I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, July 30, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (4)

 
30 Juli 2021

Udah beberapa hari ini gue ngga ngeblog mengenai kondisi di keluarga dan rumah Mamak. Kemarin - kemarin ngga sempat ngeblog karena situasinya kurang mengenakkan, ngga tenang, dan sangat menguras pikiran dan energi gue. Dan di saat berada di posisi 'terendah' seperti itu, bukan saat nyaman untuk gue mengungkapkan sesuatu di blog. 

Di blog sebelumnya gue sempat bilang kalau kondisi sudah mulai aman dan stabil, karena semua yang sedang isoman di rumah Mama, sudah mendapatkan obat - obatan masing - masing. Jadi gue berpikir, proses isoman akan lancar. Untuk tabung oksigen, kebetulan sudah ada satu tabung yang Anggi pinjam dari teman dekat di gereja. 

Namun ternyata kondisi belum benar - benar 'aman'. Di tiga hari pertama Mama isoman, Mama tidur terus menerus. Hal ini membuat Mama ngga ada waktu untuk makan, minum, atau berjemur. Padahal ketiga hal ini sangat dibutuhkan dan harus dilakukan agar kondisi gejala Mama yang awalnya ringan, tidak menjadi lebih berat. Menurut orang - orang di rumah, sulit sekali membangunkan Mama. 

Situasi seperti ini yang bikin tertekan buat gue, Carol dan Pardo yang cuma bisa menunggu dan memantau dari luar. Mungkin karena masing - masing yang isoman di dalam rumah juga sedang bergumul dengan kondisi mereka, baik secara fisik maupun mental, jadi ngga ada yang benar - benar bisa fokus memaksa Mama untuk bangun, makan, minum dan berjemur.

Di hari Sabtu (24 Juli) gue sekeluarga melakukan video call, dan di situ gue bisa lihat dengan jelas, meskipun Mama sudah dibangunkan namun Mama seperti 'teler' entah karena sudah terlalu lama tertidur, atau menahan kantuk yang luar biasa. Untuk saturasi, tetap selalu dipantau dan sampai saat itu masih normal, di angka 95 atau di atasnya.

Di hari Minggu pagi gue ke rumah Mama, karena ingin melihat Mama dan mengajaknya ngobrol. Sejujurnya gue sedih melihat kondisi Mama semalam saat video call. Meskipun mengobrol dari kejauhan, gue sangat bahagia melihat Mama bisa terbangun, duduk, sambil menjawab pertanyaan - pertanyaan gue. Gue sengaja melontarkan pertanyaan - pertanyaan ringan ke Mama, karena ingin melihat apakah Mama merespon dengan baik atau tidak. Ternyata cukup baik.

Minggu pagi itu, Mama dan Bapak dibawa ke laboratorium Prodia, untuk melakukan beberapa tes, termasuk D-dimer. Kebanyakan hasilnya baru akan keluar di hari Senin. Di sore hari, kami mendatangkan home care doctor untuk memeriksa kondisi Mama. Di sinilah kehebohan dimulai. Tujuan kami memanggil dokter adalah agar Mama bisa mulai diinfus, mengingat inilah satu - satunya cara Mama tetap mendapatkan asupan cairan. Namun tiba - tiba gue mendapat pesan untuk mencari selang NRM. Lohh....buat apa ? Memangnya Mama harus disupport oksigen ? Ternyata saat pemeriksaan oleh dokter, saturasi Mama turun di angka 92, bahkan sempat di angka 80an. Gue panik luar biasa, dan bareng Ony langsung meninggalkan rumah demi mencari selang tersebut.

Gue menyusuri apotik dan Rumah Sakit yang ada mulai dari area Pasar Minggu sampai dengan Pancoran, tidak ada yang menjual selang ini. Puji Tuhan, gue bisa mendapatkannya di Siloam Hospitals Asri di daerah Duren Tiga. Gue pun langsung ke rumah Mama. Dari jendela kamar Mama, gue bisa melihat Mama sudah diinfus dan menggunakan oksigen. Hati gue retak banget melihatnya. 

Gue langsung berpikir, bagaimana cara mendapatkan ekstra tabung oksigen untuk backup tabung yang ada saat ini, yang paling hanya bisa support maksimal selama 4 jam. Gue langsung terpikir untuk ke tempat pengisian oksigen yang ada di dekat Gedung Aneka Tambang. Ternyata pemiliknya memiliki stok satu buah tabung oksigen, dan gue pun membelinya seharga Rp. 2 juta. Saat itu gue ngga mau berpikir panjang, yang penting Mama punya cukup stok oksigen!

Di saat bersamaan Carol juga sedang mengambil pinjaman tabung oksigen dari rumah sahabatnya. Jadi di malam itu, setidaknya ada 3 tabung oksigen standby untuk support Mama. Namun meskipun saturasi Mama stabil setelah menggunakan oksigen, salah satu sepupu yang merupakan seorang dokter dan telah memantau kondisi Mama sejak awal terkonfirmasi positif Covid-19, dr. Anggun (Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati Anggun yang tidak sangat baik dan mencurahkan perhatiannya untuk proses perawatan Mama), tetap mengharapkan Mama dibawa ke UGD Rumah Sakit PGI Cikini malam itu juga. 

Begitu rencana itu disampaikan ke Mama, Mama menolak mentah - mentah. Mama ngga suka ke rumah sakit. Zona nyaman Mama hanyalah di rumahnya sendiri. Mama pasti ngga bisa tidur jika bukan berada di rumah sendiri. 

Di saat yang lainnya berusaha membujuk Mama, gue dan Ony ke daerah Pekayon untuk mengisi ulang tabung oksigen yang Mama pakai sejak sore tadi. Dua kali gue ke sana, karena juga harus mengisi tabung oksigen pinjaman dari sahabat Carol. Meskipun sudah ada rencana untuk membawa Mama ke rumah sakit malam itu, tapi buat gue, segala antisipasi tetap harus dilakukan. Dengan adanya tiga tabung oksigen dalam keadaan ready to use, bikin hati ini lebih tenang (lanjut di blog berikutnya).

Friday, July 23, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (3)


23 Juli 2021

Memasuki akhir pekan di minggu ini, minggu dimana huru-hara Covid-19 menimpa keluarga gue tercinta.

Situasi per saat gue mengetik blog ini, aman terkendali. Ada beberapa perkembangan, dan hal itu bikin gue cukup happy dan lega. Semalem lagi - lagi gue terbangun dari tidur gue, sekitar jam 1 dini hari. Belakangan ini setiap kali gue terbangun, hal pertama yang gue cek adalah WA group keluarga. Ternyata sudah panjang lebar. Masalah kali ini adalah Mama yang sangat ngga bernafsu makan, dan kebanyakan tidur sepanjang hari. Yang menjadi kekhawatiran kami adalah asupan makan dan minum Mama jika sepanjang waktunya dilalui dengan tidur. Menurut Anggi, meskipun Mama sudah ngga muntah lagi, namun setiap diberi makan, Mama paling cuma bisa menghabiskan 2 - 3 sendok. 

Carol sempat berkonsultasi dengan dokter sahabatnya, dan menurut sang dokter kondisi Mama seperti itu harus diobservasi selama 2 - 3 hari. Jika terus seperti itu, terpaksa Mama harus dirawat inap. Inilah pesan - pesan yang ada di group WA tersendiri yang isinya gue, Pardo dan Carol. Seketika gue langsung gelisah dan tegang. Gue ngga mau Mama dirawat inap ! Kalau Mama dirawat inap, gue ngga bisa melihat Mama sehari - hari. Dalam kondisi saat ini gue masih bisa memandang Mama dari kejauhan, ketika mengantar logistik, mengambil sampah dan lain - lain. Walaupun gue sadar banget bahwa setiap kali gue ada keperluan untuk mengantar / ambil sesuatu dari teras rumah, gue harus melakukannya dan meninggalkan rumah secepat kilat, tapi gue selalu menyempatkan diri memandang ke arah jendela kamar Mama, dan melihat Mama sedang tertidur di ranjangnya, walaupun hanya beberapa detik. Meskipun gue tahu Mama tidur, gue selalu bilang, "Halo Mama, semangat ya, biar cepat sembuh".

Gue pun membangunkan Ony, dan kami memanjatkan doa Bapa Kami dan Novena Tiga Salam Maria. Setelah itu meskipun gue tetap terjaga, namun hati gue lebih tenang.

Di pagi harinya gue mendapatkan kabar gembira dari Carol yang bilang sudah menelepon Mama, dan memberikan semangat panjang lebar kepada Mama. Mama menjadi termotivasi untuk 'bangkit' setelah mengetahui bahwa gejala ringan yang saat ini Mama alami, bisa meningkat jadi gejala berat jika pola makan dan minum Mama seperti saat ini. Dan bahwa kondisi Mama akan lebih baik jika Mama juga rajin berjemur. Jika kondisi Mama memburuk, maka Mama terpaksa harus dirawat inap. 

Mama pun langsung menunjukkan lagi semangat sembuh dan sehatnya. Gue girang bukan main. Karena Nyonya Sitanggang alias Mama yang gue kenal adalah pejuang yang selalu semangat melawan sakitnya. Mama selalu bisa memaksakan dirinya makan meskipun sedang dalam keadaan sakit, dan juga rajin mengkonsumsi apapun yang menurutnya baik buat kesehatannya, meskipun rasanya tidak enak sekalipun. Namun semangat itu hilang sejak Mama terkonfirmasi positif Covid-19. Dan gue sedih banget.

Tapi di pagi ini Mama bahkan sudah meminta sarapan bubur ayam. Gue pun langsung bersemangat untuk ke restoran bubur Acongs langganan keluarga kami, dan memesan sarapan untuk seisi rumah Mama.

Beberapa saat kemudian, Anggi mengirim foto - foto mereka sedang berjemur, termasuk Mama. Aahhh....senangnya, puji Tuhan ! Karena Anggi info kalau pesanan juicer gue sudah tiba, gue pun ke rumah Mama untuk mengambil pesanan juicer gue itu, tentunya dengan saling berjauhan dengan mereka yang sedang berjemur.

Juicer ini gue beli supaya bisa menyediakan jus buah dan sayuran untuk Mama dan yang lainnya. Gue sudah punya segudang buah dan sayuran dari yang gue beli dan juga dari Nantulang Jogi. Tapi karena saking bersemangatnya, gue mampir ke Naga untuk membeli brokoli, timun dan wortel. Siang tadi, gue menyiapkan 4 botol jus campuran pepaya, brokoli dan wortel. Ada sebersit perasaan haru tadi pas berjibaku dengan juicer yang memang baru pertama kali gue gunakan. Biasanya Bapak yang menyiapkan jus untuk gue sekeluarga. Bapak adalah the King of Juice di keluarga gue. Aneh juga....ternyata baru kali ini gue menyiapkan jus untuk Bapak, dan yang lainnya. 

Kabar gembira lainnya adalah obat isoman untuk Rico dan Anggi dari Kemenkes tiba hari ini ! Woww...! Padahal kemarin gue membaca banyak banget pemberitaan mengenai segudang keluhan para pasien Covid-19 yang tidak kunjung menerima obat - obatan mereka meskipun sudah menunggu beberapa lama. Saran gue buat pasien Covid-19 yang masih menunggu obat isomannya, segera kontak Halo Kemenkes melalui WA di nomor +62 812-1230-5515. Karena jalur ini responnya cepat banget dan memberikan solusi. Jika dihitung - hitung obat isoman ini diterima dalam waktu kurang dari 48 jam sejak Anggi melakukan langkah 'tebus obat', sesuai dengan petunjuk Kemenkes. Udah gitu, informatif banget, bahkan nama jasa kurirnya dan nomor resinya pun dikasih tahu, jadi kita bisa track. Gue sangat menghargai dan berterima kasih ke Pemerintah RI dengan bantuan ini. 

Well, untuk gue sendiri di minggu pertama sejak konfirmasi positif Covid-19 Mama dan yang lainnya, hidup terasa seperti roller coaster. Tapi Tuhan Yesus baik banget, sepertinya gue sudah menerima kondisi ini dan merasakan bahwa semua ini sudah seperti rutinitas baru buat gue. Meskipun gue kurang suka bagian dimana gue mendengar kabar kurang 'mengenakkan' mengenai kondisi di rumah, terutama Mama, dan dalam sekejap membuat syaraf gue terasa tegang, tapi hal itu ngga terhindarkan. Ini pengalaman baru buat gue, berhadapan dengan situasi seperti ini, dimana dalam waktu bersamaan, lima orang yang paling gue cintai dan paling penting dalam hidup gue, sakit dalam waktu bersamaan. Bukan sakit yang sederhana dan ringan. Penyakit yang seluruh dunia saat ini sedang hadapi dengan serius. Penyakit yang resikonya bisa mengerikan. 

Puji Tuhan kondisi gue saat ini memungkinkan untuk fokus mengurus anggota keluarga. Gue sudah mengambil cuti dari kantor, dan Puji Tuhan gue memiliki bos yang super baik, pengertian dan berempati tinggi. Begitu gue ceritakan kondisi keluarga gue hari Selasa (20 Juli 2021) yang lalu, pesan Pak Mike cuma satu : agar gue fokus pada kesehatan keluarga dan diri sendiri. Jangan ada secuil pun memikirkan pekerjaan. Di minggu ini gue sering menangis diam - diam, karena menghadapi situasi ini. Tapi gue bukan hanya menangis di saat gelisah dan khawatir dengan kondisi Mama dan yang lainnya. Namun seringkali juga gue menangis karena begitu terharu dengan kebaikan dan empati orang - orang kepada gue.  

Seperti gue bilang tadi, rutinitas gue pun baru. Saat ini gue lagi ngga memungkinkan untuk jalan pagi sambil melakukan aktivitas street feeding. Karena di pagi hari biasanya gue mengantarkan sarapan ke rumah Mama. Dalam sehari gue bisa 4 - 5 kali ke rumah Mama, mengantarkan logistik, diakhiri dengan mengambil sampah di malam hari. Aktivitas ekstra lainnya yang gue lakukan adalah mandi dan mencuci baju. Jadi, setiap pulang dari rumah Mama, gue akan mandi dan mencuci seluruh baju yang gue gunakan, termasuk tas kain yang gue pakai ketika kesana, sekedar antisipasi untuk menghindari resiko terpapar virus yang sama. Lelah ? Iyahhh....tapi perjuangan gue ngga seberapa dibanding dengan perjuangan Mama dan yang lainnya dalam menghadapi sakit mereka. Menurut gue penyakit ini bukan hanya menyerang fisik, namun juga psikis penderitanya.

Perjuangan belum berakhir, dan bahkan terasa belum dalam kondisi stabil. Karena itu ngga ada putus - putusnya gue berdoa memohon berkat dan belas kasih Tuhan Yesus untuk keluarga gue yang saat ini sedang mengalami pergumulan berat menghadapi situasi Covid-19 ini. Terima kasih, Yesus.

Thursday, July 22, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (2)

 22 Juli 2021

Kemarin beban (terutama psikis) yang gue rasakan, banyak berkurang. Tuhan Yesus memberikan banyak perkembangan dan jalan terbuka untuk situasi yang keluarga gue sedang hadapi. Di pagi hari Mama dan Bapak diantar oleh Pardo dan Carol (menggunakan mobil berbeda) ke RS Siloam TB. Simatupang untuk menjalani beberapa tes untuk mengetahui kondisi tubuh mereka secara detail, agar bisa diberikan obat - obatan yang spesifik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing - masing. 

Untuk Rico dan Anggi, kami melakukan approach ke Puskemas. Kebetulan domisili Rico dan Anggi berbeda, jadi kami berbagi tugas. Tito mengurus pelaporan dan permintaan obat isoman Anggi di Puskesmas Srengseng Sawah, sementara gue dan Ony ke Puskesmas Tanjung Barat untuk mewakili Rico.

Di Puskesmas Tanjung Barat, gue ditemui oleh petugas bernama Ibu Tiwi yang sangat baik dan responsif. Gue melaporkan situasi Rico, memberikan detail informasi (nomor kontak, dll), dan juga gue sampaikan bahwa selain Rico, di dalam satu rumah yang sama, ada anggota keluarga lainnya yang sedang menjalani isoman. Ibu Tiwi mengatakan nanti petugas Puskemas akan menghubungi Rico, dan setelah itu obat - obatan yang diperlukan akan diberikan.

Gue sempat ke Apotik Roxy untuk membeli alat suntikan (tanpa jarum) dan transofix (pembuka ampul NaCl), karena gue mau mengajarkan Anggi cara mencuci hidung. Gue sudah melakukan kebiasaan mencuci hidung selama beberapa tahun terakhir, direkomendasikan oleh salah satu dokter di RS THT Proklamasi saat gue berobat karena masalah alergi debu. Di saat ini, segala action yang berpotensi membantu proses isoman dan penyembuhan, seberapa besar/kecil dampaknya, harus dilakukan. Sore harinya gue ke rumah untuk mengajarkan Anggi cara mencuci hidung, dengan posisi berdiri saling berjauhan, di taman rumah Mama.

Kemarin, Nantulang Jogi (Condet) mengirimkan segudang makanan (untuk makan siang dan malam), dan buah - buahan, yang diberikan melalui Pardo. Nantulang mengatakan akan menyiapkan dan mengirimkan makanan selama seminggu ke depan. Luar biasa wujud bantuan Tuhan Yesus yang datang dari berbagai pihak dalam berbagai bentuk. Entah bagaimana membalas kebaikan Nantulang sekeluarga. Rasanya terharu banget.

Di siang hari, hasil tes Mama dan Bapak keluar. Kondisi Mama secara umum baik, dan gejala ringan. Untuk Bapak, CRP atau C-reactive protein-nya agak tinggi, dan ada sedikit kabut di paru - paru. Obat - obatan yang diberikan disesuaikan dengan kondisi masing - masing. Untuk Fajar, Carol juga sudah mewakilkan untuk teleconsultation dengan salah satu dokter di RS Brawijaya, dan obat - obatan juga disiapkan. 

Di siang hari, Pardo (sebagai contact person saat melakukan tes di Bumame untuk seisi rumah Mama), menerima WA dari Kemenkes. Pesan WA tersebut memberitahukan bahwa masing - masing Bapak, Mama, Rico, Anggi dan Fajar telah terdata di Kemenkes sebagai pasien Covid-19, dan bisa mendapatkan konsultasi, pengobatan dan pengawasan gratis dari Kemenkes RI.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan :

  1. Cek status NIK sebagai Pasien COVID-19 dari WA Kemenkes RI atau lakukan mandiri di https://isoman.kemkes.go.id
  2. Pilih layanan konsultasi telemedisin & masukkan kode voucher dalam layanan (gue memilih Halodoc). 
  3. Melakukan konsultasi dengan dokter dengan menginformasikan bahwa pasien mendapatkan WA dari Kemenkes RI atau bukti verifikasi NIK dari website ISOMAN (point nomor 1 di atas)
  4. Dokter akan memberikan resep digital dalam bentuk PDF atau JPG
  5. Lakukan penebusan resep di website https://isoman.kemkes.go.id/tebusresep  (melampirkan point nomor 4 di atas)
  6. Simpan tracking ID untuk cek status pengiriman dari Apotik Kimia Farma terdekat
Gue dan Anggi langsung mengikuti setiap langkahnya. Saat ini kami masih menunggu pengiriman obat dari apotik Kimia Farma Blok M yang sampai sekarang belum tiba juga. 

Gue sempat menghubungi nomor call center Kimia Farma (1500 255), hasilnya nihil, tidak ada yang merespon. Lalu gue mengirimkan pesan pribadi ke akun Instagram Kimia Farma Care. Dalam waktu singkat pesan gue dijawab dan intinya gue bisa melakukan pelaporan ke nomor kontak Halo Kemenkes : 1500 567 atau via WA. Gue mencoba menelepon ke nomor telepon tersebut namun tanpa hasil, dan Puji Tuhan, ketika gue kontak ke nomor WAnya, responnya sangat cepat. Saat ini status permintaan obat masih dalam verifikasi, tapi setidaknya ada perkembangan, yaitu laporan gue sudah terdaftar dan mendapatkan nomor.

Oya, keluarga gue bisa menerima pesan WA dari Kemenkes ini karena lab tempat seisi rumah Mama melakukan tes PCR, yaitu Bumame, termasuk dalam daftar laboratorium jejaring pemeriksa Covid-19 Kemenkes. Jadi, sepertinya begitu ada hasil tes PCR yang positif Covid-19, pihak lab (Bumame) yang langsung melaporkan ke Kemenkes, sehingga Kemenkes bisa mem-follow up dengan pihak pasien. 

Untuk kondisi Mama dan yang lainnya kemarin, gejala masih terbilang ringan. Mama dan Bapak cenderung kurang bernafsu makan, tapi kami desak terus agar mau makan, karena mulai kemarin Mama, Bapak (dan Fajar) sudah mulai mengkonsumsi obat dokter. Untuk Rico dan Anggi, mereka tetap mengkonsumsi vitamin D, vitamin C dan yang lainnya. 

Begitulah cerita dan perkembangan kemarin dan pagi tadi. Apapun yang terjadi, ngga ada pilihan lain, kami harus tetap berjuang, mengusahakan yang terbaik untuk anggota keluarga yang kami cintai ini, dan tetap berpikir positif. Kami yakin dan percaya, pertolongan Tuhan Yesus pasti tak akan pernah terlambat.

Wednesday, July 21, 2021

Cerita Karantina : Ketika Covid-19 Menyerang Keluarga (1)

21 Juli 2021.

2 - 3 hari terakhir bukan the best days in my life. Mungkin hari - hari yang cukup berat untuk gue dan keluarga harus lalui. Dimulai dari Senin lalu, 19 Juli 2021 ketika pagi - pagi gue mampir ke rumah Mama untuk ambil belanjaan online shop gue. Gue emang selalu menggunakan alamat rumah Mama untuk pengiriman, karena lebih mudah dicari dan akan selalu ada orang di rumah. 

Pagi itu pagar masih digembok, yang bikin gue mulai ngerasa aneh, karena saat itu sudah menjelang jam 8 pagi. Mama keluar dari rumah untuk membuka pagar, dan gue agak kaget kenapa Mama tampak pucat, dan gue langsung menanyakan kenapa seisi rumah masih pada tidur. Di dalam rumah, sambil merapihkan barang belanjaan gue, Anggi sempat bilang, seisi rumah sedang batuk, jadi sebaiknya gue jangan ke rumah dulu. Gue pun langsung pamit pulang.

Kembali ke rumah gue, gue langsung menghubungi Carol mengenai kondisi di rumah. Di situlah dimulai 'investigasi' gue berdua mengenai kondisi keluarga di rumah Mama. Begini, Mama adalah tipe orang yang kalau kita hubungi melalui telepon dan menanyakan kabarnya, akan menjawab, "Mama sehat". Itu juga yang terjadi bahkan di hari sebelumnya. Karena gue sudah melihat sendiri (gue memang sudah jarang ke rumah Mama untuk mengamankan Mama dan Bapak dari resiko penularan virus Covid-19), gue ngga percaya lagi kalau Mama bilang begitu. Setelah didesak - desak, barulah ada pengakuan bahwa Mama batuk, pusing, dan gejala - gejala ringan lainnya. Begitu juga Bapak. Siang hari, Mama dan Bapak pun langsung diantar ke Bumame TB. Simatupang untuk menjalani tes PCR. Hasilnya baru bisa keluar dalam 16 jam kemudian. 

Di hari itu, gue dan Carol sudah mengkondisikan seisi rumah Mama terpapar Covid-19, meskipun belum menerima hasil. Mulai hari itu, rumah Mama diisolasi, tidak ada yang boleh keluar. Untuk kebutuhan mereka, gue, Carol dan Tito bergantian datang untuk mengirimkan vitamin, obat, tabung oksigen, makanan, dan lainnya. 

Di malam itu gue ngga bisa tidur pulas. Hati gue ngga tenang menunggu hasil. Ketika di pagi hari mata gue sudah mulai mengantuk, Pardo menelepon, dengan suara lemah mengabarkan bahwa hasil PCR sudah keluar, Mama dan Bapak positif Covid-19. Dunia gue seakan runtuh seketika. Hal terburuk yang paling gue takuti, terlebih sejak dimulainya masa pandemi ini, terjadi. Tapi dari hari sebelumnya gue sudah mulai belajar 'menerima' the worst situation. Gue berdoa ngga ada putusnya, "Tuhan Yesus, apapun hasil tes Mama dan Bapak, berikan mereka kekuatan untuk menerimanya, dan berikan gue juga kekuatan. Gue ngga boleh down, karena kalau memang benar positif, seisi rumah Mama dipastikan positif semua. Artinya hanya ada gue, Carol, Ony, dan Tito yang bisa merawat dan memenuhi kebutuhan mereka, meskipun ngga secara langsung." 

Mulai pagi itu, gue dan Carol bergantian ke rumah. Bagian gue mengantarkan makanan (sarapan, makan siang, makan malam, buah, susu), dan kebutuhan lainnya yang sewaktu - waktu dibutuhkan. Kemarin gue bolak - balik ke rumah sekitar 5 kali. Dan setiap datang, gue menyempatkan melihat dan berbicara dengan Mama yang berada di kamarnya, melalui jendela yang tertutup dan jarak beberapa meter. Yang gue bisa lakukan cuma memberikan semangat, bersikap ceria dan menahan tangis gue di dalam hati. Mama pun menasihati supaya gue tetap kuat dan tenang, dan sempat bilang kondisi Mama pada dasarnya baik. Mama pengen keluar kamar tapi khawatir karena ada Fajar. Fajar sangat lengket sama Opung dan Omanya. Pagi itu gue sempat melihat Fajar cengeng, karena ngga bisa minta digendong Opungnya. Di saat berbalik menuju gerbang untuk pulang, air mata gue jatuh karena ngga tahan menahan sedih melihat situasi itu.

Menjelang siang, Pardo, Rico, Anggi dan Fajar berangkat ke Bumame untuk tes PCR. Sore harinya hasil tes keluar: Rico, Anggi dan Fajar dinyatakan positif Covid-19, dan Pardo negatif. Gue berasa langsung lemas lunglai, demi mikirin Fajar. Ya Tuhan, gimana anak sekecil itu (2 tahun) harus menghadapi virus Covid-19 ini di tubuhnya ? Rasanya pengen nangis, tapi di saat yang sama gue langsung merasakan kekuatan dari Tuhan Yesus. Pardo, Carol dan gue pun langsung mulai mengatur 'strategi', karena saat ini lebih mudah dengan keluarnya hasil semua penghuni rumah Mama. Untuk Rico dan Anggi, kita akan menghubungi Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan gratis. Untuk Fajar, Carol akan menghubungi RS Brawijaya untuk mengatur janji telemedicine. Dan untuk Mama dan Bapak, kami akan membawa ke RS Siloam TB. Simatupang, agar keduanya bisa melakukan CT Scan Torax, Rontgen paru - paru dan tes lainnya. Harapan kami, jika keduanya sudah melalui semua tes ini, pihak rumah sakit akan memberikan obat yang spesifik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan keduanya. Keputusan ini kami ambil dengan mempertimbangkan : 1) keduanya sudah lansia, Bapak berusia 76 tahun dan Mama 71 tahun, 2) Mama memiliki komorbid.



Hari itu gue lewati dengan bolak - balik ke Naga Supermarket untuk membeli keperluan logistik makanan, buah, sayur dan susu, ke Indomaret/Alfa berkali - kali, ke ACE untuk membeli UV Sterilizer, ke toko kelontong untuk membeli termos air panas Mama, dan di sela - selanya menyiapkan makan siang dan makan malam buat di rumah Mama.

Di malam hari, Pardo mengabarkan beberapa kali bahwa Mama muntah, rasanya sedih banget, membayangkan kondisi Mama pasti sangat lemah, tapi gue ngga berdaya, ngga bisa melihat apalagi hadir di sisi Mama dan membantunya. Hari itu gue sempat saling bertelepon sama Mama. Hampir di setiap hubungan telepon, gue menahan nangis. Mama sedang berjuang menghadapi sakitnya, dan gue ngga bisa berada di dekatnya. Sesaat setelah Mama muntah, gue menelepon Mama. Gue bilang, "Mama, setiap anak - anak Mama sakit, Mama selalu wanti - wanti, 'paksain makan...paksain makan' iya kan, Ma ? Jadi sekarang Mama harus paksain makan walaupun mual ya, supaya perut Mama ngga kosong." 

Sampai tengah malam Mama muntah lagi. Gue langsung berbagi tugas dengan Pardo, untuk mencari apotik manapun yang masih buka. Puji Tuhan, dalam kondisi PPKM seperti saat ini, apotik masih bisa tetap buka 24 jam. Dan di apotik andalan gue, Apotik Roxy, gue mendapatkan semua keperluan Mama untuk mengatasi mual dan antisipasi kekurangan cairan.

Gue melalui malam itu dengan sangat gelisah. Gelisah akan banyak hal. Gimana kondisi Mama sepanjang malam. Gimana tes besok, akan baikkah hasilnya ? Bagaimana Fajar, Anggi, Rico ? Semua berkecamuk di pikiran gue. Dan tentu saja, kalau gue sedang banyak pikiran, insomnia pun kumat, gue ngga tidur semaleman. Gue cuma bisa berdoa memohon pertolongan Tuhan Yesus agar gue diberikan ketenangan.

Monday, July 12, 2021

Cerita Karantina : Cat Street Feeding


12 Juli 2021

Memasuki 1.5 tahun masa pandemi Covid-19, 'kesibukan' gue dalam hal perkucingan bertambah,  Belakangan gue suka melakukan 'street feeding' yaitu memberikan makanan kepada kucing - kucing jalanan dan telantar. Ada hal sedih yang melatarbelakangi aktivitas gue ini. 

Jadi, sekitar awal Mei 2021 gue kehilangan salah satu kucing yang bernama Tikus alias Ty-Ty. Hilangnya misterius, di suatu pagi, gue ngga menemukan Ty-Ty dimana pun. Dia ngga meninggalkan jejaknya sama sekali. 


Gue sedih, karena Ty-Ty adalah salah satu kucing telantar pertama yang gue rawat, sejak masih sangat kecil. Sudah banyak suka duka selama gue merawat Ty-Ty. Dan meskipun gue bukan penggemar kucing, namun karena gue ngga pernah tegaan terhadap hewan, gue tetap merawat Ty-Ty sebaik mungkin. Lalu Ty-Ty menghilang. Di pikiran gue berkecamuk segudang asumsi dan prasangka tentang kemana dan gimana hilangnya Ty-Ty. Tapi satu hal yang paling bikin gue khawatir, betapa Ty-Ty ngga punya 'skill' dan pengalaman untuk hidup di dunia luar sana, yang sebenarnya sangat mengancam dan berbahaya untuk seekor kucing seperti Ty-Ty, yang terbiasa dirawat sejak kecil. 

Untuk mencari Ty-Ty, gue biasa berjalan kaki sampai radius beberapa kilometer dari rumah gue, baik pagi maupun sore selesai kerja. Ini gue lakukan non stop, bahkan sampai sekarang. Hasilnya nihil. Lalu, suatu hari gue pernah membaca di sebuah group kucing di Facebook. Ada seseorang curhat mengenai kucingnya yang hilang. Kemudian seorang pecinta kucing lainnya menyarankan ide yang aneh dan unik. Katanya, kasih makan kucing - kucing jalanan yang ada di sekitar rumah, lalu katakan ke kucing itu, supaya mencari kucing kita yang hilang. Masih di thread yang sama, beberapa orang memberikan testimoni bahwa meskipun metode ini aneh bin ajaib, kucing - kucing mereka yang hilang, berhasil kembali ke rumah masing - masing.

Gue pun mengikuti saran tersebut. Saat ini, ada sekitar 15 kucing jalanan yang rutin gue hampiri dan kasih makan setiap harinya. Sejak gue melakukan kegiatan streetfeeding ini, penilaian gue terhadap kucing sedikit berubah. Dulunya gue pikir kucing ngga sepintar anjing, yang bisa mengenal dan mengingat orang. Ternyata kucing juga bisa. Sebagai kucing jalanan, mereka bisa acuh tak acuh dan tak bergeming ketika ada orang lalu - lalang di depannya. Tapi setiap gue lewat, mereka langsung mengejar, menuntut diberi makanan.

Lalu, apakah Ty-Ty sudah kembali ke rumah gue ? Belum. Ty-Ty belum kembali. Tapi kegiatan 'streetfeeding' ini sudah menjadi kebiasaan untuk gue, dan gue ngga keberatan untuk terus melakukannya selama mampu. Bahkan, ada hal positif dari kebiasaan ini, karena 'memaksa' gue untuk rajin, konsisten dan tepat waktu untuk jalan kaki setiap pagi ini. Jadi, setiap pagi kegiatan gue adalah meninggalkan rumah sekitar jam 7 pagi, jalan pagi mengejar target 10000 langkah, 'berburu' sinar matahari pagi yang pasti baik buat fisik gue, sambil memberikan makanan kepada kucing - kucing jalanan dan telantar yang gue temui. 

Puji Tuhan, gue selalu dicukupkan untuk bisa menyediakan dan memberikan makanan kepada para kucing jalanan. Salah satunya dari kuis - kuis yang gue ikuti, gue pernah beberapa kali memenangkan kuis berhadiah makanan kucing dalam jumlah yang lumayan banget. Kalaupun mesti membeli, selalu ada flash sale di sebuah e-commerce yang memungkinkan gue membeli stok makanan kucing berkualitas dengan harga miring. Pokoknya selalu ada aja jalannya kok.

Mengingat sudah hampir 3 bulan sejak Ty-Ty menghilang, saat ini gue cuma bisa berharap Ty-Ty masih hidup dan dirawat dengan baik oleh seseorang. Dan untuk gue sendiri, gue sudah harus move on dan ngga berlarut dalam kesedihan karena kehilangan ty-Ty. Gue yakin, dengan menyebarkan kebaikan kepada para kucing jalanan dan telantar, di sisi dunia yang lain, ada seseorang yang akan berbuat kebaikan juga kepada Ty-Ty.