket jalan - jalan. Capek Mama nungguin kau nanti..." Pesan Mama bagaikan doa buat gue. Hanya 2 bulan setelah itu, kali ini gue memenangkan sebuah iPad2.

Setelah berbagai pertimbangan, akhirnya gue memutuskan untuk tidak menjual iPad2 baru ini, dan menyimpannya. Gue batal menjualnya karena iPad2 ini akan selalu mengingatkan gue, tentang tak sepeser pun uang gue keluarkan untuk memilikinya...tentang antusiasme dan semangat tinggi gue untuk mengikuti kuis, yang nampaknya jadi semacam hobi....tentang keberuntungan gue memenangkannya di antara ratusan peserta kuis lainnya yang merupakan karyawan perusahaan yang tersebar di beberapa benua yang berbeda...dan pastinya tentang doa Mama yang selalu menyertai gue, bahkan dalam urusan kuis sekalipun.

Saat ini, iPadnya masih tersimpan tersegel rapi di dalam kardus. Mungkin suatu saat nanti, kalo mulai berminat menggunakannya, akan gue buka dan gunakan. Terima kasih untuk iPad2nya, Yesus...

Thursday, February 23, 2012

Cinta Dalam Segelas Juice

Suatu waktu, pulang dari kantor, gue akan tiba di rumah sekitar jam 8 malam. Hal pertama yang gue lakukan adalah melepaskan lelah sejenak dengan merebahkan tubuh di mana Mama berada, kadang di kamar tidurnya, atau di ruang keluarga. Sekedar curhat ato menonton tivi bersama, mengomentari berita ato gosip ini - itu...pokoknya istirahat. Di saat bersamaan Bapak akan bangkit dari duduknya, menuju dapur dan segera menyiapkan perlengkapan juicer andalannya. Geraknya lincah dan sigap...mengeluarkan beberapa wortel segar dan brokoli dari kulkas lalu membersihkannya. Beberapa saat kemudian suara - suara yang terdengar adalah, deru mesin juicer, dentingan gelas dan sendok, diakhiri dengan suara Bapak, "Minum juice mu ini, Cher.." Abis itu, Bapak akan membereskan peralatan juicernya lagi, dan mencuci setiap bagiannya dengan sangat hati - hati dan mendetil.

Di lain waktu, karena harus lembur di kantor atau sekedar ada janji dengan teman lama di mall terdekat, gue akan tiba di rumah jam 10 atau bahkan jam 11 malam. Rutinitasnya akan tetap sama. Mama pantang tidur kalo anak - anak perempuannya belum pulang, dan Bapak pantang tidur kalo belum menyiapkan juice untuk para perempuan di rumah. Khusus untuk gue, Bapak cuma akan mulai membuat juice kalo gue udah tiba di rumah. Alasan Bapak, wortel harus langsung diminum setelah dijuice, ngga boleh ditunda. Beda sama juice sirsak dan apel untuk Mama, atau juice jambu merah untuk Anggira.

Biasanya begini cara Bapak menyiapkan juice untuk ketiga perempuan di rumah. Sekitar jam 7 malam, Bapak akan mulai 'menggarap' juice untuk Mama dan Anggira, kemudian menyimpannya di kulkas untuk diminum oleh pemiliknya masing - masing, sesuai selera. Setelah itu Bapak akan mencuci peralatan juicer yang sebenarnya tidak simple dan sederhana itu, dan segera mengeringkannya. Lalu begitu gue pulang, Bapak akan menyiapkan peralatan juicernya lagi, membuat juice, lalu mencuci peralatan tersebut lagi. Melelahkan....

Gue pernah nanya ke Mama, kenapa cara kerja Bapak merepotkan diri sendiri begitu...bukankah lebih baik Bapak menyiapkan juicenya sekaligus yaitu saat gue tiba di rumah. Mama senyum, bukan karena tau alasannya, tapi karena sangat tau kalo Bapak akan melakukan apapun dengan caranya sendiri, yang baginya paling tepat dan nyaman dilakukan.

Selain itu, Bapak selalu siap mengingatkan gue mengenai posisi stok buah dan sayur di kulkas. Bapak ingin memastikan kekosongan stok yang menyebabkan ketidaktersediaan juice untuk ketiga perempuan, tidak sampai terjadi.

Setiap hari Kamis, Bapak ada jadwal rutin latihan paduan suara gereja. Biasanya, Bapak akan menyiapkan juice untuk gue sepulang dari latihan. Tapi Kamis kali ini berbeda. Saat gue pulang kantor, gue sudah menemukan gelas juice gue tersedia di meja makan. Ternyata bukan juice wortel dan brokoli, seperti biasanya, melainkan jambu merah plus apel, yang disiapkan Bapak sebelum berangkat latihan. Kata Mama, khusus malam ini gue 'libur' dulu minum juice wortel dan brokoli, karena Bapak akan pulang larut malam. Ada hal yang harus dilakukan sepulang dari latihan paduan suara.

Bikinin juice tiap malam untuk ketiga perempuan di keluarga, emang jadi rutinitas Bapak sejak sekitar 2 tahun terakhir. Bukan rutinitas sembarangan, melainkan hal yang dilakukan Bapak dengan sangat senang dan bangga. Bukan karena Bapak kekurangan aktifitas untuk mengisi hari - harinya pasca pensiun. Untuk seorang kakek berusia 68 tahun, stamina Bapak cukup prima, dengan gerak - gerik yang ngga kalah dengan kaum muda. Ngga ada yang bisa mencegah dan membuat Bapak menghentikan rutinitasnya, kecuali saat kehabisan stok buah, ato listrik mati.

Juice buatan Bapak adalah juice paling istimewa yang tak ternilai harganya. Ada cinta dan kasih sayang di setiap gelas juice yang Bapak buatkan untuk gue, Mama dan Anggira. Dari berbagai cara Bapak mengungkapkan kasih sayang kepada keluarganya, membuat juice adalah hal paling lembut dan unik yang dilakukan Bapak. Setiap sedang menikmati juice buatan Bapak, pikiran gue menerawang dan mengucapkan doa pada Yesus, "Semoga Yesus memberikan Bapak kesehatan dan kekuatan, supaya Bapak bisa tetap melakukan hal kesukaan dan kebanggaannya : menyiapkan juice untuk gue, Mama dan Anggira.

Sunday, February 12, 2012

Sepenggal Cerita dari Way Kambas

Pak Deddy, sang pawang gajah Aries, mengenalkan gue pada Queen, anak gajah yang baru berusia hampir setahun, yang tingginya belum lebih dari pinggang gue. Queen punya kebiasaan lucu, dia suka menyeruduk orang yang menjadi teman bermainnya, trus mengatur posisi hingga pantatnya membelakangi orang tersebut, dan dalam sekejap dia akan memberikan tendangan mautnya, dengan kaki kiri lalu kaki kanan. Inilah yang dia lakukan ke gue berkali - kali, tanpa ngerasa cape ato bosan.

Gue cuma bisa ketawa ngakak sejadi - jadinya ngeliat kelakukan Queen yang super lucu ini. Sesekali gue akan membalasnya dengan balik mengejar dan menggelitiki kaki Queen yang tampaknya sangat bangga dengan tendangan mautnya, yang entah dari siapa dipelajarinya. Ria, sang induk, tidak keliatan over protektif sama sekali. Dia asyik merumput. Kata Pak Deddy, Ria akan tenang dan senang mengamati anaknya bermain - main. Tapi kalo dia melihat atau mendengar Queen berteriak seperti layaknya anak kecil mengeluh atau menangis, Ria akan segera beraksi dan siap melindungi anaknya.

Ngga beberapa lama kemudian, Mega dan si kecil Ratu datang mendekat. Mega tampak selalu membuntuti Ratu, sehingga awalnya gue berpikir dia adalah sang induk. Sampai Pak Deddy menjelaskan, "Ini Mega, Mbak Yu'nya...". Gue heran dan balik bertanya, "Mbak Yu maksudnya apa, Pak ? Dia kakaknya ?" Pak Deddy jawab, "Bukan, dia yang tugasnya menjaga Ratu. Dan dia sangat menyayangi Ratu, sampai - sampai dia lebih rela tidak makan asalkan Ratu makan..."

Hari ini, gue dikenalkan lagi sama satu sisi istimewa dari seekor gajah. Betapa gajah sangat menjunjung tinggi nilai kasih sayang dan solidaritas. Dalam hal perasaan, gajah ngga jauh berbeda dengan manusia, hanya saja manusia terkadang menjadikan perasaan - perasaan indah itu menjadi lebih kompleks dan rumit. Hal ini membuat gue semakin sayang sama mamalia yang satu ini. Perasaan kagum dan bahagia yang bisa gue rasakan ditengah kawanan gajah ini, membuat gue melupakan lelahnya perjalanan yang harus gue tempuh dari Jakarta menuju Taman Nasional Way Kambas, Lampung ini.

Walaupun belum puas bermain - main bersama Queen dan Ratu, keasyikan lain segera menyita perhatian gue. Kali ini, tepat di tengah padang rumput hijau dan luas di taman nasional ini, gue pengen 'belajar' cara menunggang gajah seperti layaknya seorang pawang. Tepatnya, bagaimana mengendalikan jalan gajah dengan teknik yang benar. Saat menunggang kuda, gue mengandalkan kaki dan tali kekang untuk mengendalikan langkah dan arah kuda. Ternyata tekniknya ngga jauh berbeda dengan gajah. Kaki gue dan ganco adalah alat untuk mengendalikan jalan gajah. Di balik itu, sebenarnya kecerdasan dan kerja sama sang gajahlah yang paling berperan. Dengan tubuhnya yang raksasa, sebenarnya Aries, ato gajah manapun, bisa dengan mudahnya melemparkan tubuh gue dari punggung mereka. Tapi, gajah adalah makhluk yang sangat bersahabat. Jadi, bukan rasa takut yang membuat mereka mau bergerak sesuai dengan keinginan kita, tapi rasa sayang dan insting mereka.

"Kelas" menunggang ini memberikan perasaan senang seluas samudra di hati gue. Ini pengalaman yang luar biasa istimewa...walaupun setiap detiknya diisi dengan teriakan - teriakan histeris gue, karena rasa takut dan bersemangat di saat bersamaan. Tapi Pak Deddy selalu sabar mengingatkan, kalo Aries sangatlah kooperatif dan tidak akan melakukan tindakan - tindakan agresif yang akan membahayakan gue.

Taman Nasional Way Kambas adalah tempat favorit gue. Karena disini, gue bisa bertemu dan berinteraksi dengan sahabat - sahabat istimewa gue, para gajah. Para gajah yang selalu membuat gue takjub dengan segala hal yang ada pada diri mereka, dan apa yang mereka lakukan. Ini adalah kedua kalinya gue mengunjungi Taman Nasional Way Kambas...kedua kalinya gue bertemu Aries dan kawan - kawannya yang tersebar di taman nasional yang sangat luas ini. Ini adalah tempat istimewa gue, karena sejauh ini, baru disinilah gue melihat sahabat kesayangan gue, gajah, hidup dengan bebas dan cukup bahagia.

Gue berjanji, selama Yesus mengijinkan dan memampukan gue, baik dari segi keuangan, waktu, tenaga, dan apapun yang dibutuhkan untuk gue bisa berkunjung ke sini lagi, gue akan melakukannya ! Beberapa tahun silam, gue sempat pesimis dan putus asa untuk mencari jalan menuju taman nasional ini. Yesus udah menunjukkan jalannya untuk gue, dan gak akan gue sia - siakan. Sampai berjumpa lagi, Aries, Ria, Queen, Mega, Ratu dan gajah - gajah lainnya. Sampai kita bertemu lagi suatu saat nanti, semoga Yesus senantiasa melindungi dan memenuhi kebutuhan kalian. Amin.

Tuesday, February 07, 2012

And The Winners are...

Kamis yang lalu, 02 Feb 2012, sore - sore gue nerima email yang bikin hati senang luar biasa. Email yang isinya Newsletter Santa Fe dan salah satu beritanya mengumumkan bahwa gue keluar sebagai pemenang sebuah kompetisi yang diadakan oleh Santa Fe, secara global alias diikuti oleh seluruh dunia.

Kompetisinya dibuka sejak akhir tahun lalu, dan sebenarnya simpel, panitia minta ide untuk nama Newsletter khusus karyawan. Walaupun simpel, dari awal gue udah bertekad untuk ikutan. Gue emang hobi banget ikutan kuis. Di sela - sela kerjaan, gue sering browsing - browsing di internet, demi mendapat inspirasi nama Newsletter. Gue sempat bosan dan putus asa karna ngga menemukan nama yang gue sukai.

Gue emang paling serius dalam hal mencari nama yang tepat. Harus ada keterkaitan antara nama dan objek yang gue beri nama. Misalnya, gue pribadi menamakan seekor anjing Rottweiler milik Polisi Satwa dengan "Sugar". Nama ini gue berikan ke anjing yang sebenarnya bernama Gucci itu, karena dia adalah rottweiller dengan sikap termanis yang pernah gue temui. Dia ngga galak, seperti rottweiler pada umumnya. Di awal kunjungan gue ke kennel anjing - anjing dalmas (pengendalian massa), di saat para rottweiler yang lain ganas menggonggong ke arah gue, Sugar cuma diam. Dan tiba - tiba dia balas menggonggong ke arah anjing - anjing lainnya, seakan - akan ingin membela dan menumpahkan kekesalannya pada yang lain yang tidak menerima kedatangan gue dengan ramah. Kalo gue masuk ke dalam kennel pribadinya, Sugar akan menyambut dengan ekspresi riang ala anjing. Setiap kali gue meninggalkan kennel, Sugar akan dengan setia menunggu sampai gue lenyap dari jangkauan pandangannya, gak peduli saat hujan turun atau cuaca panas bukan main. Sugar, karena dia bersikap sangat manis dan setia.

Kembali ke newsletter ini, gue sibuk mencari inspirasi. Nama apa yang mempunyai arti kuat dan sangat mewakilkan Santa Fe. Banyak hal berkeliaran di benak gue. Tapi fokus gue dari awal adalah Kuda. Santa Fe memang mempunyai logo seekor kuda berwarna merah. Gue cenderung ingin menggunakan kosa kata berupa kata benda dibandingkan kata sifat. Dan akhirnya gue memutuskan memberi nama "Red Horse Bulletin".

Mungkin untuk orang lain makna "Kuda" ngga berarti banyak. Tapi buat gue yang setiap akhir minggu menghabiskan waktu dengan berinteraksi bersama kuda, mulai dari berlatih menunggang, memandikan, memberikan makan dan bermain - main dengan kuda, kata ini terdengar sangat istimewa. Untuk gue pribadi 'kuda', berarti : berani, cerdas, kuat, gagah, cepat dan bebas.

Di saat gue mempertimbangkan untuk mengajukan nama ini, pikiran gue melayang ke Samudra, kuda latihan gue, dan kuda - kuda lainnya di tempat yang sama. Betapa hidup gue beberapa waktu terakhir lebih berwarna dengan kehadiran mereka. Teman - teman berkaki empat yang sangat istimewa, dan membawa kebahagiaan tersendiri buat gue. Rasa bahagia yang bikin gue pantang mundur walaupun awalnya ditentang Mama untuk berlatih menunggang. Terima kasih Samudra, yang udah memberikan gue inspirasi.

Kemenangan ini memberikan banyak hal untuk gue. Rasa senang, bangga, lega, dan pastinya, hadiah berupa sebuah iPad. Yesus selalu paling mengerti gue dan apa yang gue butuhkan. Bukan iPad yang gue perlukan saat ini, tapi perasaan senang dan semangat yang timbul karena menang. Ini sesuatu yang gue butuhkan, supaya gue tetap semangat dan mood kerja. Yes....the winner takes it all ! Makasih Yesus....

Tuesday, January 24, 2012

Singapura...Singapura...Singapura...Singapura


Jumat, 13 Januari 2012

Hari ini gue berangkat ke Singapura. Udah jadi ritual 3 tahun terakhir untuk menikmati hari ulang tahun dengan berkepekeran ria. Kali ini tujuannya Singapura lagi...untuk yang keempat kalinya. Tapi gue ngga pernah merasa bosan dan cukup menjelajah negara kecil yang super nyaman ini.

Gue memutuskan untuk tinggal di Footprints hostel yang letaknya di Jalan Perak No. 25, di kawasan Little India. Gue tinggal di female dorm room berisi 10 ranjang yang dilengkapi dengan AC, seharga SGD 26 per malam. Walaupun Singapura dekat, tapi untuk menuju ke sini gue harus singgah ke Kuala Lumpur dulu, jadi begitu tiba di hostel, rasa lelah udah menyerbu gue. Tapi gue berjanji, seperti di trip - trip sebelumnya, gue akan pergunakan setiap waktu gue untuk santai dan bersenang - senang.


Sabtu, 14 Januari 2012

Setelah sarapan gue langsung berangkat ke Botanical Garden di daerah Orchard, dengan menggunakan bus. Tiba di sana gue memuaskan hasrat berjalan kaki sambil menikmati segar dan hijaunya pemandangan Botanical Garden.

Puas di Botanical Garden, gue mencari Orchard - MRT Station untuk menuju Labrador Nature Reserve. Di sini gue pengen berkunjung ke Labrador Secret Tunnel. Tiba di sana, gue justru ketakutan masuk ke kawasan hutannya, untuk menuju ke Tunnel. Pepohonan tinggi dan rindang, dan sepinya kawasan hutan, bikin gue bergidik ngeri. Tapi seperti biasa, rasa takut gue selalu dilindas sama rasa penasaran yang menyala - nyala. Mulai hari itu, Labrador Nature Reserve jadi lokasi idola gue. Suasana di sini tenang, dan banyak hal bisa dieksplorasi.


Dari Labrador, gue naik MRT ke Kranji. Awalnya, rencana gue mengunjungi Kranji War Memorial. Tapi begitu tiba di station, gue kebingungan mencari arah. Gue masih berusaha mencoba mencari jalan dengan berjalan kaki, tapi akhirnya gue harus berhenti karena waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore lewat. Kranji War Memorial tutup jam segitu. Sedih. Gue kembali ke MRT dan menuju Singapore Turf Club, siapa tahu gue masih sempat menonton pacuan kuda. Sayangnya sudah hampir berakhir, dan gue pun meninggalkan Kranji dengan sedikit kecewa.

Perjalanan selanjutnya, menuju City Hall - MRT Station. Di sini target gue adalah Philatelic Museum. Gue sempat kesulitan mencari lokasinya, dan tiba di sana lagi - lagi museum sudah tutup dan gue cuma bisa gigit jari. Kecewa. Setahu gue, museum ini juga bagian dari Elephant Parade yang akan segera berakhir. Alih - alih kembali ke MRT station, gue malah mampir dulu di Armenian Church. Di sini gue duduk beberapa saat di taman belakang, dimana diletakkan beberapa batu nisan tua berbentuk artistik. Gue senang dengan ketenangan yang gue rasakan disini. Selain itu, gue harus berhenti sejenak karena merasakan sakit bukan main di kedua telapak kaki gue. Saat langit semakin gelap, gue meninggalkan gereja.

Tiba di kamar hostel, gue merebahkan badan sejenak. Sebenarnya bukan badan gue yang memaksa untuk istirahat, tapi kedua telapak kaki gue yang sudah mulai menunjukkan gelembung berdiameter 3 cm, berwarna kombinasi merah, putih pucat dan kekuningan. Entah apa isinya...nanah ? Yang jelas rasanya sakit bukan main. Hari ini perjalanan gue memang panjang banget. Gue udah mengeksploitasi kedua kaki gue secara habis - habisan. Andaikan ada Komisi Nasional - Hak Asasi Kaki, gue pasti udah dilaporkan, dituntut dan dihukum dengan tuduhan penyiksaan kaki level serius.


Tapi rasa sakit di kaki ngga bikin gue kapok berjalan. Malam itu gue kembali ke kawasan Mustafa Market, karena didorong keinginan menggebu - gebu untuk....makan McDonald. Jadilah malah itu perut gue terisi burgernya McDonald dengan saus yang rasanya aneh di lidah gue.

Gue kembali ke hostel dengan langkah terseok - seok.

Minggu, 15 Januari 2012

Hari ini gue bangun amat siang, jam 9. Itu pun karena gue ngga pengen ketinggalan jam sarapan gratisnya Footprints. Di hari ini, gerak - gerik gue udah semakin melambat akibat kedua telapak kaki yang meronta - ronta kesakitan. Jadi, gue akan bersikap sedikit lunak pada keduanya. Abis mandi dan sarapan, gue melewatkan pagi itu dengan tiduran di kamar. Tapi ngga bisa berlama - lama, karena gue mau gereja. Pesan Mama selalu terngiang - ngiang, supaya gue selalu ingat ke gereja setiap kali bekpekeran. Mama sering gundah gulana. Katanya, dengan jadwal bekpekeran gue yang padat setiap tahunnya dan selalu menggunakan hari Minggu, berapa kali gue bolos gereja...Jadi hari ini, walaupun kedua kaki gue menangis berguling - gulingan karena ngga sanggup berjalan, gue bertekad untuk mencari lokasi gereja HKBP Singapura, yang masih menggunakan gedung Tamil Methodist Church. Yesus maha baik dan pengertian sama kondisi kaki gue yang nyaris mengenaskan. Gue berjalan kaki dari Footprints menuju Tamil Methodist Church dan ngga kesasar sama sekali. Bravo !


Sebenarnya gue agak minder untuk ikut kebaktian. Karena penampilan gue terlalu santai, cuma pake kaos oblong, rok pendek dan sendal jepit. Di awal kebaktian, gue dan 2 orang pendatang baru lainnya diminta berdiri dan memperkenalkan diri secara bergantian. Si gembel pun memperkenalkan diri, "Saya Cherry Sitanggang dari Jakarta. Saya ke sini untuk traveling...di Jakarta saya gereja di HKBP Srengseng Sawah..." Pulang gereja, gue diundang untuk ikutan acara Bona Taonnya HKBP Singapura, ke rumah salah satu Opung jemaat gereja di daerah Khatib. Gue pasrah dan tinggal di sana sampai jam 7 malam. Nampaknya, Yesus punya cara jitu untuk nyuruh gue diam, duduk tenang, mengistirahatkan kedua kaki.

Gue pulang dari Khatib naik MRT menuju Little India. Siapapun yang melihat gue berjalan pasti akan merasa iba. Yang bisa gue lakukan untuk bergerak adalah dengan menyeret - nyeret kedua kaki. Gue sedih, karena kehilangan kecepatan dan kelincahan. Mama selalu takjub ngeliat cara jalan gue yang gagah dan cepat. Dan sekarang, gue cuma sedikit lebih cepat dari pada siput atau keong. Setiap langkah bahkan bikin gue meringis kesakitan. Di saat gue berjalan di tengah keramaian, gue jadi orang terakhir yang tertinggal di belakang. Menyeberang jalan raya menjadi sesuatu yang sangat menantang buat gue. Jarak beberapa meter seakan - akan menjadi berpuluh - puluh kilometer. Tapi entah kenapa gue belum mau berhenti, malam itu, seperti malam - malam sebelumnya, gue kembali ke sekitar Jalan Dunlop yang lagi diramaikan dengan Pongal Celebration, dan menuju Mustafa Market.


Senin, 16 Januari 2012

Semalam gue berjanji akan bangun lebih siang dan tidak akan melakukan perjalanan apapun selain menuju ke Terminal 1 Changi Airport. Dan gue menepati janji gue...selesai mandi dan sarapan, gue bersantai di ranjang. Gue sudah membereskan ransel sejak semalam. Sekitar jam 10 pagi gue meninggalkan Footprints hostel, menuju Changi Airport. Setiba di Changi gue masih bisa bersantai dan menikmati mashed potato di AW. Mashed Potato jadi makanan favorit di trip kali ini. Setiap hari ini gue bisa mampir di Seven Eleven untuk membeli instant mashed potato 2 kali !

Tiba waktunya gue meninggalkan Singapura, menuju Kuala Lumpur. Makasih Yesus, atas usia yang bertambah... atas hadiah ulang tahun yang istimewa ini...atas penyertaan Yesus dalam setiap langkah gue...dan atas berkat melimpah yang senantiasa Yesus curahkan dalam hidup gue. Amin.


Tuesday, January 03, 2012

Pelajaran 5 : Perhatikan Barang Bawaan Anda Dan Hati - Hati Melangkah..."


14 November 2011.

Gue bangun menjelang jam 5 pagi. Dari semalem gue udah berniat pengen jogging pagi ini. Di pantai !! Pasti seru...mungkin jadi kayak cewe - cewe Baywatch...tentu aja minus baju renang minimalis warna orange dan pelampung.

Jam 5.30 pagi gue udah siap meninggalkan kamar, mumpung langit masih gelap. Gue bertemu Hasyim dan Siti yang berniat check out pagi itu. Mereka emang akan menumpang pesawat pagi menuju Singapura, dan bermaksud menikmati breakfast di hotel dulu. Gue pun berpamitan dengan keduanya.

Udara dingin ngga mematahkan semangat gue untuk jogging. Melihat kondisi jalan yang masih gelap dan sepi justru membuat gue makin bersemangat dan mulai berlari menuju pantai. Ternyata begini rasanya jogging menyusuri pantai. Diselimuti udara yang sejuk dan dingin, diiring suara debur ombak, dan sesekali dihantam percikan - percikan ombak. Setelah cukup jauh, gue berhenti. Kali ini pengen menikmati pemandangan pantai yang luas dan nampak tanpa batas. Gue merebahkan badan di atas hamparan pasir pantai. Mata gue memandang langit luas. Nikmat banget. Gue ngerasain sensasi lain, perasaan tenang dan damai, hanya dengan memandang langit seperti ini. Gue terbuai dengan rasa nyaman yang timbul, dan tertidur selama beberapa saat. Saat itu pantai masih sepi, hanya beberapa orang sedang melakukan hal yang sama : jogging atau sekedar asyik menatap pantai.

Beberapa saat kemudian gue terbangun...terbangun oleh sinar matahari yang mulai menyengat dan menyilaukan...dan karena teringat kalo gue ngga boleh ketinggalan jam sarapan hotel. Gue pun kembali berlari, kali ini menuju hotel.

Di hotel, gue sempat kembali ke kamar, kemudian langsung ke restoran hotel untuk menikmati sarapan. Entah akibat lelah setelah berolah raga, atau karena dorongan hati untuk tidak menyianyiakan fasilitas sarapan gratis dari hotel, gue makan banyak sekali pagi ini. 3 lembar roti cane, corn soup, 4 lembar roti bakar, mie goreng dan berbagai macam minuman yang tak terhitung jumlahnya.

Puas sarapan, gue naik ke kamar. Tiba di kamar gue mandi, trus merebahkan badan di ranjang empuk. Jogging di pagi hari dan kondisi perut yang super penuh, bikin gue seakan tersihir dengan pesona ranjang empuk yang terbentang di hadapan gue. Gue pun tertidur....lagi !

Saat terbangun, gue melirik jam tangan. Hampir jam 12 siang !!! Astaga...gue kebablasan ! Gue harus check out jam 12 tepat !! Gue makin panik, karena belum berkemas - kemas. Gue pun menyiapkan seluruh barang bawaan dengan paniknya. Kemarin saat check in, sekilas gue sempat lihat keterangan mengenai penalty kelebihan waktu check out. Gue ngga mau harus membayar sepeser pun cuma gara - gara ketiduran pagi ini. Gue bergerak secepat kilat. Memasukkan apapun ke dalam ransel. Selesai ! Gue langsung berlari turun menuju meja resepsionis dan menyerahkan kunci kamar.

Di dalam taksi, gue teringat sesuatu. Gue meninggalkan kaos hitam tergantung di lemari pakaian. Sebal !! Kenapa belakangan ini meninggalkan barang pribadi udah jadi semacam ritual tiap kali gue bekpekeran ? Dengan rasa kesal yang menyala - nyala, pikiran gue malah melayang ke novel "Eleven Minutes" nya Paulo Coelho yang diambil dari ayat - ayat Alkitab (Pengkotbah) yang pernah gue baca :

Ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi
Ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang


Entah ada hubungannya atau ngga, yang jelas bacaan ini rasanya menggambarkan kondisi gue banget. Kenapa gue harus kehilangan barang paling favorit ? Kenapa ngga si sendal jepit butut aja yang ketinggalan ? Atau jas hujan, yang bisa gue beli dengan mudahnya di Alfamart mana pun ? Atau botol sabun cair ? Atau apapun asal jangan kaos itu. Itu kaos favorit saat ini. Kalau sebuah lagu, kaos gue ini ibarat lagu terbaik dan selalu ada di urutan pertama Billboard music chart. Selama beberapa bulan terakhir !! Ahhhh !!

Gue berusaha menenangkan diri. Tentu aja, ini bukan pertama kalinya terjadi. Gue harus bisa menghibur diri sendiri. Untuk apa gue larut dalam kesedihan akibat kehilangan sebuah kaos hitam, kalo Yesus udah kasih gue liburan gratis yang sangat berkesan di Langkawi ini. Pantaskah gue menghitung - hitung kerugian gue dibanding berkat Yesus yang udah tercurah untuk gue melalui liburan tak terduga ini ? Lagian, kesalahan siapa sampai kaos gue ketinggalan ? Kedua puluh jari - jari serempak menunjuk ke arah gue semua. Baiklah, sekarang gue ikhlas. Tapi kali ini gue berjanji harus lebih hati - hati, supaya kecerobohan yang sama ngga terulang lagi.