I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, January 16, 2023

When Cherry Meets Corgi....

Akhir taun lalu, 29 Desember 2022, gue staycation di Best Western Hotel Kemayoran. Sebenarnya niat ngga niat pake vouchernya, tapi sayang aja karena udah telanjur dibeli pas lagi ada promo murah Tiket.com.

Berhubung gue ngga mau stay di hotel doang, dan udah lama juga ngga ngebolang, gue pikir mumpung lagi di pusat kota, gue akan eksplor daerah Kemayoran.

Kelar check-in, mandi dan istirahat, gue browsing - browsing tempat yang bisa gue datangin siang itu. Tiba - tiba terbersit keinginan untuk cari pet cafe yang ada di kawasan Jakarta Pusat dan sekitarnya. Main bareng anjing atau kucing adalah terapi dan aktivitas menyenangkan tersendiri yang positif untuk jiwa dan pikiran gue. Jadi, sorry not sorry, terkadang gue bisa bosan dan males bertemu orang. Tapi ketemu dan main - main sama anjing, adalah hal favorit yang selalu pengen gue lakukan.

Gue nemu informasi mengenai cafe Mama Corgi, di kawasan Jakarta Barat. Wahh...gue baru tau ada cafe khusus corgi di Jakarta ! Tahun 2019 yang lalu gue sampe nyari pet cafe di Penang, Malaysia, demi bisa ngelihat anjing ras asal Britania Raya dan kesayangan mendiang Ratu Elizabeth II ini secara langsung. Dan saat itu agak kurang puas sih, karena cafenya rame pengunjung. 

Gue pun meninggalkan kamar, dan tujuan pertama adalah cari makan siang, dan kali ini gue mau makan pempek Garuda di Jalan Garuda. Gue amazed karena di sepanjang jalan Garuda ini ada banyak banget kios jualan pempek.

Abis makan, gue lanjut menuju Mama Corgi naik Gojek. Sebenarnya Mama Corgi ini lokasinya jauuuuhhh...dari hotel. Jadi, perjalanannya berasa lama dan ngga kunjung nyampe, untuk standard perjalanan pake ojol. Tapi, berhubung gue sadar belakangan gue sangat mager dan males keluar rumah, bahkan untuk piknik sekalipun, jadi gue pikir, kepalang tanggung. Apalagi ini demi ketemu para Corgi lucu, seketika semangat gue membara!

Mama Corgi beralamat di Jl. Tanjung Duren Utara 3 Nomor 340 B, Petamburan, Jakarta Barat. Dari luar, bangunannya gak keliatan gede - gede amat. Begitu tiba, gue langsung membayar Rp. 45ribu untuk bisa bermain - main dengan para Corgi selama 45 menit, ditambah Rp. 12ribu untuk beli makanan anjing. Dengan membayar tiket masuk ini, selain mendapatkan kaos kaki, pengunjung mendapat potongan harga lumayan untuk segelas minuman kekinian yang lumayan segarlah...

Basecamp para corginya ada di lantai 2. Begitu membuka pintu, gue girang banget ngeliat para anjing - anjing cebol nan bahenol yang menggemaskan itu. Yang bikin tambah seneng, corginya banyaaakkkk....ada sekitar 12 ekor. Ada berbagai ukuran, usia dan warna. 

Saat itu, selain gue, ada beberapa tamu lainnya yang hadir duluan. Jadi gue harus 'berbagi' corgi ini dengan beberapa orang lainnya. Tapi karena gue paling belakangan hadir, jadi setelah menunggu beberapa saat, jadilah gue orang terakhir di sana, ditinggalkan bersama 12 ekor corgi. OMG...I'm in heaven! Karena gue sendirian, gue minta tolong seorang staff cewe baik hati yang bertugas di ruang itu untuk memotret dan mengambil beberapa video. Jadi, gue punya dokumentasi kenangan bersama gerombolan corgi yang bisa gue lihat dan lihat lagi di saat perlu mood booster. 

Corgi itu yaa...ngeliat bentuk body dan gerak - geriknya aja dijamin selalu bikin senyum. Badannya panjang kayak sosis, bulu tebal, kaki pendek, dan bokongnya itu...semok banget! Walopun begitu, corgi lincah dan playful, jadi tambah lucu ngeliat gerak - geriknya. Dan di luar dugaan gue, ada beberapa corgi di sana yang 'doyan' menggonggong dengan suara keras. Dengan badannya yang super pendek itu, tapi suara gonggongannya membahana, jadi makin menggemaskan! 

Setelah 45 menit gue berakhir (ada semacam alarm pengingat waktu yang dipasang untuk setiap tamu), dengan berat hati gue pun turun menuju resepsionis sekaligus kasir. Di sana gue bisa membersihan baju dengan roller pembersih bulu. Walaupun sebenarnya hampir sia - sia, karena baju dan celana gue dipenuhi bulu akibat diserbu para corgi yang rebutan minta treat / cemilan.

Overall....gue happy banget !! Sebagai dog lover, rasanya seneng dan bersyukur banget ada cafe keren kayak gini, dan gue pasti akan balik ke sini lagi someday.

Tuesday, October 19, 2021

Trip Dadakan Nan Berkesan Ke Parakan (17 Oktober 2021)

18 Oktober 2021


Ke Semarang lagiiii....! Pertengahan tahun ini iseng - iseng gue beli voucher hotel Holiday Inn Simpang Lima pas lagi ada promo di tiket.com (kalo ngga salah). Saat itu gue pikir, beli dulu aja voucher hotelnya, berangkat ngga berangkat urusan nanti. Mungkin karena gue bener - bener happy stay di hotel ini pas trip sebelumnya.

Tanggal 15 Oktober 2021 gue pun berangkat dengan kereta api dari stasiun Gambir ke Stasiun Tawang, tiba lewat tengah malam. Ketika di Jakarta, gue ngga niat - niat amat untuk bikin rencana trip kemana - mana selama di Semarang. Tapi pas last minutes, terbersit niat mau ke Parakan. Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. 

Gue teringat ketika sekitar 2 tahun yang lalu, gue hampir join trip bertema heritage gitu ke Parakan. Pertama kali denger dan lihat foto - foto Parakan, gue langsung takjub dan kepengen ke sini. Foto - foto yang gue lihat adalah bangunan - bangunan tua dengan arsitektur Tionghoa yang ada di sana. Gue langsung teringat Lasem saat itu. Gue pikir hanya di Lasem ada sebuah kawasan dengan bangunan - bangunan tua bergaya Tionghoa yang masih lestari. Ternyata ada lagi di Parakan. Gue harus ke sana ! Namun akhirnya gue batal ikutan tripnya, karena persiapannya sangat mendadak.

Tiba - tiba gue teringat Parakan lagi menjelang trip Semarang kali ini. Meskipun pengen banget ke sana, tapi gue tahu tantangan untuk mengeksplor Parakan adalah....siapa yang akan jadi guide gue di sana ? Untuk trip - trip heritage seperti ini, sebagai wisatawan, gue harus ditemani oleh guide lokal di sana, karena agenda trip ini adalah mendatangi rumah - rumah yang biasanya masih dihuni pemiliknya. 

Gue pun dengan tekunnya browsing - browsing baik di Facebook maupun IG, dan Puji Tuhan, 'perjuangan' gue ngga sia - sia. Gue mendapatkan kontak, seseorang yang bisa memandu gue selama di Parakan di hari Minggu, 17 Oktober. Senang banget!

Sampai gue tiba di Semarang gue belum mencari informasi mengenai bus menuju Parakan. Gue sempat mendapat rekomendasi untuk naik bus PO Nusantara. Tapi di hari Sabtu, 16 Oktober, gue baru mulai menghubungi pihak agent bus untuk booking tiket. Untung masih kebagian tiket, ternyata peminat bus banyak banget, dengan jam keberangkatan yang sangat terbatas. Mungkin tujuan peminatnya kebanyakan bukan hanya ke Parakan, karena rute bus ini adalah Semarang - Purwokerto via Wonosobo.

Minggu, 17 Oktober, gue berangkat ke pool PO Nusantara di Sukun, Banyumanik sekitar jam 6 pagi, karena bus akan berangkat jam 7 pagi. Kondisi busnya ngga sesuai harapan gue sih. Tapi gue maklum aja, harga tiketnya cuma Rp. 55,000. Pas bus berangkat gue langsung wanti - wanti ke keneknya kalo gue turun di Parakan, tepatnya di Rumah Sakit Kristen (Ngesti Waluyo). Gue pikir perjalanan sampai Parakan akan berlangsung sekitar 3 jam lebih. Tapi ternyata jauh lebih cepat, cuma 2 jam. Gue tertidur selama perjalanan, dan saat terbangun, gue cek Google Map, lokasi yang gue tuju tinggal 2 km lagi. Gue pun turun di RSK, menyeberang jalan, dan menumpang menunggu Mbak Lydia, guide gue, di sebuah kantor agent bus. Di situ gue sekalian beli tiket bus yang sama, untuk kembali ke Semarang di hari yang sama. 

Setelah Mbak Lydia menjemput, gue pun diantar untuk melihat pasar tradisional bernama Pasar Entho untuk membeli jajanan pasar khas Parakan. Setelah itu Mbak Lydia membawa gue ke rumah bernama Omah Tjandie "Gotong Royong", yang tadinya merupakan tempat tinggal seorang pendekar kunthaw bernama Louw Tjeng Tie. Gue baru tahu kalo di Indonesia ada pendekar kungfu loh! Saat gue mengeksplor rumah ini, gue dipandu juga oleh Mas Dani yang masih ada hubungan keluarga dengan pemilik rumah ini. Dari Mas Dani, gue mendapatkan banyak cerita menarik mengenai rumah ini dan juga mengenai pendekar Louw Tjeng Tie. Rumahnya selain bagus banget dan masih kokoh, berdiri di tanah yang sangat luas dengan beberapa bangunan lainnya di dalam area yang sama. Di dalamnya gue bisa melihat foto - foto lawas sang pendekar yang diberi julukan Garuda Mas dan anggota keluarganya. Bahkan ada golok 13 pengawal yang dulu digunakan oleh sang pendekar. Oya, ternyata di rumah ini juga menjadi tempat usaha pembuatan kue bolu. Jadi aroma semerbak bolu bisa tercium di seluruh ruangan.

Rumah Omah Tjandie
Koleksi tombak dan foto lawas di rumah Omah Tjandie

Dengan Mbak Lydia

Dari rumah Omah Tjandie, tujuan berikutnya adalah ke sebuah rumah di Jalan Gambiran, posisinya masih bersebelahan dengan rumah Omah Tjandie. Menurut gue, ini rumah lawas yang paling otentik, cantik dan terawat, yang pernah gue kunjungi dan lihat langsung. Area...ato lebih pas gue sebut kompleks karena di area tersebut terdapat beberapa bangunan - bangunan rumah yang sama cantik dan kokohnya, terdapat dua bangunan rumah utama. Uniknya, rumah pertama yang menghadap ke Jalan Gambiran bergaya arsitektur Tionghoa, sementara bangunan di belakangnya bergaya arsitektur Indische. Gue yang penggemar bangunan kuno dan hal - hal berbau heritage, cuma bisa takjub dan terkagum - kagum selama di sini. Berada di sini beberapa saat rasanya kayak ditarik ke masa lampau dan selain gue bisa menikmati setiap detil keindahan kemanapun mata memandang, gue juga disuguhi rasa tenang dan damai, dan bikin gue betah berlama - lama di situ, meskipun ngga melakukan apapun atau mengobrol dengan siapapun. Perasaan kayak gini adalah ultimate goal ketika gue traveling

Rumah bergaya Indische di Jalan Gambiran

Bagian dalam rumah bergaya Indische di Jalan Gambiran

Rumah bergaya Tionghoa di Jalan Gambiran










Berhubung udah lewat waktu makan siang, Mbak Lydia pun mengajak gue makan di sebuah kedai makan bernama Bakmie Longkeng 426 yang berada di Jalan / gang Jogomertan. Tempatnya nyaman, teduh, makanannya juga enak dengan harga sangat terjangkau.


Kelar makan siang, Mbak Lydia mengantar ke kediaman Ci Lina, begitu panggilannya. Rumahnya vintage bergaya Tionghoa, mengingatkan gue sama rumah - rumah yang gue lihat di Lasem. Rumah Ci Lina berdiri di atas area yang sangat luas, karena selain bangunan rumah, di bagian samping dan belakangnya juga terdapat bangunan lainnya yang dijadikan gudang tembakau.

Bagian dalam rumah Ci Lina

Dari kediaman Ci Lina, tujuan berikutnya adalah Klenteng Hok Tek Tong yang merupakan klenteng tertua di Parakan. Dari yang gue baca di laman http://parakan.temanggungkab.go.id/ disebutkan Klenteng ini dibangun sejak tahun 1840. 

Klenteng Hok Tek Tong

Klenteng Hok Tek Tong

Berikutnya Mbak Lydia mengantarkan gue ke bangunan eks Kawedanan Parakan, yang juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Parakan.

Eks Kawedanan Parakan


Tujuan berikutnya adalah ke Jembatan Gantung Kali Galeh yang menghubungkan dua desa yaitu Desa Gandurejo dan Desa Kauman. Jembatan sepanjang 90 meter ini diresmikan langsung oleh Bapak Presiden Jokowi di tahun 2017 lho! Tujuan gue ke sini sebenarnya ingin menikmati keindahan Gunung Sumbing dari atas jembatan. Namun sayangnya saat itu sang gunung lagi malu - malu tertutup kabut, jadi sosoknya ngga nampak meskipun udah gue tungguin beberapa saat.

Jembatan Kali Galeh

Berhubung sudah sore, gue dan Mbak Lydia pun menuju lokasi terakhir yaitu kediaman Mbak Lydia, yang dijadikan snake research center 'Tulala'. Di sana Mbak Lydia mengenalkan gue dengan sekitar 60 ular yang diawetkan, 9 ular yang masih hidup dan 5 anjing yang lucu - lucu. Namun berhubung gue masih sangat parno dengan ular, jadi gue belum berani untuk memegang apalagi menggendongnya.

Salah satu four legged friendnya Mbak Lydia

Kunjungan ke rumah Mbak Lydia menjadi destinasi terakhir. Berikutnya, Mbak Lydia mengantarkan gue kembali ke pool bus di seberang RSK, dan sebelumnya mampir ke sebuah toko oleh - oleh khas Parakan. Bus PO Nusantara yang awalnya dijadwalkan berangkat jam 5.30 sore molor ke jam 6.20 sore karena macet di perjalanan. 

Ketika bus datang, yang gue khawatirkan pun terjadi, gue ngga kebagian bangku. Gue pun minta bantuan kenek untuk mendapatkan bangku sesuai nomor yang tertera di tiket gue. Orang yang menduduki bangku gue, direlokasi entah kemana.

Perjalanan kembali ke Semarang memakan waktu lebih lama, mungkin karena hujan di sepanjang perjalanan dan kemacetan di beberapa titik. Saat bus sudah memasuki kawasan Semarang, disinilah insiden terjadi. Di saat bus berhenti di Transmart Banyumanik dan hampir sebagian penumpang turun, gue tenang - tenang aja duduk dengan asumsi bus tersebut akan berhenti di pool Sukun, lokasi yang sama bus diberangkatkan tadi pagi. Dari Transmart, gue memperhatikan bus malah berbelok ke arah kanan, dan tiba - tiba sudah memasuki gerbang tol. Gue mulai panik ! Ya Tuhan Yesus, gue mau dibawa kemana ?! 

Meskipun dalam hati panik luar biasa, gue tetap berusaha tampak tenang. Gue ngga bisa melihat petunjuk arah jalan karena gelap dimana - mana. Sekonyong - konyong gue semakin bisa menerima kebodohan gue yang ngga ikutan turun di Transmart tadi. Ketakutan terbesar gue adalah....apakah bus ini akan menuju Surabaya ? Kalo iya, trus nyampe sana jam brapa, dan gue akan tinggal dimana ? Kalo masih siang dan terang sih ngga masalah, tapi kalo udah larut malam dan gelap gulita pas nyampe terminal, gimana nasib gue nanti ?? Rasanya pengen nangis saking takutnya, namun lagi - lagi, gue masih berusaha tampak tenang dan masih enggan bertanya ke kenek atau sopir. 

Gue menoleh ke penumpang yang duduk di belakang gue dan bertanya tujuan akhir bus tersebut. Ke Demak, Kudus....jawabnya singkat. Saat itu gue agak lega. Kudus jaraknya masih ngga terlalu jauh dari Semarang. Gue pernah juga malam - malam lewat situ saat menuju Lasem dari Terminal Terboyo Semarang. 

Lalu gue bilang ke si penumpang kalo gue salah turun, mestinya di Semarang tadi. Si pemuda, meskipun bersikap sedikit cuek, dengan berbaik hati membuka smartphonenya untuk cek lokasi saat itu. Trus dia bilang kalo saat itu lokasi masih di Semarang. Gue pun langsung mendekati sopir dan seakan - akan sedang melakukan pengakuan dosa gue bilang, "Pak, saya salah turun, mestinya tadi di Semarang. Saya mau ke Simpang Lima, gimana caranya ?" Pak Sopir dan Pak Kenek kompak merespon semacam....wahhh harusnya turun tadi....mestinya nanya kalo bingung...semacam itu deh. Pak Sopir yang baik dan nampak khawatir dengan ketersesatan gue langsung menghentikan bus di depan RSI Sultan Agung, sambil bilang, "Turun di sini aja ya, yang masih terang. Nanti naik Grab aja". Dan gue pun turun di depan pintu keluar parkir RSI Sultan Agung. Jalanan sekeliling gelap gulita, cuma RSI ini aja yang terang. 

Gue pun langsung membuka aplikasi Grab untuk mencari Grab Car. Notifikasinya, semua driver terdekat sedang busy. Lalu Grab Bike...lagi - lagi semua driver busy. Trus gue buka Go Car. Puji Tuhan, gue langsung mendapatkan driver yang posisinya ga jauh dari situ. Begitu di dalam mobil Go Car sang driver nanya apakah gue menunggu lama sampai mendapatkan driver. Gue bilang ngga, kayaknya hanya 5 menit. Menurut drivernya, di area itu sangat jarang ada ojek atau taksi online, bisa menunggu sampai 1 jam. Aduh...gue bersyukur banget!

Gue tiba di hotel dengan kelegaan yang tak terkatakan. Waktu di dalam bus dengan ketidakpastian gue akan dibawa kemana tadi itu, jantung kayaknya udah copot dan menggelinding ke sana kemari. 

Meskipun dengan insiden salah turun bus tadi, gue sangat terkesan, happy, dan puas dengan perjalanan ke Parakan ini, yang gue arrange secara mendadak. Gue sangat terkesan dengan keindahan Parakan, dengan keramahan warganya, dengan kebaikan dan handalnya pemandu gue, Mbak Lydia. Dan selain itu, dengan kenekatan gue yang berani untuk menempuh perjalanan ke tempat baru, demi menjawab rasa penasaran untuk mengunjungi sesuatu yang sudah lama bikin gue penasaran. Parakan pastinya destinasi yang ingin gue kunjungi lagi suatu saat, karena gue baru sadar, Parakan kaya akan obyek wisata, baik budaya maupun alamnya, dan kunjungan singkat gue kali ini, yang cuma kurang dari 24 jam ini, masih jauh dari cukup untuk bisa mengeksplorasi keindahan Parakan yang lainnya.

Sunday, August 22, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (5)


 30 Juli 2021

Setelah dibujuk dengan berbagai cara, akhirnya Mama bersedia untuk dibawa ke RS PGI Cikini malam itu juga. Gue cuma bisa pasrah, di satu sisi gue sedih bukan main karena ngga bisa melihat Mama sehari - sehari selama Mama diisolasi di RS, namun di sisi lain gue lega. Jika Mama dibawa ke RS, artinya Mama berada di tempat yang paling memungkinkan untuk memberikan perawatan dan penyembuhan terbaik untuknya. Jika tetap di rumah saja, hasilnya tidak akan optimal.

Menjelang tengah malam Mama dibawa ke RS. Pardo dan Carol yang mengantarkan ke sana. Setelah serangkaian tes, Mama akhirnya ditempatkan di UGD malam itu. Ternyata Bapak juga sempat akan dirawat malam itu karena saat di-tes juga, saturasi Bapak sempat turun ke angka 94. Namun akhirnya batal, dan Bapak diijinkan pulang.

Sejak malam itu Mama dirawat di RS PGI Cikini. Mungkin itu adalah masa - masa terberat gue dan keluarga, Mama ngga pernah dirawat inap sebelumnya. Terlebih ini bukan rawat inap biasa dimana keluarga bisa berkunjung dan melihat pasien kapan pun mereka ingin. Karena ini kasus Covid-19, Mama tentunya akan dirawat di ruang isolasi. Gue semakin berat membayangkan bagaimana Mama akan menghadapi hari - harinya di sana. Gue cuma bisa pasrah dan menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan Yesus. Setiap hari gue berdoa Novena Hati Kudus Yesus dan Novena Tiga Salam Maria bersama Ony, karena hanya doalah yang memberikan gue kekuatan. 

Keesokan harinya, gue, Pardo dan Carol mulai berbagi tugas. Pardo dan Carol akan mulai tinggal di Hotel Puri Inn yang berlokasi tepat di seberang RS. PGI Cikini, agar bisa lebih 'dekat' dengan Mama dan memantau setiap perkembangan, sementara gue tetap di Tanjung Barat, karena harus memenuhi logistik sehari - hari buat yang isoman di rumah.

Mama menjalani perawatan di sana selama kurang lebih 10 hari. Perjuangan Mama untuk bisa bertahan kuat baik secara fisik dan mental pastinya luar biasa. Ngga bisa gue bayangkan, di saat Mama harus merasakan sakit di fisiknya akibat Covid-19 ini dan menjalankan setiap proses penyembuhannya, secara psikis Mama juga harus berjuang lebih kuat lagi, karena berada di sebuah bangsal isolasi yang dipenuhi oleh pasien - pasien Covid-19 lainnya pastilah berat. Apalagi ini adalah bangsal isolasi, dimana pasien tidak memiliki akses untuk bertatap muka dengan anggota keluarga. Kesehariannya, orang - orang yang Mama temui adalah sesama pasien dan tenaga nakes.

Mengenai para nakes di bangsal isolasi C, mereka bagai malaikat - malaikat yang Tuhan Yesus kirim untuk merawat dan menemani Mama selama menjalani masa penyembuhan dan isolasinya yang pasti sangat berat. Saat menceritakan mengenai kebaikan mereka, Mama begitu terharu dan seakan kehabisan kata - kata menggambarkan betapa mereka sangat sabar, lembut dan tekun dalam merawat Mama. Bukan hanya fisik Mama, mereka jugalah yang selalu memberikan semangat dan mengingatkan Mama untuk tetap kuat menjalani perawatan dan tidak drop secara mental. Mereka kerap mengingatkan, "Opung, jangan sedih, nanti anak - anaknya Opung jadi sedih..." 

Bisa dibilang para suster / perawat di bangsal isolasi C mungkin paling ingat sama anak - anaknya Mama. Karena setiap malam, Pardo dan Carol akan menuju bangsal C ini untuk menemui suster/perawat, atau dokter (jika sedang ada dan memungkinkan untuk ditemui) untuk mendapatkan update mengenai kondisi Mama. Selain menanyakan kondisi Mama, mereka juga akan meminta tolong kepada suster agar membantu Mama agar bisa mengisi batere handphonenya. 

Meskipun mereka sangat sibuk karena banyaknya jumlah pasien Covid-19 yang berdatangan setiap hari tanpa memandang waktu, namun sebisa mungkin para nakes ini berusaha membantu dan memenuhi keperluan para pasien. Mama tidak terlalu mengingat nama - nama suster dan perawat di sana, tapi dia mengingat nama Suster Nova. Gue begitu terharu dan bersyukur dengan kebaikan para nakes di RS ini, terlebih di bangsal isolasi Mama. Setiap malam gue mendoakan mereka agar kiranya Tuhan Yesus melindungi dan memberkati mereka dengan kesehatan dan sukacita, terlebih dalam mereka menjalankan pekerjaan mereka sehari - hari yang sangat beresiko.

Terkadang Mama menyampaikan keinginannya untuk menikmati makanan tertentu. Misalnya jus apel. Ketika ada keinginan seperti ini, gue langsung bersemangat untuk bikin jus apel, dan mengirimkannya melalui Gosend secepat mungkin. Di lain waktu Mama tiba - tiba pengen makan ikan teri dan meminta langsung ke Natulang Jogi, dan langsung disiapkan dan dikirimkan ke RS (terima kasih Nantulang yang begitu baik). Pardo dan Carol akan memantau sesering mungkin, apabila Mama membutuhkan sesuatu agar bisa segera terpenuhi.

Setiap malam biasanya keluarga gue akan melakukan video call, untuk bisa saling memberi kabar dan update, dan berdoa bersama. Keluarga kami mungkin saat itu sedang menghadapi masa - masa terberatnya, namun nyata banget kuasa dan kebaikan Tuhan Yesus, yang tidak pernah meninggalkan kami, dan memimpin keluarga kami menghadapi situasi itu. Tuhan Yesus semakin menyatukan kami, hingga kami semakin sehati dan kompak bergotong - royong agar beban yang kami rasakan saat itu bisa terasa lebih ringan. 

Friday, July 30, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (4)

 
30 Juli 2021

Udah beberapa hari ini gue ngga ngeblog mengenai kondisi di keluarga dan rumah Mamak. Kemarin - kemarin ngga sempat ngeblog karena situasinya kurang mengenakkan, ngga tenang, dan sangat menguras pikiran dan energi gue. Dan di saat berada di posisi 'terendah' seperti itu, bukan saat nyaman untuk gue mengungkapkan sesuatu di blog. 

Di blog sebelumnya gue sempat bilang kalau kondisi sudah mulai aman dan stabil, karena semua yang sedang isoman di rumah Mama, sudah mendapatkan obat - obatan masing - masing. Jadi gue berpikir, proses isoman akan lancar. Untuk tabung oksigen, kebetulan sudah ada satu tabung yang Anggi pinjam dari teman dekat di gereja. 

Namun ternyata kondisi belum benar - benar 'aman'. Di tiga hari pertama Mama isoman, Mama tidur terus menerus. Hal ini membuat Mama ngga ada waktu untuk makan, minum, atau berjemur. Padahal ketiga hal ini sangat dibutuhkan dan harus dilakukan agar kondisi gejala Mama yang awalnya ringan, tidak menjadi lebih berat. Menurut orang - orang di rumah, sulit sekali membangunkan Mama. 

Situasi seperti ini yang bikin tertekan buat gue, Carol dan Pardo yang cuma bisa menunggu dan memantau dari luar. Mungkin karena masing - masing yang isoman di dalam rumah juga sedang bergumul dengan kondisi mereka, baik secara fisik maupun mental, jadi ngga ada yang benar - benar bisa fokus memaksa Mama untuk bangun, makan, minum dan berjemur.

Di hari Sabtu (24 Juli) gue sekeluarga melakukan video call, dan di situ gue bisa lihat dengan jelas, meskipun Mama sudah dibangunkan namun Mama seperti 'teler' entah karena sudah terlalu lama tertidur, atau menahan kantuk yang luar biasa. Untuk saturasi, tetap selalu dipantau dan sampai saat itu masih normal, di angka 95 atau di atasnya.

Di hari Minggu pagi gue ke rumah Mama, karena ingin melihat Mama dan mengajaknya ngobrol. Sejujurnya gue sedih melihat kondisi Mama semalam saat video call. Meskipun mengobrol dari kejauhan, gue sangat bahagia melihat Mama bisa terbangun, duduk, sambil menjawab pertanyaan - pertanyaan gue. Gue sengaja melontarkan pertanyaan - pertanyaan ringan ke Mama, karena ingin melihat apakah Mama merespon dengan baik atau tidak. Ternyata cukup baik.

Minggu pagi itu, Mama dan Bapak dibawa ke laboratorium Prodia, untuk melakukan beberapa tes, termasuk D-dimer. Kebanyakan hasilnya baru akan keluar di hari Senin. Di sore hari, kami mendatangkan home care doctor untuk memeriksa kondisi Mama. Di sinilah kehebohan dimulai. Tujuan kami memanggil dokter adalah agar Mama bisa mulai diinfus, mengingat inilah satu - satunya cara Mama tetap mendapatkan asupan cairan. Namun tiba - tiba gue mendapat pesan untuk mencari selang NRM. Lohh....buat apa ? Memangnya Mama harus disupport oksigen ? Ternyata saat pemeriksaan oleh dokter, saturasi Mama turun di angka 92, bahkan sempat di angka 80an. Gue panik luar biasa, dan bareng Ony langsung meninggalkan rumah demi mencari selang tersebut.

Gue menyusuri apotik dan Rumah Sakit yang ada mulai dari area Pasar Minggu sampai dengan Pancoran, tidak ada yang menjual selang ini. Puji Tuhan, gue bisa mendapatkannya di Siloam Hospitals Asri di daerah Duren Tiga. Gue pun langsung ke rumah Mama. Dari jendela kamar Mama, gue bisa melihat Mama sudah diinfus dan menggunakan oksigen. Hati gue retak banget melihatnya. 

Gue langsung berpikir, bagaimana cara mendapatkan ekstra tabung oksigen untuk backup tabung yang ada saat ini, yang paling hanya bisa support maksimal selama 4 jam. Gue langsung terpikir untuk ke tempat pengisian oksigen yang ada di dekat Gedung Aneka Tambang. Ternyata pemiliknya memiliki stok satu buah tabung oksigen, dan gue pun membelinya seharga Rp. 2 juta. Saat itu gue ngga mau berpikir panjang, yang penting Mama punya cukup stok oksigen!

Di saat bersamaan Carol juga sedang mengambil pinjaman tabung oksigen dari rumah sahabatnya. Jadi di malam itu, setidaknya ada 3 tabung oksigen standby untuk support Mama. Namun meskipun saturasi Mama stabil setelah menggunakan oksigen, salah satu sepupu yang merupakan seorang dokter dan telah memantau kondisi Mama sejak awal terkonfirmasi positif Covid-19, dr. Anggun (Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati Anggun yang tidak sangat baik dan mencurahkan perhatiannya untuk proses perawatan Mama), tetap mengharapkan Mama dibawa ke UGD Rumah Sakit PGI Cikini malam itu juga. 

Begitu rencana itu disampaikan ke Mama, Mama menolak mentah - mentah. Mama ngga suka ke rumah sakit. Zona nyaman Mama hanyalah di rumahnya sendiri. Mama pasti ngga bisa tidur jika bukan berada di rumah sendiri. 

Di saat yang lainnya berusaha membujuk Mama, gue dan Ony ke daerah Pekayon untuk mengisi ulang tabung oksigen yang Mama pakai sejak sore tadi. Dua kali gue ke sana, karena juga harus mengisi tabung oksigen pinjaman dari sahabat Carol. Meskipun sudah ada rencana untuk membawa Mama ke rumah sakit malam itu, tapi buat gue, segala antisipasi tetap harus dilakukan. Dengan adanya tiga tabung oksigen dalam keadaan ready to use, bikin hati ini lebih tenang (lanjut di blog berikutnya).

Friday, July 23, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (3)


23 Juli 2021

Memasuki akhir pekan di minggu ini, minggu dimana huru-hara Covid-19 menimpa keluarga gue tercinta.

Situasi per saat gue mengetik blog ini, aman terkendali. Ada beberapa perkembangan, dan hal itu bikin gue cukup happy dan lega. Semalem lagi - lagi gue terbangun dari tidur gue, sekitar jam 1 dini hari. Belakangan ini setiap kali gue terbangun, hal pertama yang gue cek adalah WA group keluarga. Ternyata sudah panjang lebar. Masalah kali ini adalah Mama yang sangat ngga bernafsu makan, dan kebanyakan tidur sepanjang hari. Yang menjadi kekhawatiran kami adalah asupan makan dan minum Mama jika sepanjang waktunya dilalui dengan tidur. Menurut Anggi, meskipun Mama sudah ngga muntah lagi, namun setiap diberi makan, Mama paling cuma bisa menghabiskan 2 - 3 sendok. 

Carol sempat berkonsultasi dengan dokter sahabatnya, dan menurut sang dokter kondisi Mama seperti itu harus diobservasi selama 2 - 3 hari. Jika terus seperti itu, terpaksa Mama harus dirawat inap. Inilah pesan - pesan yang ada di group WA tersendiri yang isinya gue, Pardo dan Carol. Seketika gue langsung gelisah dan tegang. Gue ngga mau Mama dirawat inap ! Kalau Mama dirawat inap, gue ngga bisa melihat Mama sehari - hari. Dalam kondisi saat ini gue masih bisa memandang Mama dari kejauhan, ketika mengantar logistik, mengambil sampah dan lain - lain. Walaupun gue sadar banget bahwa setiap kali gue ada keperluan untuk mengantar / ambil sesuatu dari teras rumah, gue harus melakukannya dan meninggalkan rumah secepat kilat, tapi gue selalu menyempatkan diri memandang ke arah jendela kamar Mama, dan melihat Mama sedang tertidur di ranjangnya, walaupun hanya beberapa detik. Meskipun gue tahu Mama tidur, gue selalu bilang, "Halo Mama, semangat ya, biar cepat sembuh".

Gue pun membangunkan Ony, dan kami memanjatkan doa Bapa Kami dan Novena Tiga Salam Maria. Setelah itu meskipun gue tetap terjaga, namun hati gue lebih tenang.

Di pagi harinya gue mendapatkan kabar gembira dari Carol yang bilang sudah menelepon Mama, dan memberikan semangat panjang lebar kepada Mama. Mama menjadi termotivasi untuk 'bangkit' setelah mengetahui bahwa gejala ringan yang saat ini Mama alami, bisa meningkat jadi gejala berat jika pola makan dan minum Mama seperti saat ini. Dan bahwa kondisi Mama akan lebih baik jika Mama juga rajin berjemur. Jika kondisi Mama memburuk, maka Mama terpaksa harus dirawat inap. 

Mama pun langsung menunjukkan lagi semangat sembuh dan sehatnya. Gue girang bukan main. Karena Nyonya Sitanggang alias Mama yang gue kenal adalah pejuang yang selalu semangat melawan sakitnya. Mama selalu bisa memaksakan dirinya makan meskipun sedang dalam keadaan sakit, dan juga rajin mengkonsumsi apapun yang menurutnya baik buat kesehatannya, meskipun rasanya tidak enak sekalipun. Namun semangat itu hilang sejak Mama terkonfirmasi positif Covid-19. Dan gue sedih banget.

Tapi di pagi ini Mama bahkan sudah meminta sarapan bubur ayam. Gue pun langsung bersemangat untuk ke restoran bubur Acongs langganan keluarga kami, dan memesan sarapan untuk seisi rumah Mama.

Beberapa saat kemudian, Anggi mengirim foto - foto mereka sedang berjemur, termasuk Mama. Aahhh....senangnya, puji Tuhan ! Karena Anggi info kalau pesanan juicer gue sudah tiba, gue pun ke rumah Mama untuk mengambil pesanan juicer gue itu, tentunya dengan saling berjauhan dengan mereka yang sedang berjemur.

Juicer ini gue beli supaya bisa menyediakan jus buah dan sayuran untuk Mama dan yang lainnya. Gue sudah punya segudang buah dan sayuran dari yang gue beli dan juga dari Nantulang Jogi. Tapi karena saking bersemangatnya, gue mampir ke Naga untuk membeli brokoli, timun dan wortel. Siang tadi, gue menyiapkan 4 botol jus campuran pepaya, brokoli dan wortel. Ada sebersit perasaan haru tadi pas berjibaku dengan juicer yang memang baru pertama kali gue gunakan. Biasanya Bapak yang menyiapkan jus untuk gue sekeluarga. Bapak adalah the King of Juice di keluarga gue. Aneh juga....ternyata baru kali ini gue menyiapkan jus untuk Bapak, dan yang lainnya. 

Kabar gembira lainnya adalah obat isoman untuk Rico dan Anggi dari Kemenkes tiba hari ini ! Woww...! Padahal kemarin gue membaca banyak banget pemberitaan mengenai segudang keluhan para pasien Covid-19 yang tidak kunjung menerima obat - obatan mereka meskipun sudah menunggu beberapa lama. Saran gue buat pasien Covid-19 yang masih menunggu obat isomannya, segera kontak Halo Kemenkes melalui WA di nomor +62 812-1230-5515. Karena jalur ini responnya cepat banget dan memberikan solusi. Jika dihitung - hitung obat isoman ini diterima dalam waktu kurang dari 48 jam sejak Anggi melakukan langkah 'tebus obat', sesuai dengan petunjuk Kemenkes. Udah gitu, informatif banget, bahkan nama jasa kurirnya dan nomor resinya pun dikasih tahu, jadi kita bisa track. Gue sangat menghargai dan berterima kasih ke Pemerintah RI dengan bantuan ini. 

Well, untuk gue sendiri di minggu pertama sejak konfirmasi positif Covid-19 Mama dan yang lainnya, hidup terasa seperti roller coaster. Tapi Tuhan Yesus baik banget, sepertinya gue sudah menerima kondisi ini dan merasakan bahwa semua ini sudah seperti rutinitas baru buat gue. Meskipun gue kurang suka bagian dimana gue mendengar kabar kurang 'mengenakkan' mengenai kondisi di rumah, terutama Mama, dan dalam sekejap membuat syaraf gue terasa tegang, tapi hal itu ngga terhindarkan. Ini pengalaman baru buat gue, berhadapan dengan situasi seperti ini, dimana dalam waktu bersamaan, lima orang yang paling gue cintai dan paling penting dalam hidup gue, sakit dalam waktu bersamaan. Bukan sakit yang sederhana dan ringan. Penyakit yang seluruh dunia saat ini sedang hadapi dengan serius. Penyakit yang resikonya bisa mengerikan. 

Puji Tuhan kondisi gue saat ini memungkinkan untuk fokus mengurus anggota keluarga. Gue sudah mengambil cuti dari kantor, dan Puji Tuhan gue memiliki bos yang super baik, pengertian dan berempati tinggi. Begitu gue ceritakan kondisi keluarga gue hari Selasa (20 Juli 2021) yang lalu, pesan Pak Mike cuma satu : agar gue fokus pada kesehatan keluarga dan diri sendiri. Jangan ada secuil pun memikirkan pekerjaan. Di minggu ini gue sering menangis diam - diam, karena menghadapi situasi ini. Tapi gue bukan hanya menangis di saat gelisah dan khawatir dengan kondisi Mama dan yang lainnya. Namun seringkali juga gue menangis karena begitu terharu dengan kebaikan dan empati orang - orang kepada gue.  

Seperti gue bilang tadi, rutinitas gue pun baru. Saat ini gue lagi ngga memungkinkan untuk jalan pagi sambil melakukan aktivitas street feeding. Karena di pagi hari biasanya gue mengantarkan sarapan ke rumah Mama. Dalam sehari gue bisa 4 - 5 kali ke rumah Mama, mengantarkan logistik, diakhiri dengan mengambil sampah di malam hari. Aktivitas ekstra lainnya yang gue lakukan adalah mandi dan mencuci baju. Jadi, setiap pulang dari rumah Mama, gue akan mandi dan mencuci seluruh baju yang gue gunakan, termasuk tas kain yang gue pakai ketika kesana, sekedar antisipasi untuk menghindari resiko terpapar virus yang sama. Lelah ? Iyahhh....tapi perjuangan gue ngga seberapa dibanding dengan perjuangan Mama dan yang lainnya dalam menghadapi sakit mereka. Menurut gue penyakit ini bukan hanya menyerang fisik, namun juga psikis penderitanya.

Perjuangan belum berakhir, dan bahkan terasa belum dalam kondisi stabil. Karena itu ngga ada putus - putusnya gue berdoa memohon berkat dan belas kasih Tuhan Yesus untuk keluarga gue yang saat ini sedang mengalami pergumulan berat menghadapi situasi Covid-19 ini. Terima kasih, Yesus.