I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Wednesday, January 28, 2015

Review Hostel : Happily Ever After (Kathmandu, Nepal)

8 bed mix share dorm room
Untuk trip ke Kathmandu ini, seperti biasa gue mengandalkan www.hostelbookers.com buat nyari - nyari hostel murah. Karena gue benar - benar buta mengenai Kathmandu, dan pengen memastikan bahwa gue akan menemukan hostel berharga minimalis dengan kenyamanan maksimal, maka gue juga mencari rekomendasi dengan membaca review - review hostel di Tripadvisor. Dari kedua sumber berbeda ini, akhirnya gue mendapat kesimpulan bahwa Hostel Happily Ever After adalah yang paling mendekati "pas".

Gue pun booking online untuk '8 bed mix share dorm room' yang harganya cuma USD 4.25/bed/malam. Bisa dibilang ini adalah salah satu hostel termurah yang pernah gue tempati sepanjang kiprah gue berbekpekeran. Waktu gue pertama kali bekpekeran tahun 2009, ketika di Kuala Lumpur (China Town) gue tinggal di hostel dengan tarif MYR 15. Jadi jika menimbang masalah inflasi dan selisih kurs, hostel gue kali ini adalah yang termurah sepanjang sejarah.

Bed sweet bed...lengkap dengan jemuran handuk dan kaos kakinya

Tanggal 21 Januari 2015, gue tiba dan check in di Happily Ever After sekitar jam 3 sore, dan disambut ramah oleh staff hostel bernama Ghan, yang sejak saat itu selalu memanggil gue dengan sebutan 'Cherry Garden". Ternyata nama gue bukan hanya aneh di telinga orang Indonesia, namun juga bagi orang Nepal sana.

Tiba di pintu kamar....sesaat napas gue tertahan begitu melihat pemandangan yang ada di dalam kamar yang terletak di lantai 2 itu. Saat itu kamar terkesan gelap karena lampu dimatikan dan fentilasi kamar yang kurang. Sempit. Agak berantakan. Dingin. Saat itu ngga ada penghuni lainnya yang sedang tinggal di kamar. Tapi gue melihat tas - tas ransel berukuran besar terhampar dimana - mana. Ada di lantai....ada juga di ranjang - ranjang.

Ketika mendekat ke kasur pilihan gue, mata gue langsung tertuju pada selimut yang disediakan di atas kasur. Selimut paling tebal yang pernah gue lihat dan dapatkan. Dalam keadaan dilipat rapi seperti risol itu aja, besarnya hampir setengah dari kasur gue yang memang cukup imut - imut. Sedingin itukah Kathmandu, hingga hostel menyediakan kemewahan berupa selimut setebal itu ?

Ghan dan staff lainnya

Di dalam kamar juga tersedia sebuah toilet yang sekaligus sebagai kamar mandi. Namun bisa dibilang 'ruang' ini sangat jarang digunakan oleh penghuni kamar (termasuk gue) karena airnya yang super dingin, sepanjang hari ! Air terdingin yang pernah gue rasakan...rasanya seperti es batu padat mengalir. Efek dinginnya seakan - akan mengiris - iris kulit gue. Bahkan kalo lagi dingin maksimal, ada sensasi setrum segala! Ini efek dari musim dingin yang sedang berlangsung di Nepal. Suhunya mencapai 8 derajat celcius. Jadi apapun aktifitas yang berhubungan dengan air, rasanya seperti siksaan. Sebenarnya hostel menyediakan fasilitas air panas baik untuk shower maupun wastafel. Namun kendala lainnya adalah di Kathmandu terjadi pemadaman listrik selamat 10 jam setiap harinya. Sisanya, para konsumen listrik harus mengandalkan genset masing - masing. Dan jika gensetlah yang sedang digunakan, maka penggunaan listriknya sangat terbatas dan diprioritaskan yang penting - penting aja.
Yang menantang, jadwal pemadaman listriknya tidak pasti. Di malam pertama gue di sana, gue terbangun karena sadar lampu dan listrik padam total. Di lain hari, sepanjang siang listrik padam, sehingga gue kesulitan ketika hendak recharge handphone dan kamera gue. Begitulah keadaannya...
 
Daftar menu
Karena sepanjang siang hingga malam listrik di kamar tidur padam, maka seringnya para penghuni hostel berkumpul di ruang tamu sekaligus ruang resepsionis yang sempit, sekedar untuk menumpang me-recharge alat - alat elektronik. Mungkin 'hiburan' di ruang tamu ini hanyalah listrik yang tetap menyala karena di-support oleh genset. Dan juga karena ada staff - staff yang doyan ngobrol dan sangat supel/friendly.  Sebenarnya ada televisi tersedia disini, namun bukan TV kabel. Jadi jika sedang duduk - duduk di ruang tamu ini, tayangan yang tersaji adalah sinetron - sinetron ala Nepal gitu.

Fasilitas yang sangat menghibur adalah wifi dengan koneksi stabil dan cepat. Di saat traveling kayak gini, internet pentingnya selangit....selain jadi sumber hiburan, juga untuk nyari informasi seputar kota tujuan, dalam hal ini Kathmandu.

Selain ruang tamu dan kamar - kamar tidur, di bangunan hostel juga terdapat dapur dan ruang makan roof top, di lantai teratas (lantai 5). Di sinilah biasanya penghuni hostel menyantap sarapan masing - masing yang tersedia secara gratis, berupa roti bakar, telor, dan teh. Gue ngga pernah menyantap sarapan, karena waktu sarapan baru tersedia jam 08:00 - 10:00 pagi setiap harinya. Sebelum jam sarapan dimulai, pastinya gue sudah meninggalkan hostel dan berkeluyuran ria.

Menikmati sinar matahari di roof top

Ketika malam, barulah gue ke dapur ini untuk menyiapkan hidangan makanan sehat berupa buah - buahan yang gue beli di sepanjang jalan Thamel. Ada apel, jeruk dan anggur. Bagi penghuni hostel lainnya, ruang makan roof top di malam hari digunakan untuk sekedar mengobrol dan minum bir. Maklum...di sepanjang Thamel ngga ada bar - bar atau cafe yang biasa buka ampe larut malam dimana turis bisa nongkrong sampai mabuk.

Mengenai waktu tidur gue di hostel ini, rasanya yang paling nyaman dan tenteram sepanjang sejarah. Jarang - jarang gue bisa merasakan tidur tenang tanpa terganggu suara dengkuran dan suara - suara bising lainnya, seperti disini. Ditambah dengan lokasi hostel yang strategis, yaitu di area Thamel namun bukan tepat di pinggir jalan.  Jadi, hostel ini bebas dari bisingnya hiruk - pikuk Thamel. Ketika malam, 'keributan' yang sesekali terdengar adalah anjing - anjing Thamel yang menggonggong.

"Perjuangan" gue di malam hari bukanlah bertahan di tengah gempuran suara dengkuran, melainkan menahan rasa dingin luar biasa dahsyat. Jadi, begini rutinitas gue setiap malamnya....Gue akan kembali ke Happily Ever After sekitar jam 8 atau 9 malam. Lalu naik ke dapur untuk mengolah buah - buahan. Trus, kembali ke kamar tidur. Gue pun mencuci muka dan gosok gigi di toilet berlantai sedingin es. Dan memastikan kontak seminimalis mungkin dengan air. Setelah itu gue membuka jaket, dan mengenakan 3 - 4 baju tambahan, disamping baju yang gue pakai sebelumnya. Kemudian gue memakai kaos kaki tidur, jaket dan syal lagi. Ritual terakhir, gue akan melipat selimut tebal gue menjadi dua, dan gue pun siap menyusup di balik selimut.

Jadi, dalam hal berpakaian, nyaris ngga ada perbedaan sama sekali antara ketika gue berkeluyuran di pagi dan siang hari, dengan waktu tidur gue di malam hari. Gue masih mengenakan baju yang sama, celana panjang yang sama, jaket yang sama, bahkan syal yang sama. Saking dinginnya malam - malam yang gue lalui, biasanya sepanjang tidur gue ngga melakukan gerakan tubuh apapun selain bernafas. Karena setiap gerakan seakan - akan menimbulkan rasa dingin. Lagian, gue gak mau posisi selimut gue berubah sehingga ada celah dimana si dingin akan menyerbu badan gue.

Fasilitas lainnya, pihak hostel juga menyediakan jasa tour & travel. Baik untuk city tour, trekking, paket tour ke Tibet, Bhutan, dan lain sebagainya. Namun gue ngga pernah menggunakan jasa tour dari Happily Ever After, karena biasanya gue mencari jasa tour ketika sedang keluyuran di jalan - jalan sepanjang Thamel.

Kesimpulannya, gue cukup menikmati tinggal di hostel yang sederhana ini. Mungkin karena gue fokus pada harga kamarnya yang sangat murah. Di samping itu, fasilitas yang diberikan pun mencukupi. Kalau pun agak kurang, gue anggap itu sebagai suatu tantangan yang justru membuat gue semakin tahan uji dan punya nyali tinggal di penginapan berkonsep hostel. Jadi, buat para bekpeker - bekpeker gembel (kayak gue) yang ingin irit, dengan fasilitas sederhana, dan berlokasi strategis, hostel ini adalah rekomendasi gue.

Wednesday, January 07, 2015

Gue dan Si Pesawat Merah

Musibah yang menimpa si pesawat merah (AirAsia) QZ8501 adalah duka yang mendalam untuk semua orang. Gue khususnya bersimpati pada seluruh anggota keluarga penumpang, termasuk kru penerbangan itu yang telah menjadi korban. Gue berharap semoga proses evakuasi dan investigasi atas tragedi ini berjalan lancar dan transparan.

Untuk gue pribadi, tragedi ini cukup bikin shock dan menimbulkan beberapa kekhawatiran :

Pertama, pasti akan semakin susah buat gue minta ijin ke Mama dan keluarga ketika akan traveling.  Belakangan ini, setiap menitnya, Mama dan keluarga seakan - akan dijejali dengan berbagai berita, baik yang akurat maupun simpang siur, yang faktual maupun penuh spekulasi, yang relevan maupun ngga nyambung. Pastinya rasa ngeri dan takut semakin merasuki pikiran mereka. Padahal sebelum ada tragedi ini setiap kali minta ijin, Mama pasti akan histeris disertai ngomel, menyesali betapa panjangnya langkah gue. Apalagi sekarang...

Dalam beberapa hari ke depan gue akan kembali melakukan perjalanan menggunakan AirAsia, yang gue persiapkan untuk hari ulang tahun gue tahun ini. Dan ketika gue bilang ke Mama semalam, dengan lesu Mama cuma mengeluh sambil geleng-geleng kepala, "Ngga ada berhentinya saraf Mama tegang gara - gara kau, Cher...."

Kedua, secuil kekhawatiran yang berasal dari gue sendiri. Pasalnya, cuaca buruk adalah faktor utama terjadinya musibah yang menimpa QZ8501. Dan gue akan bepergian tidak lama lagi, dimana kondisi cuaca nampaknya masih begitu - begitu saja.

Karena hampir semua sahabat dan kerabat gue tahu bahwa gue adalah pengguna setia AirAsia, belakangan ini gue banyak menerima nasihat, "Hati - hati naik AirAsia..." Gue ngga ngerti kewaspadaan seperti apa yang harus gue lakukan setelah tragedi ini. Apakah setiap akan bepergian, gue harus menelepon call center AirAsia atau mendatangi kantornya langsung dan mengajukan berbagai pertanyaan seperti...

"Hari ini AirAsia sudah dapat info resmi soal cuaca dari BMKG ato blom ?"
"Lalu, sudah dilakukan briefing antara pilot dan FOO ?"
"Ada ijin resmi dari pihak otoritas Indonesia kalo AirAsia bisa terbang hari ini ?"
"Semua prosedur keselamatan sudah dijalankan sesuai standard dan aturan yang berlaku, khan ?"
"Kondisi pilotnya gimana ? Fit ?"
"Kira-kira pesawat kita akan selamat sampai tujuan ato ngga ? Kalo pasti selamat, saya ikut nih !"
Dan pertanyaan - pertanyaan ngga lazim lainnya..........

Yang bisa dilakukan oleh pengguna jasa maskapai pesawat seperti gue tentunya hanyalah berdoa, menenangkan diri, pasrah, berpikiran positif dan tetap menikmati perjalanan.

Ketiga, tragedi ini akan mempengaruhi nasib maskapai langganan gue ini, misalnya apabila hingga berdampak pada masalah perijinan maskapai tersebut. Di samping itu, kemarin gue udah mulai mendengar mengenai (rencana) Kementerian Perhubungan untuk memberlakukan kebijakan meniadakan tiket murah, dengan alasan peduli keselamatan. Ini berita super buruk buat gue.

Padahal AirAsia dengan promo tiket - tiket murahnyalah yang telah 'membantu' mewujudkan impian - impian berpetualang gue, tepatnya sejak awal 2009 hingga kini. AirAsia bagaikan sahabat karib yang sudah membukakan pintu untuk karyawati bergaji pas - pasan seperti gue untuk 'terbang' dan melihat dunia luar. Hubungan manis gue dengan AirAsia sudah menghasilkan puluhan tiket perjalanan dengan harga sangat terjangkau yang pernah gue beli baik untuk gue pribadi maupun sahabat dan keluarga, bahkan stok tiket sampai akhir tahun 2015 ini.

Gue mencoba men-trace riwayat 'hubungan' gue dengan AirAsia (melalui email konfirmasi yang pernah gue terima dan slalu gue file). Daftar tiket di bawah hanyalah tiket - tiket yang gue beli untuk gue sendiri. Dan dari seluruh tiket tersebut hanya kurang dari 5 tiket yang akhirnya gak digunakan, karena gue kehabisan cuti....atau ada urusan kantor...atau malas (bekpeker gembel bisa juga malas traveling ternyata!).....


Di samping itu juga ada 'bunga-bunga' indah yang menghiasi perjalanan hubungan manis gue dengan AirAsia, misalnya ketika gue memenangkan kuis See The Paintball WorldCup Asia 2011 yang akhirnya menerbangkan gue ke Langkawi untuk pertama kali dengan akomodasi ditanggung AirAsia.


Dan juga ketika gue memenangkan kuis Moovment 2011 with Far* East Movement and DJ Earworm yang menghadiahkan gue 2 buah VIP tiket untuk menonton konser Far*East Movement. Tapi yang ini ngga gue gunakan....karena konsernya di Kuala Lumpur, dan gue kebetulan baru balik dari Langkawi saat itu. Dan alasan utamanya, karena gue gak kenal band ini sama sekali....cuma tertantang untuk memenangkan kuisnya aja saat itu....

 
Ironisnya, justru belum ada maskapai nasional yang bisa memberikan 'peluang' yang sama untuk petualang bermodal minimalis kayak gue. Belum ada maskapai nasional yang bisa menawarkan tiket dengan harga terjangkau (baca: murah banget !), namun di saat yang sama juga memberikan keyakinan rasa aman bagi penumpang. Maksudnya, setiap kali membeli tiket AirAsia, ngga pernah sedikit pun terbersit di pikiran dan hati gue bahwa "Berhubung ini tiket murah, jadi pasrah aja kalo ngga selamat. Kalau selamat, syukur...kalo gak, ya wajar...maklumlah, tiket murah....Banyak-banyak berdoa aja..." Gue, dan semua pembeli tiket promo di seluruh dunia pun pasti setuju kalo keselamatan jiwa raga di atas segala - galanya, dan ngga mau mengambil resiko sedikit pun yang mengancam keselamatan pribadi, hanya karena tergoda tiket murah semata.

Sebagai orang awan, tentunya gue ngga ngerti yang namanya prosedur keselamatan yang standard dalam penerbangan, baik administrasi maupun teknisnya. Namun yang jelas, pengalaman terbang dengan si pesawat merah selama puluhan kali dalam sekitar 5 tahun terakhir, bikin gue memiliki kepercayaan bahwa maskapai ini peduli pada keselamatan gue (meskipun harga tiketnya murah). Intinya, kabar pelarangan promo tiket murah itu, bagai tragedi buat kiprah bekpekeran gue.

Bersama kru AirAsia di Langkawi
Apakah gue kapok dan tidak akan menggunakan AirAsia lagi ? Ngga. Karena gue berusaha bersikap realistis bahwa kecelakaan ini adalah bencana yang tidak diharapkan dan di luar kendali manusia. Semua terjadi atas kehendak-Nya. Bukannya ingin bersikap sok jagoan, namun yang jelas, musibah ini ngga membuat nyali gue untuk berpetualang melemah atau hilang.

Dan gue bukan hendak men-judge kebijakan Pemerintah. Namun gue berharap semoga kebijakan apapun yang muncul pada akhirnya nanti, semoga Yesus akan tetap berpihak pada petualang gadungan berkaki panjang dan bermodal pas-pasan seperti gue.