I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Thursday, July 31, 2014

Museum Taman Prasasti : Seribu Kisah di Antara Seribu Prasasti

Setelah bertahun - tahun, akhirnya gue dan Ony kembali menginjakkan kaki di Museum Taman Prasasti, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, hari ini. Walaupun ini adalah kunjungan kedua gue, tapi rasa takjub akan setiap prasasti yang ada di sini gak pernah lenyap. Museum ini bagaikan galeri karya seni berusia kuno yang kaya sejarah. 

Museum Taman Prasasti atau Kebon Jahe Kober, diresmikan pada tahun 1797, meskipun telah digunakan sebagai area pemakaman sejak 1795, dan dahulu adalah area pemakaman bagi para bangsawan dan pejabat tinggi VOC. Pemakaman ini dibuka akibat meningkatnya angka kematian di Batavia saat itu yang disebabkan oleh menyebarnya wabah penyakit. Dibukanya pemakaman ini sebagai antisipasi karena penuhnya pemakaman di area samping gereja Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang menjadi Museum Wayang), Binnenkerk (gereja Portugis di dalam tembok kota Batavia), serta Gereja Sion (gereja Portugis di luar tembok kota Batavia). Sebagian batu nisan dan prasasti yang ada di Kebon Jahe Kober adalah pindahan dari ketiga pemakaman tersebut.

Setelah kemerdekaan Indonesia, area ini juga digunakan sebagai pemakamam Nasrani. Pada tahun 1975, ketika pemerintah Indonesia mengambil alih pengelolaan lahan ini dan memulai pembangunan museum, jasad/kerangka di lokasi ini dipindahkan. Sebagian dipindahkan oleh kerabat/keluarga masing - masing, sebagian lagi dipindahkan ke lahan pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Seperti yang gue sebutkan sebelumnya, museum ini bagaikan galeri seni kaya sejarah. Di sini gue bisa melihat batu nisan serta prasasti dengan gaya dan bentuk berbeda - beda, dengan ukiran tulisan dalam bahasa yang beragam pula. Keindahannya datang terlebih dari patung - patung yang menghiasi setiap makam, ada patung Yesus Memberkati, Bunda Maria, salib, malaikat - malaikat dalam berbagai posisi, dan lainnya. Semua ornamen - ornamen ini seakan - akan menyimpan kisah tersendiri.
 
 
 
 


Patung wanita menangis, mengisahkan seorang wanita yang merasakan
sedih teramat dalam akibat ditinggal suaminya yang meninggal akibat wabah Malaria

Di antara patung - patung bergaya klasik dan indah itu, ada juga lahan makam yang 'dihiasi' dengan patung kepala tengkorak. Ini adalah makam seorang pria keturunan Jerman bernama Pieter Erberveld. Pieter Erberveld adalah sosok pemberontak pada masanya yang membenci penjajahan, tepatnya yang dilakukan oleh pihak Belanda di Batavia saat itu. Pieter pun merencanakan pemberontakan, namun hal itu diketahui oleh pihak Belanda. Pieter dihukum dengan cara kejam. Tubuhnya ditarik oleh empat kuda keempat arah berlawanan, sehingga tubuhnya tercerai berai. Kepalanya lalu ditancapkan dengan sebuah pedang pada tembok tempat eksekusi terjadi yaitu di kawasan Pangeran Jayakarta. Kepala tengkorak yang ada di museum ini adalah replikanya. Kepala tengkorak yang tertancap tersebut beserta tulisan yang terukir di tembok dimaksudkan sebagai peringatan agar tidak ada lagi orang yang berani merencanakan serta melakukan pemberontakan terhadap pihak Belanda saat itu. Ngeri, Jenderal !!

Dari beberapa tokoh penting yang pernah dimakamkan di sini, beberapa di antaranya yang berhasil gue temukan di tengah waktu kunjungan gue yang sempit tadi adalah makam Olivia Marianne Raffles (wafat tahun 1814), yaitu istri pertama dari Thomas Stamford Raffles yang pernah menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda, serta Soe Hok Gie (wafat tahun 1969), aktivis gerakan mahasiswa angkatan '66. 

Inilah oleh - oleh kunjungan gue ke Museum Taman Prasasti siang tadi, yang merupakan salah satu museum yang paling gue kagumi. Hari ini salah satu teman gue berkomentar mengenai keheranannya dengan hobi gue untuk mengeksplorasi pemakaman kuno. Jawabannya simpel : karena selain gue bisa melihat hal - hal baru dengan segala keindahannya yang secara visual langsung gue nikmati, tempat - tempat seperti ini juga menyimpan banyak cerita serta sejarah dan gue akan selalu senang dan bersemangat untuk menggalinya.Seru kan ?!


Makam Olivia Mariamne Raffles
Makam Soe Hok Gie
Prasasti peringatan kematian pasukan Jepang yang gugur
melawan tentara Sekutu di Bogor (tahun 1942)


Makam Pieter Erberveld
 

Wednesday, July 30, 2014

Makam Belanda di Kebun Raya Bogor

 

Kemarin (Selasa, 29 Juli 2014), gue kembali mengunjungi komplek Makam Belanda di Kebun Raya Bogor. Sebelumnya, beberapa tahun yang lalu, gue pernah juga ke sini. Tapi berhubung saat itu ketertarikan gue akan makam - makam Belanda, terlebih yang kuno, belum sedahsyat sekarang, jadi gue ngga punya dokumentasi apapun mengenai kunjungan gue ke sana.

Menurut petunjuk yang tersedia di area komplek, disebutkan bahwa komplek pemakaman Belanda ini sudah ada jauh sebelum Kebun Raya Bogor didirikan pada tahun 1817 oleh C.G.C Reinwardt, seorang ahli botani asal Jerman, yang merupakan Direktur Kebun Raya Bogor yang pertama. Di komplek yang tidak terlalu luas ini terdapat total 42 makam, yang hanya 38 di antaranya saja yang memiliki identitas. 




Makam Ary Prins (wafat : 28 Januari 1867), seorang
ahli hukum dan pernah menjadi Gubernur Hindia Belanda selama dua kali
Makam Dominique Jacques de Eerens (wafat : 30 Mei 1840),
Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1836 - 1840
 

Mereka yang dimakamkan di sini kebanyakan adalah keluarga dekat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tahun wafat mereka bervariasi, ada yang tahun 1784 (Cornelis Potmans, administrator toko obat berkebangsaan Belanda) dan yang terbaru adalah tahun 1994, yaitu A.J.G.H Kostermans, seorang ahli botani asal Belanda yang kemudian menjadi warga negara Indonesia. Beliau memilih untuk dimakamkan di sini, di lingkungan yang ia cintai.




Yang menarik dari komplek makam Belanda di sini adalah kesan dramatisnya, karena lokasinya seakan - akan terkepung di antara pepohonan bambu yang sangat tinggi dan lebat. Dengan keberadaannya di tengah - tengah pepohonan rindang seperti itu, komplek ini jadi cenderung gelap dan teduh. Selain itu, komplek ini juga bisa dibilang sepi sunyi, karena ngga banyak pengunjung kebun raya yang mampir ke sini, entah karena takut atau memang ngga tahu mengenai keberadaannya. 

Mengamati setiap bentuk makamnya yang menurut gue terbilang unik dan khas Belanda, merupakan keasyikan tersendiri. Ditambah lagi dengan membaca untaian kata - kata yang terukir di bangunan makam masing - masing. Ada yang ditulis dalam bahasa Inggris, namun kebanyakan bahasa Belanda. Kebanyakan di makam - makam tersebut menorehkan keterangan seperti nama, tanggal kelahiran dan kematian, serta jabatan sang pemilik makam. Namun ada juga yang menambahkan dengan ayat - ayat Injil, seperti yang terdapat pada makam  Charles Gerard Alexander (1845 - 1871) :

Akulah kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepada - Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati. (Yohanes 11:25)

Makam Charles Gerard Alexander

Wednesday, July 09, 2014

Situs Makam Jerman di Lereng Pangrango

Gue mendengar keberadaan situs ini sebenarnya udah sejak tahun lalu. Tapi mengingat lokasinya di 'Megamendung' ditambah lagi review - review yang gue baca seringnya bilang 'medannya sulit dijangkau' dan semacamnya, jadi rencana ke sana sering tertunda.

Hari Minggu (06 Juli 2014), kemarin akhirnya gue memantapkan langkah untuk mencari lokasinya. Sejak awal minggu gue kebetulan sudah berencana untuk ibadah di Gereja Zebaoth Bogor, jadi sekalianlah gue memuaskan rasa penasaran akan Situs Makam Jerman ini.

Dari Stasiun Kereta Bogor, gue naik angkutan umum No. 02 jurusan Sukasari - Bubulak, turun di PDAM Sukasari (sebelum angkutan belok ke arah Pabrik Boehringer). Dari situ gue naik angkutan lagi jurusan Cisarua sampai melewati simpang Gadok sedikit, kemudian turun di jalan masuk menuju Pasir Muncang yang ada di sebelah kanan jalan. Gue pun naik angkutan biru lagi jurusan Pasir Muncang - Ciawi. 


Saat di dalam angkutan ini sebenarnya gue masih bingung harus turun di mana, sampai akhirnya gue bertanya ke seorang penumpang perempuan yang sangat baik. Dia memberikan petunjuk, dan lenyaplah kebingungan gue berganti dengan semangat menyala - nyala. Ketika penumpang yang baik hati ini tahu tujuan pencarian gue, yaitu Makam Jerman, dia sempat bertanya, "Memang ada acara apa di sana, Mbak ?" Gue sempat kehilangan kata - kata begitu mendengar kata "acara" barusan. Mungkin dia menyimpan kebingungan, karena mustahil gue kesana untuk berziarah, layaknya ziarah ke makam leluhur, berhubung penampilan gue yang 'ngga ada Jerman - Jermannya secuil pun'. Gue pun menjawab bahwa gue sekedar ingin lihat dan mengunjungi kawasan bersejarah dan terkenal tersebut.  Pertanyaan kayak begini selalu menjadi tantangan tersendiri buat gue, untuk mencari jawaban dan penjelasan yang singkat, padat dan masuk akal. Mungkin karena hobi 'wisata ke pemakaman tua dan bersejarah' bukanlah hobi yang populer, jadi orang - orang kerap bingung.

Kembali ke kisah kasih perjalanan mencari lokasi situs, gue turun sampai akhir tujuan angkutan ini, yaitu Pasir Muncang, dan langsung disambut sama tukang - tukang ojek. Perjalanan masih dilanjut dengan naik ojek sampai ke lokasi Makam. Cukup dengan bayar Rp. 10,000, para sopir ojek udah tahu lokasinya begitu gue bilang "Makam Jerman".



Perjalanan dengan ojek menuju lokasi makam inilah yang menurut gue paling seru, karena selain jauh, jalannya juga menanjak dan kadang berkelok. Maklum.....lokasinya terletak di lereng gunung Pangrango. Bonus dari perjalanan seru ini adalah pemandangan hijau yang indah, hawa pengunungan yang sejuk serta udara yang segar.

 

Akhirnya gue tiba di lokasi Situs Makam Jerman Arca Domas. Tempatnya teduh banget, karena di antara pepohonan cemara yang tinggi menjulang serta pohon - pohon beringin. Kesan seram ? Ngga ada.....karena suasana lokasinya yang asri, sepi dan tenang.

Jika mengikuti jalan setapaknya, pengunjung akan disambut oleh sebuah tugu peringatan bercat putih, yaitu tugu peringatan bagi para tentara Jerman yang telah gugur. Masuk lebih ke tengah, gue melihat makam ini dibagi menjadi 3 bagian. Pertama, dua makam jasad tak dikenal yang pada batu nisannya yang berbentuk salib besi terukir tulisan : Unbekannt (tak dikenal)

 

Lalu dengan melalui beberapa anak tangga saja, bagian berikutnya adalah delapan makam tentara Jerman lainnya yang pada batu nisannya tertulis nama, pangkat, tanggal lahir serta tanggal kematiannya. Kesepuluh jasad yang terkubur di sini adalah anggota Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) dari armada kapal selam (U-Boat). Jerman, yang merupakan sekutu Jepang, kembali masuk ke Indonesia setelah Jepang menaklukkan Belanda di tahun 1943. Ini adalah hal yang gue belum pernah tahu sebelumnya....sejauh ingatan gue ketika mempelajari sejarah sepanjang masa sekolah dulu, rasanya gue cuma ingat 'Belanda' dan 'Jepang' sebagai negara - negara yang pernah masuk dan menduduki Indonesia pada masa - masa perjuangan kemerdekaan.

 

Pada bagian ketiga, tepatnya di posisi tengah, terdapat sebuah monumen bertuliskan "Dem Tapferen, Deutsch-Ostasiatischen Geschwader, 1914″, dan pada bagian bawahnya : "Errichtet von Emil und Theodor Helfferich, 1926″. Artinya : Untuk para awak Armada Jerman Asia Tenggara yang pemberani 1914. Dibangun oleh Emil dan Theodor Helfferich, 1926.


Emil & Theodor Helfferich adalah dua bersaudara yang mendirikan monumen ini untuk mengenang tentara Angkatan Laut Jerman yang tewas ketika Perang Dunia I. Monumen ini dibangun pada tahun 1926, tepatnya ketika kapal penjelajah Jerman "Hamburg" datang ke pulau Jawa. Hellfferich bersaudara membeli tanah di kawasan ini dan menjadikannya perkebunan teh. 

Di sisi kiri monumen terdapat sebuah patung Ganesya dan di kanan terdapat patung Buddha. Keduanya dibangun untuk menghormati agama tua yang ada di Jawa.

 

Pemakaman ini juga semakin 'dipercantik' dengan hadirnya pepohonan kamboja yang memberikan kesan teduh dan warna yang kontras di tengah - tengah pepohonan hijau yang mengelilingi pemakaman.

Gue dan Ony tinggal beberapa saat di sana, menikmati ketenangan dan keindahan pemakaman yang kaya nilai sejarah tersebut. Setelah puas berkeliling di area seluas 300 meter itu, gue pun meninggalkan lokasi dengan menumpang ojek yang masih menunggu dengan setia.