I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Saturday, January 30, 2016

Sore Asyik di Rumah Keramik



Sabtu sore (30 Januari 2016) akhirnya untuk pertama kalinya gue berkunjung ke Rumah Keramik  F. Widayanto yang beralamat di Jl. Curug Agung No. 1, Tanah Baru, Beji - Depok. Sebenarnya udah lama pengen ajak Ony ke sini....tapi entah deh....kok baru kesampaian sekarang.

Gue ama Ony kan penggemar tempat - tempat bernuansa etnik, teduh, dan memberikan rasa nyaman serta damai kayak gini...Biasanya kalau weekend gue senang ke Bogor karena di sana ada Kebun Raya Bogor dan juga Vihara Dharmakaya, dua lokasi favorit kalau mau refreshing dan melarikan diri sejenak dari kebisingan dan hingar - bingar Jakarta. Tapi berhubung saat ini sedang musim hujan, gue agak enggan ke Bogor sementara waktu.
 
Begitu memasuki gerbang rumahnya, gue kagum demi melihat lahan dari komplek rumah yang sangat luas dan kesan hijau yang kedua mata gue tangkap. Wooww.....tempatnya keren banget! Setiap detil dari setiap sisi dan sudut komplek rumah ini menyajikan keindahan dan nilai seni yang tinggi. 

Untuk bisa memasuki bagian lebih dalam dari area komplek ini pengunjung membayar Rp. 10,000 per orang. Dan tiket masuk ini bisa ditukar dengan segelas es teh sereh di restoran yang juga tersedia di sini.

Pintu masuk
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di sini...Pertama, berkeliling dan lihat - lihat gallery keramik Pak F. Widayanto di rumah utama. Rumahnya indah banget....dan kayaknya seluruh elemen yang mengisinya adalah perpaduan antara barang antik dan karya seni. Perpaduan yang bikin rumah ini gallery seni yang bikin gue ngga berhenti berdecak kagum.

Drupadi
Di rumah utama itu juga terdapat sebuah kamar yang disewakan untuk pengunjung....kamarnya antik dan etnik banget. Jangankan kamar tidur dan seluruh furniturnya....bahkan gue terkagum-kagum demi melihat kamar mandinya.

Yang unik dan cukup mengherankan buat gue adalah....Bapak F. Widayanto, seniman hebat itu, sekaligus pemilik rumah indah ini, begitu 'ramah' dan rendah hati bersedia untuk membuka rumah yang kaya akan karya bernilai seni tinggi ini, untuk umum. Di mata gue ini gallery seni paling keren yang pernah gue kunjungi.

Ruang tamu
Kamar untuk disewakan
Kamar mandinya unik
Teras kamar
Kedua, di sini terdapat gallery shop buat pengunjung yang mau belanja produk - produk seni keramik hasil karya Pak F. Widayanto dan timnya.

Gallery Shop...Salibnya kerenn
Ketiga, menikmati makan siang atau sekedar cemilan ringan di warung makan, yang lagi-lagi bikin gue amat sangat terkesan dengan interiornya yang etnik banget, ala Jawa banget! Di situ gue dan Ony menyantap hidangan tradisional, yang rasanya ngga mengecewakan....alias, enak! Menu favorit gue : surabi.

Wadah surabi paling imut sedunia

Keempat, ikutan kelas keramik. Di hari Sabtu, saat kedatangan pertama, gue belum bisa ikutan karena tiba di sana kesorean. Kelas ini dibuka jam 09:00 - 15:00 setiap harinya. Berhubung masih penasaran, maka di hari Minggu (31 Januari 2016), sepulang gereja gue kembali lagi ke sini. Untuk ikutan kelasnya, setiap pengunjung membayar Rp. 145,000,- dan akan mendapatkan clay (tanah liat) 400 gram, dan pelatihan dari staffnya, Pak Yadi.

Siang itu ketika tiba di 'kelas' hanya ada gue dan sebuah keluarga dengan empat orang anak. Jadi bisa dibilang gue sangat leluasa 'berguru' bikin keramik dengan Pak Yadi. Bikin keramiknya bisa dibilang susah-susah gampang. Gampangnya karena saat membuat bentuk, tersedia cetakan - cetakan yang baik variasi bentuk dan jumlah cetakannya sangat banyak. Selain itu clay yang disediakan kayaknya hand friendly banget...mudah dibentuk, ngga terlalu lengket, dan tidak mengotori tangan. Siang itu gue bertekad untuk membuat sebuah salib. Berhubung masih ada clay tersisa, gue juga berhasil menyelesaikan sebuah huruf 'C' lengkap dengan hiasan kura - kura kecil, burung hantu, dan lebah kecil. Gue berhasil menyelesaikannya setelah ribuan kali memanggil Pak Yadi untuk mengajarkan tekniknya lagi dan lagi, sekaligus bantuin di finishingnya.

Sebenarnya Pak Yadi mengajarkan tekniknya dengan sangat mendetil, sabar dan telaten, tapi mungkin karena ini pengalaman pertama, jadi menurut gue proses membentuk clay ini lumayan menantang (baca: susah).

Seluruh hasil karya gue tersebut baru bisa diambil 3 minggu lagi, karena harus melalui proses pembakaran dan pewarnaan terlebih dahulu, yang akan dilakukan oleh staff - staff Rumah Keramik, yaitu Pak Yadi dan Pak Aip.

Jadi setelah dibentuk, clay-clay tersebut akan didiamkan selama kurang lebih 3 hari. Setelah itu, clay akan dibakar setengah matang selama 4 jam. Selesai pembakaran clay akan mulai diwarnai. Selanjutnya, clay yang telah diwarnai akan kembali dibakar selama kurang lebih 16 jam.

Setelah menyelesaikan bentuk clay - clay buatan gue, Pak Yadi menyodorkan form isian dimana gue harus mencantumkan detil bentuk clay yang sudah gue buat, dan keterangan khusus, misalnya mengenai pewarnaan yang gue inginkan.
 
Fokus !
In action
Koleksi cetakan keramik
Hasil karya seniman gadungan


Hasilnya setelah dibakar dan diwarnai
Siap dibakar

Puas menyelesaikan kerajinan clay, gue beralih ke Pak Aip yang siang menjelang sore itu sedang mewarnai hasil karya pengunjung. Ketenangan dan kedamaian Pak Aip dan Pak Yadi bekerja terusik oleh keberisikan gue yang ngga berhenti bertanya berbagai hal. Untungnya keduanya sangat sabar dan bersedia meladeni kecerewetan gue yang dahsyat, karena ingin tahu banyak detil dari proses pembuatan dan penyelesaian karya keramik.

Mulai sekarang rumah ini adalah salah satu favorit gue. Lokasi-lokasi yang gue labeli "tempat favorit" artinya gue akan datang ke sana lagi dan lagi, dan lagi....Jadi, sampai jumpa, Rumah Keramik!

 

Sunday, January 10, 2016

Gedung STOVIA dan Dua Ribu Rupiah


Pagi ini gue meninggalkan rumah lumayan pagi, untuk ukuran hari Sabtu alias libur. Sekitar jam 09:30 pagi gue menuju kantor Pegadaian di kawasan Matraman untuk mengurus jasa titipan. Setelah urusan kelar di sekitar jam 12:00 siang, tujuan berikutnya adalah....Museum Sumpah Pemuda.

Namun yang akan gue share sekarang bukan Museum Sumpah Pemuda, melainkan tujuan gue berikutnya, yaitu Museum Kebangkitan Nasional. Sebenarnya....sejujurnya....(ini memalukan)....gue ngga pernah sadar dan tahu ada museum ini ! Gue mendengar namanya dari salah seorang petugas keamanan di Museum Sumpah Pemuda yang sangat baik dan ramah, ketika sedang mengobrol ringan tadi. Bahkan si bapak petugas inilah yang dengan cekatan dan tanpa diminta memberhentikan bajaj yang lewat depan museum, dan menegosiasikan ongkosnya dengan si sopir. Baik banget....!

Museum Kebangkitan Nasional terletak di Jl. Abdul Rachman Saleh No. 26, Senen, Jakarta Pusat. Dari Museum Sumpah Pemuda, sopir bajaj mengambil arah lurus sampai melewati persimpangan Senen dan Atrium Senen. Kemudian berbelok ke kiri di Paviliun Kartika RSAD Gatot Subroto, di mana setelah berbelok di sisi kiri adalah kantor Pegadaian. Ongkos bajaj dari Museum Sumpah Pemuda ke Museum Kebangkitan Nasional adalah Rp. 10,000.

Tiba di Museum Kebangkitan Nasional, yang dikenal juga sebagai Gedung STOVIA, gue udah terpesona sejak berada di halaman luar bangunannya. Melihat bangunannya jadi teringat dengan foto - foto di buku-buku sejarah yang pernah gue baca. Gue ngga pernah tahu ada bangunan seperti ini masih lestari di Jakarta. Bangunannya tuh kuno, klasik, bergaya kolonial, dan yang jelas megah !

Gedung ini dibangun sejak tahun 1899, dan sudah mengalami peralihan fungsi beberapa kali. Awalnya gedung ini merupakan School Tot Opleiding van Inlandsche Artsengue (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra. Seiring waktu, STOVIA dipindahkan ke kawasan Salemba, yaitu yang sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sejak itu gedung tersebut digunakan sebagai sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setingkat SMP dan SMA. Berikutnya, pada masa pendudukan Jepang, fungsinya berganti menjadi rumah tahanan bagi pasukan Belanda yang melawan Jepang. Dan di masa kemerdekaan, gedung ini menjadi tempat tinggal yang dihuni oleh keluarga tentara Belanda dan Ambon.

Ketika memasuki bagian dalam gedung, gue kembali dibikin terpesona dengan betapa luasnya komplek gedung ini. Di tengah - tengah komplek terdapat taman yang hijau karena banyak dipenuhi pepohonan rindang. Selain itu yang bikin takjub tentu aja bangunan-bangunannya yang...gimana ya....di mata gue terkesan kaku ala militer namun elegan banget !

Monumen Peringatan 125 Tahun Pendidikan Kedokteran
di Indonesia

Pintu masuk museum
Koridor dan taman

Ketika hendak membeli tiket masuk, gue bertambah takjub lagi dan lagi, karena harga tiketnya : dua ribu rupiah sahaja. Salut ! Untuk memasuki komplek seindah ini, gue dan pengunjung lainnya cukup merogoh kantong Rp. 2,000 saja. Padahal dari fisik bangunan dan komplek yang sangat luas, namun tampak sangat rapih, bersih dan terawat itu saja, gue ngga bisa membayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk  perawatannya.

Apa yang bisa gue peroleh dari membayar Rp. 2,000 ? Mula-mula gue diarahkan ke ruang informasi, di sana seorang petugas membagikan brosur profil Museum Kebangkitan Nasional ditambah sebuah pulpen...baik banget sih...! snack ama makan siangnya ngga skalian nich ??

Lonceng sekolah
Meninggalkan ruang informasi, gue pun mulai menyusuri dan keluar masuk setiap ruang demi ruang....koridor demi koridor....bangunan demi bangunan...dan berkesempatan menyaksikan barang - barang yang dipamerkan, dilengkapi dengan informasi lengkap berupa tulisan sejarah yang berhubungan dengan museum ini dan tentunya sejarah kebangkitan nasional, yang menurut gue sangat menarik dan detail. 

Patung dr. Soetomo
Para pengurus organisasi Budi Utomo
Seandainya aku orang Belanda (Ki Hajar Dewantara)
Mungkin karena asal-muasalnya sebagai sekolah kedokteran, jadi di sini banyak dipamerkan alat-alat dan perlengkapan kedokteran yang digunakan di jaman dulu. Seperti alat - alat bedah...alat pembuatan tablet obat...alat rontgen....alat bantu pernafasan....dan...(gue baru tahu ada alat begini di dunia ini...) alat pemecah kepala! Dan semuanya jauh dari kesan 'canggih' di mata gue. Menarik untuk gue yang melihatnya di masa sekarang, tapi gue rasa mengerikan untuk pasien - pasien yang terpaksa harus menggunakannya di masa itu.  

Alat pemecah kepala
Alat rontgen
Alat pembuat tablet
Alat penggiling obat-obatan
Alat bantu pernafasan
Ruangan menarik berikutnya adalah asrama mahasiswa yang berupa bangsal, dilengkapi dengan belasan kasur seadanya, dan juga lemari pakaian. Malah mengingatkan gue sama hostel - hostel tempat gue biasa menginap di saat bekpekeran. Tapi yang ini terkesan sedikit menakutkan.

Gimana pun....ruang pamer seperti ini belum pernah gue lihat dan bayangkan sebelumnya. Unik, dan seakan-akan membawa pengunjung yang memasukinya, kembali ke era tahun 1900an, di mana gedung STOVIA ini masih aktif digunakan. Setelah menyelesaikan kegiatan belajarnya di sekolah, ke sinilah para mahasiswa kedokteran itu akan kembali untuk beristirahat...bercengkerama antar sesama penghuni kamar dengan berisiknya....lalu di malam hari mungkin akan terdengar suara dengkuran bersahut-sahutan....di pagi hari kesibukan dimulai dengan mengantri kamar mandi....Pikiran gue langsung membayangkan dan kangen akan serunya kehidupan ala dormitory... 

Asrama mahasiswa
Ruang Anatomi
Ruang kelas terbuka
Ruang pameran
Ruang dosen
Yang bikin gue kurang nyaman berada di gedung STOVIA hanya dua hal. Pertama, berhubung siang tadi cuaca amat sangat panas sekali, jadi gue dilanda kegerahan maksimal ! Ngga semua ruangan dilengkapi fasilitas AC. Di beberapa ruangan, yang bentuknya seperti bangsal, seluruh jendelanya dibiarkan dalam keadaan tertutup. Jadi beberapa ruangan terasa sangat lembab dan pengap. Kedua, karena gue belum sarapan dan makan siang, alias dalam kondisi merana menahan lapar dan haus. Untunglah, Ony yang datang belakangan membawakan gue stok cemilan dan minum...cukup untuk menghilangkan rasa lapar sejenak. Tapi cuma sejenak....

Gerah, lapar, tapi happy
Sebenarnya gue bisa membayangkan nikmatnya berlama - lama di gedung bersejarah ini. Karena ada ketenangan luar biasa yang disuguhkan...Dan mengingat ini bukanlah gedung sembarangan, melainkan gedung yang merupakan saksi sejarah yang sangat fenomenal, menimbulkan sensasi dan perasaan spesial tertentu. 

Setelah cukup puas berkeliling menjelajahi hampir setiap sisi dan sudut komplek, karena ngga tahan dengan serangan gerah dan lapar yang terasa, gue dan Ony pun meninggalkan gedung STOVIA.

Jadi, dengan dua ribu rupiah saja, gue menghabiskan waktu sekitar 2 jam di gedung nan antik ini, dan berkesempatan melihat, membaca, dan menyerap informasi dan pengetahuan sejarah yang cukup menarik di dalamnya. Dan menikmati segala ketenangan dan keindahan yang tersaji di dalam komplek, terutama dari bangunan - bangunan klasik dan antiknya, serta tamannya hijau luas. Di lain kesempatan, gue pasti akan berkunjung ke sana lagi... 

Sunday, January 03, 2016

Rekreasi di Gedung Peninggalan Kolonial (Gedung Arsip Nasional)



Agenda gue hari ini adalah mengunjungi museum-museum di Jakarta yang belum pernah gue kunjungi sebelumnya. Tujuan pertama ke Gedung Arsip Nasional yang terletak di Jalan Gajah Mada. Gue sering melewati Jalan Gajah Mada, dan sebenarnya selama ini penasaran dengan lokasi ini yang menurut gue memiliki bangunan kuno yang megah dan keren banget. Tapi selama ini belum sempat ke sini karena ragu, apakah tempat ini memang dibuka untuk umum? Apakah ini bangunan perkantoran....atau museum....atau gedung pernikahan...?

Akhirnya tadi siang gue melangkahkan kaki ke sana demi menjawab rasa penasaran selama ini. Tiba di sana, gue disambut oleh seorang bapak yang sepertinya bertugas sebagai 'penerima tamu'. Beliau langsung meminta gue untuk mengisi buku tamu. Begitu gue tanya berapa harga tiketnya, beliau menjawab 'seikhlasnya' aja....Gue bingung...lalu akhirnya mengeluarkan uang Rp. 10,000 dari dompet dan memberikannya ke bapak tersebut.

Ketika hendak memulai 'petualangan' gue di gedung utama, tiba-tiba gue melihat seorang pengunjung menuruni tangga dari lantai dua. Gue girang dan langsung mendekati dan meminta tolong untuk dipotret menggunakan handphone gue. Maklumlah...gue sendirian dan awalnya ngga terlalu ngotot untuk berfoto ria di sini. Tapi gue ngga sanggup menolak pesona tampilan bangunan utama yang anggun banget....dengan dominasi cat warna putih dan merah marunnya itu.

Maka ngga tanggung-tanggung....gue ajak si pengunjung ini meninggalkan bangunan utama menuju taman depan, tepatnya air mancur, karena di situlah gue pengen dipotret, yaitu dengan latar belakang bangunan utama yang indah dan megah banget. Untungnya pemuda yang baik hati itu nurut aja dan dengan sigap dan (semoga) ikhlas memotret gue. Tak lupa gue ucapkan maaf (karena sudah merepotkan.....basa-basi) dan jutaan terima kasih karna udah bantuin gue berfoto ria.

Setelah itu gue pun lanjut menikmati eksplorasi Gedung Arsip Nasional ini.
 
Ukiran di atas pintu
The city of Batavia
Atapnya terbuat dari kayu
yang masih kokoh
Masih takjub sama atap kayunya
Gedung Arsip Nasional dahulunya adalah kediaman Gubernur Jenderal VOC bernama Reinier de Klerk, yang dibangun di abad ke-18. Setelah itu, gedung ini pernah beralih fungsi menjadi Departemen Pertambangan lalu menjadi Gedung Arsip Nasional. Sejak tahun 1992, Gedung Arsip Nasional menempati gedung baru di Jalan Ampera, Jakarta Selatan. Gedung Arsip Nasional di Jalan Gajah Mada ini ini masih berdiri kokoh dan berfungsi menjadi museum seperti saat ini, atas jasa sebuah Yayasan bernama Stichting Cadeau Indonesia yang bermaksud memberikan gedung ini sebagai hadiah kemerdekaan Indonesia yang ke-50 tahun. 

Secara keseluruhan, komplek gedung Arsip Nasional ini lumayan luas. Selain bangunan utama, ada beberapa bangunan lain yang berada baik di sisi kiri dan kanan, maupun di belakang dari bangunan utama. Dan tepat di tengah bangunan - bangunan yang masih kokoh dan cukup terawat tersebut, terdapat taman yang cukup luas. Taman inilah yang sering digunakan sebagai lokasi acara pernikahan. Ketika gue datang tadi pun ada sekelompok panitia yang sibuk menyiapkan acara pernikahan untuk esok. 

Gue sangat menikmati acara 'lihat-lihat' di komplek Gedung Arsip Nasional ini. Mungkin barang - barang antik koleksi di dalamnya tidak sebanyak di museum-museum lainnya. Namun sejak awal, di mata gue, daya tarik dari komplek ini adalah bangunannya yang bergaya Renaissance, yang anggun dan megah. Ditambah dengan jendela-jendela kacanya yang berjumlah sangat banyak dalam ukuran sangat besar. Jadi yang gue lakukan adalah melangkah dari setiap ruangan ke ruangan lainnya....dari satu bangunan ke bangunan lainnya. Bonus untuk gue hari ini adalah, betapa sepinya pengunjung gedung ini jadi gue menikmati ketenangan dan kesunyian di dalamnya. 

Koleksi (furnitur) paling banyak tersimpan di lantai dua gedung utama. Gue sempat ke sana beberapa kali dan beberapa saat. Kenapa sampai beberapa kali ? Karena kehadiran gue di lantai dua, dilandasi oleh rasa penasaran, rasa kagum, tapi juga sedikit takut. Ruangannya luas banget dengan atap yang tinggi, dan jendela-jendela yang besar. Di sana terdapat koleksi furnitur antik, dari ruang duduk sampai ruang tidur. Salah satu ruangan adalah kamar tidur Reinier de Klerk yang masih dilengkapi ranjang peninggalannya yang berukuran besar. Kamar dan ranjangnya ketika itu tampak suram dan gelap. Penerangan di setiap ruangan memang hanya mengandalkan cahaya matahari yang masuk melalui jendela-jendela besar itu.

Ruangan-ruangan megah namun sepi, dengan furniturnya yang antik dan kuno, dan meninggalkan kesan suram itulah yang bikin gue ngeri. Gue satu-satunya orang di lantai dua yang nampaknya jarang dikunjungi orang lain itu...bahkan bisa dibilang satu-satunya orang di gedung utama saat itu, karena belum ada pengunjung lainnya. Jadi begitulah yang gue lakukan.....jika sudah mulai merasa takut, gue akan turun ke lantai satu (dasar) lagi, berkeliling ke sana kemari sejenak sambil mengumpulkan keberanian dan fokus pada rasa penasaran gue. Setelah itu gue kembali naik ke lantai dua, dan berkeliling-keliling lagi di sana, sambil mencuri-curi pandang dan mendekat ke setiap penjuru ruangan, termasuk kamar tidur De Klerk, dengan kasur besarnya yang suram itu.

Koleksi brankas
Koleksi foto-foto rumah-rumah ibadah di Indonesia
Gedung Arsip Nasional ini di tahun 2009 sempat 'mengukir sejarah'. Di sinilah diadakan gala dinner untuk menyambut Sekretaris Negara Amerika Serikat saat itu, Mrs. Hillary Clinton, di saat beliau berkunjung ke Jakarta. Gue langsung teringat sesuatu dan rasanya pengen teriak "WOWWW!" sekencang-kencangnya. Ini adalah kali kedua gue pernah berada di suatu tempat, yang sebelumnya pernah disinggahi oleh Ibu Negara, maupun mantan Ibu Negara Amerika Serikat. Gue pernah berada di Mutianyu Great Wall (Cina) Oktober 2015 yang lalu, di mana sebelumnya Mrs. Michelle Obama mengunjungi tempat itu di tahun 2014. Dan 'kebetulan' terulang lagi...kali ini, ngga usah repot-repot naik pesawat dan melintas antar negara segala...cukup dengan commuter line jurusan Bogor - Kota dilanjut mikrolet No. 12 jurusan Senen-Kota gue 'diantar' ke lokasi yang pernah disinggahi oleh mantan Ibu Negara Amerika Serikat, Mrs. Hillary Clinton, pada Februari 2009 yang lalu. Woww...! Hmmm...pertanda apakah ini....? *noraks....noraks....noraks...!*

Lantai dua, tempat diadakan gala dinner bersama Hillary Clinton
(Februari 2009)

Ck...ck...ck...jendelanya...
Meja kerja
 

 

Saking betahnya berada di komplek Gedung Arsip Nasional ini, sepertinya gue menghabiskan waktu cukup lama di sini. Bayangkan...gue tiba di sana sekitar jam 11:30 siang. Kemudian jam 13:00 gue sempat meninggalkan lokasi untuk makan siang di Bakmi Gajah Mada yang bisa gue capai dengan berjalan kaki dari situ. Setelah kenyang, gue malah kembali lagi ke sini. Selain untuk melihat-lihat dan berkeliling di dalamnya kembali, gue juga sempat melewatkan waktu di sana dengan membaca novel yang gue bawa, sambil duduk di tangga pintu masuk bangunan utamanya. Tenang dan damai banget rasanya ! 

Koridor

Taman di tengah, sering dijadikan lokasi pernikahan gaya outdoor

Jendela, pintu, tangga

Koleksi meriam di taman tengah

Kereenn......(gedungnya)
Gue meninggalkan komplek Gedung Arsip Nasional tepat jam 15:00 karena ingin 'berburu' museum berikutnya, yaitu Museum Nasional. Saat melangkah meninggalkan bangunan yang anggun itu, dan tamannya luas dan lumayan indah itu, dalam hati gue berjanji untuk kembali ke sini lagi lain waktu, dengan novel dan persediaan cemilan, demi menikmati kesunyian nan menenteramkan yang disuguhkan komplek ini.

(foto-foto diambil menggunakan kamera handphone alakadarnya...)