I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Tuesday, October 28, 2014

Selintas Waktu di Kinabalu (1)

Peta Malaysia
Hari ini adalah tepat dua tahun gue kerja di kantor sekarang. Berarti tepat dua tahun yang lalu juga gue melakukan perjalanan ala gembel gue ke Kinabalu, yang super unik, aneh bin ajaib, dan sampai sekarang gue masih bingung perjalanan apa itu. 

Jadi alkisah, dua tahun yang lalu, tepat di hari terakhir gue bekerja di perusahaan sebelumnya, gue memberikan 'bonus' untuk diri sendiri sebuah perjalanan ke Kinabalu. Impian gue ketika itu sebenarnya resign dari perusahaan lama dan menganggur sekitar beberapa bulan, menjauh dari kepenatan dunia kerja. Namun Yesus yang maha baik punya rencana lain, gue diterima bekerja di tempat sekarang. Saat itu bisa dibilang gue gak punya jeda waktu secuil pun untuk menikmati masa - masa resign gue. Karena Kamis, 25 Oktober 2012 itu adalah hari terakhir gue di perusahaan lama, dan di hari Senin, 29 Oktober 2012 gue sudah harus mulai bekerja di perusahaan baru. Jadi kapan perjalanannya ? Singkat, 25 - 27 Oktober 2012. 

Sebenarnya (mungkin) banyak hal yang bisa gue eksplorasi dari Kinabalu selama 3 hari itu. Namun lagi - lagi rencana tinggal rencana. Kamis itu gue meninggalkan kantor perusahaan lama lewat tengah hari, dan langsung menuju Soeta Airport, karena penerbangan Jakarta - Kinabalu gue dijadwalkan jam 19:20. Untuk hotel di Kinabalu, gue udah booking Tune Hotel untuk 2 malam. Namun di dalam pesawat, gue memutuskan untuk menginap di airport Kinabalu saja malam itu, daripada gue harus menempuh perjalanan tengah malam menuju Tune, berhubung pesawat gue dijadwalkan mendarat di Kinabalu jam 23:00.

Sebenarnya sepanjang perjalanan gue menyimpan sedikit kekhawatiran karena ngga kebayang apa yang akan gue hadapi ketika tiba di airport Kinabalu nanti. Apakah ada tempat yang pas untuk gue bermalam di sana ? Amankah ? 

Di tengah kegalauan itu, gue mendengar Kapten penerbangan mengumumkan bahwa pesawat tidak bisa mendarat di Airport Kinabalu saat itu karena airport terpaksa ditutup akibat masalah listrik. Di tengah kelelahan, sedikit ngantuk dan galau, gue kesulitan mencerna penjelasan sang petugas pesawat. Informasinya berlanjut, bahwa pendaratan akan dialihkan ke airport terdekat, yaitu Ipoh. Oh my God....mahkluk apa pula "Ipoh" itu ?

Lewat tengah malam, pesawat pun mendarat di Airport Ipoh antah berantah. Pesawat yang gue tumpangi bukan satu - satunya pesawat yang 'menumpang' mendarat di Ipoh....tenyata ada beberapa pesawat lainnya yang seharusnya mendarat di Kinabalu, namun terpaksa dialihkan ke Ipoh. Area tunggu airport yang kecil itu pun seketika sesak oleh ratusan penumpang yang kebingungan mengenai apa yang terjadi. Dan gue adalah salah satu penumpang yang paling panik. Bukan masalah perpindahan lokasi pendaratan ini yang bikin gue kalang kabut setengah mati. Gue memikirkan Mama yang pasti sudah menunggu kabar berita dari gue sejak tadi.

Kebiasaan gue ketika traveling adalah begitu mendarat di airport setempat, gue akan mengaktifkan handphone agar bisa menghubungi Mama via sms. Kalau mendarat di LCCT Kuala Lumpur, gue pasti akan langsung mengganti kartu Simpati dengan kartu perdana lokal, mengisi ulang pulsanya di kios yang ada di area kedatangan, lalu menelepon Mama...."Maaaa, Cei udah sampe di Kuala Lumpur!" gitu...

Namun kali ini, yang seharusnya gue sudah menghubungi Mama sekitar sejam sebelumnya, belum juga bisa gue lakukan. Pertama, karena gue tadi masih di atas pesawat, dan saat ini karena handphone gue error ketika diaktifkan. Gue mengambil tempat duduk di ruang tunggu yang saat itu penuh dan riuh, dan pasrah memandangi handphone butut gue. Gue berusaha mencari penjual kartu perdana telepon lokal, namun nihil karena semua toko di airport sudah tutup.

Ketika para penumpang ramai mendatangi pos Airasia untuk menanyakan status penerbangan masing - masing, gue menyimpan kekhawatiran tingkat tinggi mengingat betapa paniknya Mama saat itu. Mama pasti super histeris karena belum juga menerima kabar dari gue. Kesehariannya, Mama bahkan ngga akan tidur kalau gue belum pulang dari kerja atau dari mana pun. Dan kali ini Mama dibuat bingung karena putrinya yang panjang kaki dan gak bisa diam, belum jelas keberadaannya dalam perjalanan Jakarta menuju Kinabalu. Gue cuma bisa pasrah dan berdoa semoga Yesus menenangkan Mama di Jakarta sana.

Menjelang jam 01:00 dini hari, Airasia membagikan minuman mineral dan roti untuk para penumpang. Tepat jam 01:00 kembali terdengar pengumuman : Berhubung di Ipoh tidak ada hotel besar yang bisa mengakomodasi seluruh penumpang, maka seluruh penumpang akan diterbangkan menuju Kuching. Ya ampun....apa lagi ini ? Ipoh....Kuching...lalu ? Rasanya kayak lagi ikut city hopping tour atau semacamnya, namun menggunakan pesawat....pada dini hari yang semestinya waktu tidur.

Sambil menahan kantuk dan lelah, gue pun memasuki pesawat yang akhirnya mengantarkan gue ke Kuching. Meskipun airport sudah selesai beroperasi, namun dini hari itu banyak kru Airasia stand by untuk menyambut penumpang dan mengarahkan ke akomodasi masing - masing. Gue salut dengan cara Airasia menangani keadaan ini.

Penumpang diarahkan ke luar airport di mana beberapa bus sudah menunggu. Gue langsung mengambil tempat duduk paling depan. Busnya nyaman banget. Ketika sudah penuh, bus pun meninggalkan airport Kuching. Kemana ? Entahlah. Gue kesulitan "mempelajari" arah yang ditempuh bus, karena kegelapan di luar sana. Akhirnya menjelang jam 03:00 bus berhenti di sebuah hotel yang cukup megah (untuk standard gue yang bekpeker gembel ini), Hotel Grand Continental.

Room Sweet Room di Hotel Grand Continental
Gue adalah penumpang pertama yang keluar dari bus. Oleh petugas Airasia yang sudah menunggu di luar hotel, gue diarahkan menuju ke meja resepsionis. Di meja resepsionis, gue liat petugas hotel beserta Airasia mencari data nama gue, lalu memberikan sebuah kunci kamar. Gue pun segera melesat mencari kamar yang dimaksud.

Begitu memasuki kamar, gue langsung mengaktifkan handphone gue lagi. Ngga beberapa lama, akhirnya gue berhasil mengirim sms ke Mama. Puji Tuhan ! Secara singkat gue jelaskan ke Mama, apa yang terjadi. Gue janji akan menelepon Mama keesokan harinya.

Hotel Grand Continental Kuching
Abis itu gue mandi, lalu merebahkan badan yang lelah  ini di ranjang yang besar dan empuk itu. Pikiran gue menerawang. Super sekali kejadian hari ini. Ini hari terakhir gue bekerja di perusahaan lama....awalnya berharap bisa mendarat di Kinabalu malam ini sekedar untuk refreshing singkat, namun gue malah mendapat "bonus" mampir ke Ipoh dan kini terdampar di Kuching. Dalam semalam gue harus naik turun pesawat beberapa kali.


 Saat bersantai di atas kasur empuk dengan selimut tebalnya itu, membuat gue teringat akan kekhawatiran gue soal tidur di airport Kinabalu beberapa saat sebelumnya. Rasanya lucu dan ajaib....Yesus menjawab dan mengatasi kekhawatiran gue soal urusan tidur malam ini dengan cara yang unik, namun juga jauh melampaui harapan gue. Bayangkan, sejak tadi siang gue sudah berpikir akan tidur di lantai airport Kinabalu. Ternyata, saat ini gue justru menikmati tidur di kasur nyaman dan bersih, di sebuah hotel bintang tiga!

Terima kasih Yesus, atas hari yang panjang dan seru ini!

Wednesday, October 22, 2014

Goresan Kenangan di Vientiane

Ini catatan perjalanan yang udah basi banget sebenarnya. Perjalanan yang gue lakukan tanggal 18 Januari 2013 yang lalu, sebagai hadiah ulang tahun dari gue dan untuk gue. Alasan baru diposting sekarang karena gue adalah blogger pemalas dan tergantung mood. Hanya saja, gue selalu mengingatkan diri sendiri untuk gak pernah absen posting catatan perjalanan gue di blog. Karena menurut gue ini cara paling tepat untuk mendokumentasikan kiprah dan sepak terjang kedua kaki panjang gue ini ketika melanglang buana. 

Perjalanan gue ke Laos, tepatnya di ibukota Vientiane, terbilang singkat, cuma 4 hari. Rute yang gue ambil adalah Jakarta - Kuala Lumpur - Vientiane (vice versa). Gue sempat bermalam di terminal LCCT Kuala Lumpur, dan sekali lagi mendapat kesempatan emas untuk.....menikmati tidur dan menghabiskan malam di lantai terminal yang super dingin.

Kota Vientiane sendiri adalah kota yang gak terlalu luas namun tenang dan menyenangkan. Untuk biaya hidup, kota ini menawarkan fasilitas super terjangkau untuk bekpeker gembel macam gue. Di sana gue tinggal di Vientiane Backpacker Hostel yang terletak di Jalan Norkeokoummarn yang gue booking via www.hostelbookers.com. Pilihan gue jatuh ke hostel ini terlebih karena harganya yang fantastis (USD 5/ranjang/malam, untuk 16 bed di mix dorm room), dan karena review - review yang  gue baca. Lokasinya strategis banget, berada di tengah kota dan sentra turis.

Setiap traveling dan akan memilih hostel, sensasinya kayak beli kucing dalam karung. Bisa saja gue membaca review - review menarik, dan foto - foto hostel yang memprovokasi dan bikin gue ngiler untuk tinggal di suatu hostel, namun begitu gue datang dan tinggal di situ, berakhir dengan kekecewaan. Namun pilihan hostel gue kali ini adalah salah satu pilihan tepat yang gue lakukan, karena gue benar - benar puas dengan fasilitas, kondisi dan harga hostelnya.

Selama di sana, meskipun waktunya lumayan sempit, gue menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa lokasi wisata Vientiane, yaitu :

Patuxai

Patuxai
Patuxai merupakan monumen yang didedikasikan kepada para pahlawan perang Laos yang berjuang merebut kemerdekaan dari pihak Perancis. Monumen yang megah ini terletak di Jalan Lang Xang yang gue tempuh dengan berjalan kaki, di bawah sengatan matahari yang menyala - nyala. Gue sempat meniti anak tangganya sampai ke bagian paling atas monumen. Bagian dalam monumen ini dipenuhi dengan penjual aksesoris dan barang oleh - oleh khas Laos. Menurut gue monumen ini iconic dan megah banget.

That Dam (Black Stupa)

That Dam (Black Stupa)
Gue sempat mampir ke sini tanggal 20 Januari 2013, dalam perjalanan menuju terminal bus di belakang Morning Market, ketika gue hendak ke Buddha Park. Lokasinya berada di sebuah taman yang asri, di antara rumah - rumah warga lokal yang menurut gue cukup berkelas. Ada kepercayaan lokal yang mengatakan bahwa di stupa ini tinggal seekor naga berkepala tujuh yang melindungi rakyat Laos dari serangan Thailand. Dari hostel ke sini, gue tempuh dengan berjalan kaki.

That Luang
That Luang (The Great Stupa)
Entah apa fungsi bangunannya....apakah kuil, monumen, benteng....yang jelas tempat ini indah, megah dan sekaligus sakral sekali. Ditambah dengan warna emas yang melapisi hampir seluruh bangunannya yang siang itu ditimpa oleh sinar matahari yang demikian menyilaukan, bikin bangunannya jadi bertambah agung.

Memandang That Luang dari dekat, rasanya menghapus segala lelah derita gue sepanjang perjalanan menuju ke sini. Bayangkan, di tengah hari, setiba di terminal bus dari perjalanan ke Buddha Park, gue melanjutkan dengan berjalan kaki ke Wat Ho Phra Keo. Setelah puas berkeliling di tempat itu, gue kembali berjalan kaki sejauh 7 km ke That Luang, diiringi dengan dahsyatnya dan silaunya mentari siang itu. Meskipun hari itu sudah berlalu hampir 2 tahun lamanya, namun gue akan selalu ingat, itu adalah salah satu siang paling p.a.n.a.s yang pernah gue lalui, titik.

Catatan : 
Tiket masuk : 5,000 kip
Tuktuk dari That Luang - Vientiane Backpacker Hostel : 25,000 kip

Buddha Park
Buddha Park (Xieng Khuan)
Hal yang paling bikin gue penasaran tentang Laos, tepatnya Vientiane, adalah mengunjungi tempat ini. Kalau ngelihat gallery photo - photonya di Google, tampak tua, keren dan mistis. Lokasinya sebenarnya bukan berada di dalam kota, melainkan sekitar 25 km dari Vientiane.

Di atas "labu" raksasa
Pagi itu (20 Jan 2013), gue meninggalkan hostel agak pagi, dan berjalan kaki menuju terminal bus yang ada di belakang Morning Market. Kenapa gue selalu berjalan kaki ? Karena itu cara tercepat, teraman dan tersehat untuk gue ketika mencari suatu lokasi baru. Setiba di terminal bus, gue naik bus No. 14. Info penting ini gue dapat ketika browsing di Google. Gue naik bus ini sampai ke Friendship Brigde, dimana gue menyambung naik minivan menuju ke Buddha Park, dengan melewati jalan yang kondisi sangat tidak mulus.

Bagian belakang : Patung Dewa Indra menunggang gajah berkepala tiga
Buddha Park ternyata ngga sekuno atau setua yang gue pikir, karena taman ini dibangun 'baru' di tahun 1950an. Di sini terdapat sekitar 200 patung, perpaduan antara Buddha dan Hindu. Bentuk patungnya macam - macam, ada patung Buddha, hewan, dewa, dan lainnya. Salah satu patung paling besar adalah Patung Buddha dalam posisi berbaring. Selain itu ada juga bangunan menyerupai labu setinggi 3 lantai, yang bisa dimasuki dan dinaiki pengunjung. Meskipun ketakutan setengah mati saat memasuki bagian dalam 'labu' ini, tapi akhirnya gue tiba di bagian atap 'labu'.


Area tamannya sendiri menurut gue gak terlalu luas. Tapi berhubung di dalamnya dipenuhi dengan patung - patung berbentuk unik dan raksasa, ini tempat yang sangat tepat mendapatkan foto - foto keren.

Reclining Buddha

Catatan :
Ongkos Bus No. 14 : 6,000 kip
Ongkos Minivan : 2,000 kip
Tiket Buddha Park : 5,000 kip

Wat Ho Phra Keo
Wat Ho Phra Keo
Alkisah di suatu siang yang panas menyengat, di balik tembok tinggi gue melihat bangunan seperti kuil yang kokoh nan megah didominasi warna emas sekaligus nuansa gelap, yang bikin bangunan itu tampak sangat kuno. Namanya Wat Ho Phra Keo, yang dibangun sejak tahun 1565. Saat ini fungsinya bukan lagi tempat ibadah, melainkan museum. Sepanjang yang gue ingat, keindahan museum ini terlebih pada setiap detil bangunannya yang dipenuhi dengan ukiran serta pahatan dimana - mana. Juga, gue takjub melihat pilar - pilarnya yang tinggi menjulang yang membuat kesan megah bangunan ini.


Selain ke lokasi - lokasi di atas, hal menarik yang gue lakukan selama di kota kecil ini adalah mengunjungi kuil - kuil Buddha dan museum - museum, berkeliling night market setiap malamnya, menikmati acara jajan dan makan dengan harga murah meriah, mengeksplorasi jalan - jalan kotanya dengan berjalan kaki, dan tentunya sedikit memanjakan badan letih gue dengan sesi pijat ala Laos.

Entah berapa jumlah kuil Buddha yang tersebar di kota ini, pastinya banyak banget dengan bangunan - bangunannya yang berbentuk super indah dan anggun dengan dominasi warna emas.

Temple tour
Yang menurut gue 'unik' lainnya mengenai kota ini adalah, dimana sentra turis baik yang kelas backpacker maupun premium berada di area yang sama. Trus, sentra penginapan turis ini lokasinya gak jauh dari pusat - pusat serta kantor - kantor pemerintahan Laos. Contohnya dari hostel tempat gue tinggal, cukup dengan berjalan kaki meniti sebuah jalan utama sejauh beberapa ratus meter, gue akan menemukan kantor - kantor kementerian, kedutaan besar, bahkan Istana Kepresidenan.

Satu lagi, 'jejak' Perancis masih terasa cukup kental di kota ini, dan digunakan untuk menamakan berbagai fasilitas umum, seperti "rue" untuk "jalan", lalu "National Biblioteque" atau perpustakaan nasional, ada juga "Lycee de Vientiane" atau sekolah menengah atas Vientiane, dan lain sebagainya.

Vientiane sangat berkesan buat gue karena menawarkan obyek - obyek wisata yang cukup beragam dan mudah dijangkau. Mungkin ada yang menilai kota ini membosankan karena sepi dan 'begitu - begitu saja'....namun jiwa gue akan selalu merindukan tempat - tempat yang menawarkan ketenangan serta  menyajikan rasa damai dan relaks seperti kota ini.

Anjing Laos nan ramah :)