Setelah bertahun - tahun, akhirnya gue dan Ony kembali menginjakkan kaki di Museum Taman Prasasti, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, hari ini. Walaupun ini adalah kunjungan kedua gue, tapi rasa takjub akan setiap prasasti yang ada di sini gak pernah lenyap. Museum ini bagaikan galeri karya seni berusia kuno yang kaya sejarah.
Museum Taman Prasasti atau Kebon Jahe Kober, diresmikan pada tahun 1797, meskipun telah digunakan sebagai area pemakaman sejak 1795, dan dahulu adalah area pemakaman bagi para bangsawan dan pejabat tinggi VOC. Pemakaman ini dibuka akibat meningkatnya angka kematian di Batavia saat itu yang disebabkan oleh menyebarnya wabah penyakit. Dibukanya pemakaman ini sebagai antisipasi karena
penuhnya pemakaman di area samping gereja Nieuw Hollandsche Kerk
(sekarang menjadi Museum Wayang), Binnenkerk (gereja Portugis di dalam
tembok kota Batavia), serta Gereja Sion (gereja Portugis di luar tembok
kota Batavia). Sebagian batu nisan dan prasasti yang ada di Kebon Jahe
Kober adalah pindahan dari ketiga pemakaman tersebut.
Setelah kemerdekaan Indonesia, area ini juga digunakan sebagai pemakamam Nasrani. Pada tahun 1975, ketika pemerintah Indonesia mengambil alih pengelolaan lahan ini dan memulai pembangunan museum, jasad/kerangka di lokasi ini dipindahkan. Sebagian dipindahkan oleh kerabat/keluarga masing - masing, sebagian lagi dipindahkan ke lahan pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Seperti yang gue sebutkan sebelumnya, museum ini bagaikan galeri seni kaya sejarah. Di sini gue bisa melihat batu nisan serta prasasti dengan gaya dan bentuk berbeda - beda, dengan ukiran tulisan dalam bahasa yang beragam pula. Keindahannya datang terlebih dari patung - patung yang menghiasi setiap makam, ada patung Yesus Memberkati, Bunda Maria, salib, malaikat - malaikat dalam berbagai posisi, dan lainnya. Semua ornamen - ornamen ini seakan - akan menyimpan kisah tersendiri.
Patung wanita menangis, mengisahkan seorang wanita yang
merasakan
sedih teramat dalam akibat ditinggal suaminya yang meninggal akibat wabah Malaria |
Di antara patung - patung bergaya klasik dan indah itu, ada juga lahan makam yang 'dihiasi' dengan patung kepala tengkorak. Ini adalah makam seorang pria keturunan Jerman bernama Pieter Erberveld. Pieter Erberveld adalah sosok pemberontak pada masanya yang membenci penjajahan, tepatnya yang dilakukan oleh pihak Belanda di Batavia saat itu. Pieter pun merencanakan pemberontakan, namun hal itu diketahui oleh pihak Belanda. Pieter dihukum dengan cara kejam. Tubuhnya ditarik oleh empat kuda keempat arah berlawanan, sehingga tubuhnya tercerai berai. Kepalanya lalu ditancapkan dengan sebuah pedang pada tembok tempat eksekusi terjadi yaitu di kawasan Pangeran Jayakarta. Kepala tengkorak yang ada di museum ini adalah replikanya. Kepala tengkorak yang tertancap tersebut beserta tulisan yang terukir di tembok dimaksudkan sebagai peringatan agar tidak ada lagi orang yang berani merencanakan serta melakukan pemberontakan terhadap pihak Belanda saat itu. Ngeri, Jenderal !!
Dari beberapa tokoh penting yang pernah dimakamkan di sini, beberapa di antaranya yang berhasil gue temukan di tengah waktu kunjungan gue yang sempit tadi adalah makam Olivia Marianne Raffles (wafat tahun 1814), yaitu istri pertama dari Thomas Stamford Raffles yang pernah menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda, serta Soe Hok Gie (wafat tahun 1969), aktivis gerakan mahasiswa angkatan '66.
Inilah oleh - oleh kunjungan gue ke Museum Taman Prasasti siang tadi, yang merupakan salah satu museum yang paling gue kagumi. Hari ini salah satu teman gue berkomentar mengenai keheranannya dengan hobi gue untuk mengeksplorasi pemakaman kuno. Jawabannya simpel : karena selain gue bisa melihat hal - hal baru dengan segala keindahannya yang secara visual langsung gue nikmati, tempat - tempat seperti ini juga menyimpan banyak cerita serta sejarah dan gue akan selalu senang dan bersemangat untuk menggalinya.Seru kan ?!
Makam Olivia Mariamne Raffles |
Makam Soe Hok Gie |
Prasasti peringatan kematian pasukan Jepang yang gugur melawan tentara Sekutu di Bogor (tahun 1942) |
Makam Pieter Erberveld
|