I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Thursday, August 11, 2016

Kisah Berburu Kebaya Nikah



Untuk persiapan hari pernikahan ini bisa dibilang gue jauhhhhh banget dari neko - neko. Maunya sesimpel dan sesederhana mungkin. Termasuk dalam hal memilih baju pengantin. Keinginan dan impian gue ketika menikah adalah mengenakan kebaya warna putih. That's it....! Nggak ada persyaratan lainnya. Gue memang selalu memimpikan konsep pernikahan dengan baju bergaya konservatif. Dan gue suka mengenakan kebaya. Selain karena itu terkesan 'tradisional' banget...juga karena pas banget dengan figur body gue.

Dan selama ini, demi menghemat biaya, gue selalu terpikir untuk menyewa kebaya aja, dari pada bikin baru. Abis ngapain gitu, bikin kebaya (nikah) satu set lengkap kan biayanya lumayan banget...sementara tuh kebaya ngga bakal dipakai lagi. Gue ngga pernah lihat, dengar, dan tahu ada cewe menggunakan kembali baju (kebaya atau gaun) nikahnya untuk kesempatan/acara lainnya. Kalau melihat pengalaman kakak & adik gue yang sudah menikah, sebagus dan semahal apapun kebaya nikahnya, nasibnya akan berakhir di box penyimpanan setelah di-laundry, dan ngga tersentuh sama sekali.

Jadi, mulailah pencarian gue ke boutique - boutique yang menyewakan kebaya pengantin. Tempat pertama yang gue datangi adalah Hana Butik di Jalan Lapangan Roos, Tebet - Jakarta Selatan. Kisaran harganya kayaknya di atas Rp. 2 jutaan gitu udah lengkap sama sendal/selopnya segala. Tapi saat itu gue belum berminat untuk mencoba satupun kebaya di sana, karena ngga sreg sama warna dan modelnya. Ngga ada yang putih.....

Tempat kedua yang gue datangi adalah New Diamond Wedding Services, di Jalan Amil, Pejaten, Pasar Minggu. Di sini koleksi kebaya pernikahannya lebih banyak, termasuk kebaya - kebaya berwarna putih. Selain itu harganya juga lebih terjangkau, sekitar mulai dari Rp. 1,5 juta gitu....tapiiiiiiii....dari sekian banyak koleksinya, gue cuma naksir 2 kebaya saja, daaaaannn.....setelah dicoba, ngga ada yang muat di gue. Meskipun koleksi kebayanya bejibun, tapi gue memang pemilih banget. Musti warna putih, modelnya ngga vulgar (kadang ada model kebaya yang terlalu seksi dan mengekspos bagian-bagian tubuh tertentu dan terbuka), dan ngga pake ekor...yang dimaksud ekor adalah tambahan kain menjuntai panjang di bagian belakang, biar ada sensasi dan tampilan ala princess gitu deh. Gue ngga mau banget yang model begini. Again....yang gue inginkan adalah kebaya yang sederhana dan konservatif.

Butik terakhir yang gue kunjungi adalah Santi Butik yang ada di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Koleksinya ngga banyak, dan ngga ada yang putih. Harganya seinget gue mulai dari Rp. 3 juta. Ogahhh....

Akhirnya gue sadar, ternyata ngga mudah untuk menyewa kebaya pernikahan. Pertama, susah nyari warna dan model yang sesuai dengan keinginan gue. Kedua, ukuran yang tersedia kayaknya buat yang bodynya kurus langsing, bukan yang tambun kayak gue. Ketiga, harganya juga ngga selalu lebih hemat dibandingkan bikin baru. Keempat, misalnya pun udah ketemu yang cocok, harus dicek juga apakah kebaya akan tersedia sesuai tanggal pernikahan, karena bisa jadi kebaya yang kita suka udah di-booking oleh orang lain. Sementara butik memerlukan waktu beberapa hari ekstra untuk proses laundry kebaya tersebut.

Di tengah keputusasaan mencari kebaya pengantin, suatu hari sepulang gereja dan sambil menikmati semangkuk mie ayam di warung dekat gereja, mendadak gue mendapat dorongan untuk mencari bahan kebaya di Pasar Mayestik. Keputusan sudah bulat....gue harus jahit kebaya ! Dan ini harus gue lakukan secepatnya, mengingat saat itu sudah akan memasuki bulan Ramadhan. Artinya sebentar lagi hari Raya Lebaran. Artinya.....banyak orang akan menyerbu tukang jahit untuk bikin baju Lebaran. Gue langsung pesan Gojek...meninggalkan Kelapa Dua, Depok menuju Pasar Mayestik.

Tiba di Pasar Mayestik, gue langsung ke gedung utama, tepatnya lantai paling atas, yaitu pusat tukang jahit yang kebanyakan adalah penjahit kebaya. Gue mendatangi beberapa penjahit, untuk melihat-lihat hasil jahitan mereka sekaligus nanya harga. Harganya variatif, dari yang mahal sampai mahal banget ! Ada yang Rp. 1,5 juta (belum payet)...Rp. 2 juta (belum payet)....Rp. 7 juta....dll. Untuk harga payet sendiri bisa ngalahin harga jahitnya, berkisar mulai dari Rp. 2 juta. Gilllaaa! Karena bingung memilih penjahit, akhirnya gue memutuskan untuk mencari bahan terlebih dahulu ke toko Fancy.

Mengenai penjahit kebaya....sebenarnya awalnya gue pengen menjahitkan kebaya gue di Kiara Butik yang ada di daerah Kelapa Dua, Depok. Gue sudah beberapa kali menjahit kebaya di sana dan selalu puas sama hasilnya. Namun ketika gue telepon Pak Komar, pemilik Kiara Butik, ternyata sudah full dan ngga terima jahitan lagi. Sebenarnya gue juga sering dengar mengenai penjahit-penjahit kebaya di kawasan Pasar Sunan Giri, Rawamangun. Tapi harganya jauh di melampaui budget gue. Gue berniat nyari penjahit yang belum tersohor, berharap bisa menghemat ongkos jahit.

Kembali ke petualangan gue ke toko Fancy, mungkin karena hari itu Minggu sehingga toko padat oleh pembeli, gue merasa agak dicuekin oleh staffnya Fancy. Lagian emang kedatangan gue ke sana agak - agak unik. Secara gue datang seorang diri, dan mencari bahan kebaya (brokat) pernikahan. Sementara umumnya, apalagi kalau keluarga Batak, ketika hendak mencari bahan kebaya pernikahan si calon pengantin bisa ditemani oleh sekian banyak anggota keluarga. Mungkin staff Fancy mngira gue bukan pembeli serius dan potensial, jadi meladeninya setengah hati gitu. 

Anyway, alasan gue mencari keperluan kebaya pengantin sendirian, tanpa ditemani siapapun, pertama, karena gue sering banget melakukan sesuatu spontan. Sementara kalau gue ingin ditemani orang lain, gue harus atur janji dulu sebelumnya. Kedua, Ony saat itu juga lagi sibuk dengan urusan persiapan lainnya. Ketiga, dengan sendirian gue memiliki kebebasan sebesar - besarnya dalam menentukan pilihan. Bukankah semakin banyak pasukan yang nemenin gue, justru akan ada semakin banyak pendapat yang harus didengar dan dipertimbangkan? Gue khawatir jika dalam kondisi seperti itu, gue justru akan lebih 'mendengarkan' masukan orang lain ketimbang keinginan gue sendiri. Alasan terakhir, dalam banyak hal, gue emang doyan melakukan apapun sendirian sih!

Di toko Fancy, gue diperlihatkan beberapa model bahan/kain brokat warna putih, yang sebenarnya bikin gue bingung untuk memilihnya. Gue kan bukan orang yang sering belanja brokat dan bikin kebaya....jadi bingung. Akhirnya gue membeli 3.5 meter bahan brokat dengan payet seharga Rp. 475,000/meter. Selain itu gue juga beli 1.5 meter bahan satin untuk bustier. Kelar belanja, gue kembali melesat ke gedung utama untuk hunting penjahit lagi.

Begitu tiba di lantai atas, mata gue langsung tertuju ke sebuah kios kecil agak di pojok. Noni, nama kios jahitnya. Gue langsung menanyakan harga jahit ke Mbak Noni, sang penjahit. Saat itu gue mendeskripsikan terlebih dahulu model kebaya impian gue, yaitu panjang semata kaki, leher model V, trus pake aplikasi atau tempelan...gitu aja! Mbak Noni mengenakan tarif Rp. 750,000 untuk kebaya dan bustiernya. Wowww.....paling murah di antara yang lainnya ! Meskipun gue ragu dan agak - agak gambling, karena ngga pernah tahu hasil jahitan Mbak Noni sebelumnya, tapi entah karena pasrah atau keyakinan yang entah dari mana asalnya, gue pun memutuskan untuk menjahit kebaya pernikahan gue di Mbak Noni. Mbak Noni asyik diajak bertukar pikiran dan ngobrol soal kebaya pernikahan gue. Dan menurut pengalaman gue selama ini, hal itu penting banget! Selain itu, Mbak Noni juga bisa memberikan rekomendasi - rekomendasi model, yang dia perlihatkan baik melalui majalah, maupun foto (dari handphone). Menurut Mbak Noni, kebaya gue akan siap Sabtu depannya. Wowww ! Cepat banget!

Sabtu berikutnya ketika gue datang ke tempat Mbak Noni untuk fitting, memang kebaya gue belum pas di badan dan harus diutak - atik lagi. Di saat yang sama gue juga menjahit kain batik untuk bawahannya. Model kainnya biasa aja, trus dengan aplikasi atau tempelan dari motif - motif yang ada di bahan brokat kebaya gue. Gue membeli bahan batiknya seharga Rp. 200,000, dan ongkos jahitnya Rp. 250,000,-. Oya, ngga kayak umumnya pengantin Batak, gue memang enggan mengenakan kain songket. Kayaknya songket ngga pas dengan konsep kebaya konservatif dan simpel yang gue idamkan. Mengingat warnanya yang mencolok, ditambah selendangnya yang demikian lebar yang di mata gue terkesan ribet dan justru menutupi keanggunan dan keindahan detail kebaya itu sendiri. Gue pengen kebaya gue tampak....clean ! No offense buat penggemar songket ya....songket itu bikin makin anggun dan mewah kok...tapi bukan buat pengantin tomboy dan anti ribet kayak gue.

Singkatnya, setelah fitting beberapa kali, gue bisa membawa pulang satu set kebaya gue. Seminggu sebelum hari pernikahan, berhubung berat badan gue berkurang dikiiitttttt karena diet seadanya, gue kembali lagi ke Mbak Noni untuk ngecilin kebaya. Di saat yang sama gue juga mau nyari - nyari bros kebaya di Pasar Mayestik. Gue baru nyadar kayaknya kebaya gue agak - agak terlalu polos. 

Berhubung harga bros yang bagus dan ringan sekitar Rp. 350,000, gue enggan membelinya dan akhirnya memutuskan untuk meminta Mbak Noni memasang payet di kebaya gue. Tapi gue ngga mau mahal - mahal....budgetnya adalah Rp. 500,000 dan gue hanya mau payet yang berkilau - kilau, warna putih juga, alias tidak mengurangi ke'putih'an kebaya gue. Thanks God...Mbak Noni kooperatif banget dan tampaknya begitu pengertian mengenai budget gue yang minimalis banget. Dia bersedia untuk menambahkan payet dengan harga segitu.

Berhubung pemasangan payet ini butuh waktu, kebaya gue baru bisa diambil di hari Selasa, 26 Juli 2016. Bayangin....kebaya gue baru akan siap di detik - detik terakhir sebelum hari pernikahan gue. Awalnya pengambilannya mau pakai jasa Gojek, tapi makasih Yesus, ada sahabat, Ety Tambunan, yang kebetulan bekerja di sekitar Pasar Mayestik, yang berbaik hati mengulurkan bantuan untuk mengambil kebaya tersebut dari Mbak Noni dan mengantarkannya ke rumah gue. Tuh kannn....Tuhan Yesus membantu gue selama persiapan ini melalui malaikat - malaikat baik hati di sekitar gue.

Rasanya bahagia banget bisa mengenakan kebaya pernikahan yang sesuai banget dengan impian gue selama ini, dengan budget yang menurut gue masih pas di kantong: sekitar Rp. 3,5 juta. Kebaya yang gue persiapkan dengan penuh usaha dan keringat karena harus bolak - balik ke penjahit, seringnya sendirian saja. Kebaya yang bikin gue bahagia dan bangga mengenakannya di hari terpenting dalam hidup gue.

Wednesday, August 10, 2016

Akhirnya Menikah


Suatu ketika di bulan April 2016.

Gue dan Ony 'nekat' dan iseng ikutan Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) yang dijadwalkan di Gereja Katolik Santo Markus, Depok. Saat itu niat gue dan Ony hanya untuk mulai mengambil langkah paling awal persiapan menuju pernikahan, yang entah kapan tanggalnya.

Jadi, salah satu syarat administrasi pernikahan secara Katolik adalah sebelumnya pasangan calon pengantin harus mengikuti KPP ini, dan melampirkan sertifikat yang diperoleh setelah kursus.
Dalam salah satu session, romo gereja setempat, Romo Anton, nanya, "Kapan rencana menikahnya ?" Gue yang bingung karena memang belum menentukan tanggal pernikahan, secara spontan menjawab (dengan sok yakin), "30 Juli, Romo..." Gue asal aja menyebut tanggal ini karena bagi gue pribadi idealnya hari istimewa itu diwujudkan sebelum menjelang akhir tahun. Kalau lewat dari tanggal itu, gue pasti sudah kehilangan fokus dan semangat untuk mewujudkannya. Selalu begitu dari tahun ke tahun...Jadilah gue dan Ony memastikan tanggal pernikahan kami adalah 30 Juli 2016.
Karena satu dan lain hal, perjalanan gue menuju pernikahan sepertinya tidak semudah dan semulus pada umumnya. Butuh perjuangan dan tentunya mukjizat dari Tuhan untuk gue bisa mencapai impian gue. Karena itu, meskipun hasrat gue untuk menikah begitu besar, namun mengingat jalan terjal yang harus gue lalui, kadang ada saat - saat dimana semangat gue untuk 'berjuang' mengendur, dan gue akan menenggelamkan diri ke hal - hal lain sebagai pelipur lara.
Setelah mengikuti KPP, gue dan Ony belum yakin langkah berikutnya yang harus dilakukan. Meskipun secara perlahan, namun kami mulai menyiapkan segala sesuatunya. Sejak awal, rencana kami memang mengadakan acara dengan amat sangat sederhana...cukup di aula gereja aja, bukan gedung - gedung pertemuan berkapasitas besar.

Alasan pertama, karena gue selalu memimpikan acara pernikahan yang sederhana. Gue ngga nyaman dengan pesta yang ekstravaganza, besar - besaran dan berlangsung lama. Impian gue malahan cuma mengadakan pernikahan di gereja, yang penting sah...gitu! Alasan kedua, karena kami ngga mau boros dalam hal pengeluaran keuangan. Meskipun pernikahan adalah momen sekali seumur hidup, namun di mata gue, bukan berarti hal itu harus bikin gue dan Ony menguras habis tabungan, dan bahkan berhutang ke sana kemari, demi bisa menyiapkan pesta meriah.
Bisa dibilang waktu persiapan efektif yang gue dan Ony miliki hanya sekitar 2 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, gue dan Ony mengurus segala sesuatunya sendiri. Stress ? Iya banget....Stress dan lelah, baik fisik maupun mental. Namun ada berkah yang sangat indah yang gue rasakan dalam pengalaman ini. Melalui momen ini, Yesus yang Maha Baik menunjukkan kepada gue bahwa gue memiliki pasangan (Ony), keluarga dan sahabat - sahabat yang luar biasa baik, dan dapat gue andalkan dalam segala situasi. Terlebih, yang bikin terharu, ternyata rencana bahagia ini memberikan sukacita bagi orang lain juga. Seluruh pertentangan yang pernah terjadi di masa - masa silam, melebur menjadi kebahagiaan tulus. Setiap kali gue menyampaikan rencana bahagia ini ke orang lain, gue bisa melihat ungkapan tulus bahagia dan syukur di wajah mereka. Seakan - akan penantian demikian lama yang harus gue lalui, adalah beban bagi mereka juga. Kabar pernikahan gue memberikan kelegaan bagi banyak orang.
Ngga ada panitia - panitian dalam persiapan pernikahan gue. Mungkin karena gue dan Ony berpikir untuk ngga merepotkan orang lain. Bisa dibilang, semua dikerjakan sendiri...meskipun harus pontang - panting kesana kemari mencari sesuatu, menyiapkan sesuatu, sambil berpacu dengan waktu yang sangat singkat. Akhirnya kami sadar, di hari H yaitu tanggal 30 Juli 2016, ngga mungkin mengurus segala sesuatunya ketika kami harus duduk manis di pelaminan. Singkatnya, gue pun menghubungi beberapa sahabat yang sangat gue percayai, dan bersedia untuk membantu  mempersiapkan pernikahan ini, sampai dengan di hari H.

Setiap kali mengingat kerja keras setiap orang dalam mewujudkan hari pernikahan gue, rasanya langsung pengen nangis berurai air mata, saking terharunya. Karena tingkat rasa cuek yang demikian tinggi, mungkin selama ini gue mengabaikan berkat yang Tuhan hadirkan dalam hidup ini, bahwa gue memiliki keluarga dan sahabat yang solid, yang mencintai dan selalu siap sedia untuk mendukung dan menopang gue. Mereka ada di depan gue, di sisi gue, di belakang gue....di mana pun gue memerlukan mereka.

Meskipun berlangsung dengan sangat sederhana, namun hari pernikahan gue, baik saat pemberkatan di Gereja Santo Herkulanus, Depok, maupun acara resepsi (syukuran) di aula gereja tersebut berjalan penuh hikmat dan lancar. Gue memang tidak bisa mengundang banyak pihak, karena keterbatasan kapasitas dan modal....heheheh! Tapi di kedua prosesi itu, pernikahan gue disaksikan oleh anggota keluarga  dan sahabat - sahabat terdekat. Dan itu adalah momen paling membahagiakan, dan gue ngga mengharapkan sesuatu lainnya yang melebihi itu.

Rasanya terharu dan campuk aduk, ketika mengucapkan janji pernikahan di hadapan Tuhan, keluarga dan sahabat, "Saya memilih engkau, Agustinus Ony Setiadi sebagai suami saya yang sah. Saya berjanji akan selalu setia padamu dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dalam keadaan sehat ataupun sakit. Saya akan mencintai dan menghormatimu seumur hidup..." Sejak beberapa hari sebelumnya gue berlatih 'keras' menghafalkan janji ini. Kesulitan yang paling besar adalah karena gue selalu gagal menahan tangis tiap kali mengucapkannya. Langsung terbayang perjuangan dan penantian cukup lama yang gue dan Ony harus hadapi untuk tiba di moment ini. Ajaib...beberapa bulan yang lalu gue ngga membayangkan akan menikah di hari itu, namun Tuhan dengan mukzizatnya yang dahsyat membukakan jalan dengan segala kelancarannya hingga gue bisa mengikat janji suci pernikahan dengan Ony.

Terima kasih Yesus yang Maha Baik, yang telah mewujudkan doa dan harapan gue dengan Ony, dengan cara yang sangat unik. Betapa ngga, bertahun - tahun lamanya penantian gue dan Ony, dan ketika 'saatnya' tiba, kami hanya 'diberikan' 2 bulan saja untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Terima kasih atas penyertaan Yesus dalam setiap persiapan pernikahan sampai dengan hari pernikahan itu sendiri, 30 Juli 2016. Semoga Yesus senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati perjalanan rumah tangga gue dan Ony, agar menjadi keluarga yang damai dan bahagia, takut akan Tuhan dan selalu mengandalkanNya dalam setiap langkah kehidupan kami. Amin.