I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Thursday, March 22, 2012

Dari Hostel Ke Hostel

Kamis, 08 Maret 2012, gue kembali ke comfort zone, Singapura.

Selain karena tiketnya udah dibeli jauh - jauh hari, juga karena gue emang benar - benar butuh break dari urusan pekerjaan yang terlalu melelahkan pikiran dan fisik belakangan ini.

Yang menarik dari trip kali ini, akhirnya gue bisa mewujudkan impian untuk ngerasain tinggal di hostel / penginapan yang berbeda tiap malamnya. Sebenarnya sejak trip bekpekeran pertama kali tahun 2009 yang lalu, gue pengen mewujudkan rencana kayak begini, tapi batal karena ternyata merepotkan dan melelahkan. Tapi kali ini, situasilah yang memaksa gue untuk loncat dari hostel satu ke yang lainnya.
Kamis, 08 Maret 2012

Hostel pertama yang gue singgahi di trip kali ini adalah Fern Loft Hostel, Little India, yang terletak di 257 Jalan Besar Road. Sejak dari Jakarta gue udah reservasi melalui www.hostelbookers.com untuk ranjang di '6 bed - mix dorm room' dengan rate SGD 20.

Lantai dasarnya dijadikan ruang lobby, resepsionis, ruang duduk dan sarapan, yang disusun sedemikian rupa jadi tampak artistik dan nyaman. Kamar terletak mulai di lantai 2. Mungkin karena warna di kamar ini didominasi warna cerah mulai dari cat tembok dan sprei ranjangnya, jadi memberi kesan luas. Walaupun tanpa dilengkapi jendela tapi suasana di dalammnya tetap nyaman, karena fasilitasnya lengkap, mulai dari kipas angin, exhaust fan dan AC.

Selimutnya....gue suka selimutnya yang tebal dan hangat, karena mengingatkan gue sama selimut di kamar tidur di rumah gue. Biasanya hostel - hostel paling hanya menyediakan sebuah kain tipis sebagai selimut.

Di lantai 2 ini terdapat 2 kamar mandi yang berfungsi sekaligus sebagai toilet. Pasti tiap pagi keduanya jadi bahan rebutan. Gue kurang sreg karena toiletnya ngga dilengkapi dengan semprotan air, dan lagi hostel ngga menyediakan hair drier. Hair drier tuh penting banget buat gue yang butuh waktu cukup lama untuk sekedar mengeringkan rambut habis keramas.

Malam ini gue gak akan tidur di kamarnya Loft Fern Hostel yang mungil dan nyaman dengan selimut tebalnya itu. Gue akan melalui malam ini di bus malam tujuan Johor Baru - Kuala Lumpur. Gue reservasi di Loft Fern Hostel karena gue butuh tempat untuk mandi, beristirahat sejenak (1 jam) dan menitipkan ransel karena gue akan langsung bertolak ke Kuala Lumpur.

Walaupun tidak akan menginap di sini esok hari, tapi pihak Fern Loft mengijinkan gue menitipkan ransel di loker yang ada di lantai 1. Loker disediakan dengan gratis, tapi gue harus menggunakan gembok dan kunci sendiri.

Jumat, 09 Maret 2012 (pagi)

Gue tiba di Terminal Bersepadu Selatan, Kuala Lumpur, hampir jam 4 pagi. Sekitar jam 5 gue menuju lantai 2 terminal, tepatnya ke hotel transit bernama Rest & Go. Dengan RM 15 per jam, tamu bisa menikmati tidur di kasur empuk di dalam kamar sempit dengan pintu geser.

Sekitar jam 7 pagi, ketukan keras di pintu membangunkan gue. Ternyata sudah 2 jam sejak gue check in tadi, yang berarti sudah waktunya gue keluar dari kamar. Jadi begitulah cara sang resepsionis mengingatkan para tamunya untuk segera check out dari hotel.

Selain kamar, hotel ini juga menyediakan pelayanan lainnya seperti pijat, internet, dan tempat penitipan bagasi.

Sayangnya hotel - yang buat gue pantas disebut hotel terkecil di dunia ini - ngga menyediakan kamar mandi dan toilet. Tamu dipersilahkan untuk menggunakan kamar mandi dan toilet yang ada di area terminal.

Jumat, 09 Maret 2012 (Malam)

Gue tiba kembali di Singapura sekitar jam 10 malam. Dengan tergesa - gesa gue menuju Fern Loft Hostel untuk mengambil ransel. Setelah itu gue langsung menuju Tresor Tavern Hostel yang letaknya hampir bersebelahan dengan Loft Fern.

Gue reservasi di TresorTavern Hostel melalui www.hostelbookers.com, untuk ranjang di '12 bed-mix dorm room" dengan rate USD 14.31. Kondisi kamarnya agak - agak mengerikan. Dari 12 ranjang berbentuk bunk bed yang tersedia, 9 diantaranya sudah ditempati oleh penghuni tetap. Penghuni tetap ini adalah warga non Singapura yang tinggal dan bekerja di Singapura. Dan ranjang di bawah gue, sepertinya dijadikan tempat menggantung dan menumpuk pakaian mereka. Di setiap kolong tempat tidur berserakan koper, sepatu, kaus kaki, dan sampah. Di atas setiap loker, terdapat tumpukan sampah lainnya, sisa makanan atau koran bekas. Nyaris semua yang ada di kamar ini tidak sedap di mata dan hidung gue.

Baru beberapa saat tertidur, gue dibangunkan oleh suara yang nyaris menyerupai suara terompet bersahut - sahutan. Ternyata suara mengganggu itu adalah dengkuran maha dahsyat dari salah satu penghuni. Gue penasaran untuk mencari asal suaranya, tapi kesulitan karena lampu kamar dipadamkan. Dengan seketika suara ini melenyapkan napsu dan kenyamanan tidur gue. Dalam hati gue mengutuki si pendengkur sialan yang sudah mengacaukan acara tidur gue, sementara badan gue sudah sangat lelah karena perjalanan panjang Kuala Lumpur - Singapura. Suara dengkurannya memiliki efek teror ke telinga dan hati gue !

Sabtu, 10 Maret 2012

Pagi pun datang, dan suara dengkuran tetap tak berakhir. Gue pun turun dari ranjang dan bersiap - siap untuk mandi. Setelah itu gue sarapan di lantai 1 hostel. Sarapan pagi itu adalah buah apel, roti bakar dan teh hangat.

Selesai sarapan gue menuju ruang internet. Yang kurang menyenangkan lagi di hostel ini adalah fasilitas internet yang tidak gratis. Tamu harus membayar SGD 1 per 30 menitnya. Padahal pagi itu gue harus mencari informasi hostel, karena gue pengen segera kabur dari Tresor Tavern Hostel. Setelah mendapatkan beberapa alamat dan nomor telepon, menyiapkan ransel, dan meninggalkan hostel. Dalam hati gue berjanji untuk tidak akan pernah lagi menginap di sana.

Pagi ini gue menghubungi beberapa hostel untuk mencari ranjang kosong, dan itu adalah hal yang sulit karena sedang weekend. Akhirnya kabar gembira datang dari ABC Hostel di Bugis, karena disana masih tersedia mix dorm room. Gue tiba di sana sejam kemudian dan segera check in dengan membayar SGD 24 untuk '6 bed-mix dorm room'.

Kamarnya, walaupun kecil dan berisi 3 pasang bunkbed, adalah kamar ternyaman dan terbersih dalam catatan bekpekeran gue kali. Ngebandingin nyamannya kamar di ABC sama Tresor Tavern, bagaikan langit dan bumi...terlalu jauuuhh ! Semua bersih...bahkan sprei biru langitnya pun terlihat bersih meyakinkan. Seprei ranjang gue di Tresor Tavern semalam sangat mencurigakan...kayaknya seseorang udah menempati ranjang itu sebelum gue.

Minggu, 11 Maret 2012

Gue bangun sekitar jam 5 pagi, karena harus mengejar MRT pertama tujuan Changi airport yang akan datang jam 6.30. Selesai mandi dan membereskan ransel, gue ke dapur untuk sekedar mencari air putih untuk minum vitamin. Seorang staf hostel, laki - laki, sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi itu. Gue ngga berharap bisa sarapan karena baru akan dimulai jam 7.30 setiap paginya. Tapi begitu staf yang ramah itu selesai, gue tergoda untuk bertanya apakah boleh memulai sarapan. Dengan ramah staf ini pun mempersilahkan. Bahkan dia berpesan, kalo lain waktu gue tinggal di ABC dan flight gue lebih pagi lagi, gue tinggal memberitahukan ke resepsionis supaya sarapannya bisa disiapkan lebih pagi.

Gue senang bukan main, karena masih berkesempatan menikmati roti gosong ala hostel sebelum kembali ke Jakarta.

Setelahnya, gue meninggalkan ABC hostel menuju Bugis MRT Station dengan perut kenyang dan hati senang.

Gue senang tinggal di hostel. Selain karena harganya yang backpacker friendly, banyak pengalaman unik dan seru yang bisa didapat. Pengalaman yang bisa jadi menyenangkan atau menyebalkan, tapi akan selalu berkesan. Tinggal di hostel, mau ngga mau, membuat orang bertemu dan saling berbagi dengan banyak orang lainnya dari negara dengan kultur yang berbeda. Privasi nyaris ngga ada, digantikan sama tuntutan untuk bertoleransi dengan sesama penghuni hostel. Dan yang terpenting, tinggal di hostel menuntut pribadi yang mandiri, berani dan senang bersosialisasi.

Tuesday, March 06, 2012

iPalistic

Hari Jumat (02 Maret 2012) yang lalu akhirnya gue menerima hadiah kuis Good 2 Great Newsletter, berupa iPad2. Rasanya ? Senang, lega, tapi dengan antusiasme yang biasa - biasa saja. Hal pertama yang terlintas di benak gue saat memegang iPad2 yang masih tersimpan rapi di dalam kardusnya ini adalah : dipakai atau dijual ?

Ini pertanyaan yang kerap terngiang - ngiang sepanjang masa penantian gue sampai menerima iPad2 ini. Gue pengen menjualnya, karena gue ngga merasa membutuhkan sebuah iPad2. Untuk urusan gadget, gue emang ngga seperti kebanyakan orang, yang cenderung berlomba - lomba untuk memiliki gadget terbaru dan tercanggih. Gue, sangat amat nyaman dan bahagia dengan Nokia seri lama yang kondisinya masih super sampai saat ini. Yang terpenting, dengan handphone ini gue masih bisa berkomunikasi dengan Mama, kapan pun dan di mana pun.

Gue ngga pernah berminat dan berniat untuk memiliki Blackberry. Saat perusahaan mendesak agar gue memiliki blackberry sebagai fasilitas kantor, gue menolak dengan berbagai cara. Alasannya, bagi gue blackberry adalah perangkat yang terlalu rumit untuk digunakan. Terlebih, gue ngga pengen membuka akses diri selebar - lebarnya, apalagi hanya untuk urusan pekerjaan.

Laptop yang gue miliki pun sejauh ini fungsinya cuma untuk menonton DVD dan diary elektronik.

Dan sekarang iPad2...gue mempertimbangkan untuk menjualnya terutama karena gue ingin membagi kebahagiaan dan kemenangan gue sama Mama. Mama sangat amat tahu antusiasme gue untuk mengikuti kuis. Kuis apapun, yang diselenggarakan oleh siapapun.

November tahun lalu, saat gue menang kuis yang diadakan oleh Air Asia Indonesia, dan memenangkan tiket wisata ke Langkawi - Malaysia, Mama turut senang. Setelah itu Mama berpesan "Lain waktu kalo kau ikutan kuis, cari yang hadiahnya barang atau uang aja ya, Cher...Jangan lha yang hadiahnya tiket jalan - jalan. Capek Mama nungguin kau nanti..." Pesan Mama bagaikan doa buat gue. Hanya 2 bulan setelah itu, kali ini gue memenangkan sebuah iPad2.

Setelah berbagai pertimbangan, akhirnya gue memutuskan untuk tidak menjual iPad2 baru ini, dan menyimpannya. Gue batal menjualnya karena iPad2 ini akan selalu mengingatkan gue, tentang tak sepeser pun uang gue keluarkan untuk memilikinya...tentang antusiasme dan semangat tinggi gue untuk mengikuti kuis, yang nampaknya jadi semacam hobi....tentang keberuntungan gue memenangkannya di antara ratusan peserta kuis lainnya yang merupakan karyawan perusahaan yang tersebar di beberapa benua yang berbeda...dan pastinya tentang doa Mama yang selalu menyertai gue, bahkan dalam urusan kuis sekalipun.

Saat ini, iPadnya masih tersimpan tersegel rapi di dalam kardus. Mungkin suatu saat nanti, kalo mulai berminat menggunakannya, akan gue buka dan gunakan. Terima kasih untuk iPad2nya, Yesus...