I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, February 16, 2015

Hari Kedua : Bertemu Sadhu Kathmandu

'Peace'
Petualangan gue di hari kedua ini dimulai dengan pencarian paket city tour Kathmandu, di sepanjang jalan Thamel. Di sini memang terdapat banyak tour agent / operator yang menyediakan paket tour mulai dari city tour Kathmandu, sampai paket tour ke Tibet dan Bhutan segala. Alasan mencari paket tour adalah karena gue nyaris ngga melihat adanya transportasi umum di sini selain taksi. Dan setelah tiba di Kathmandu gue sadar bahwa lokasi - lokasi wisata di Kathmandu, selain Kathmandu Durbar Square, jaraknya jauh dari Thamel. Demi menghemat waktu dan uang, gue memilih cari paket tour.

Singkatnya, pagi itu gue menemukan tour agent bernama Oxford yang lokasinya ngga jauh dari Happily Ever After hostel. Agent ini menawarkan paket 1 day city tour ke Boudanath, Pashupatinath, Budhanilkantha, Swoyambhunath dan Kathmandu Durbar Square dengan harga super ekonomis : Rs 800 saja (1 Rs atau Nepali Rupee = 130 Rupiah).

Berhubung gue diminta untuk kembali ke kantor Oxford jam 10 paginya, maka gue melewatkan pagi itu mengunjungi Garden of Dreams yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari hostel. Garden of Dreams ini...bagaikan secuil oase di tengah kepadatan kota Kathmandu. Menurut gue Kathmandu, terlebih yang gue lihat dari kawasan Thamelnya, sangat padat (baik oleh penduduk dan bangunan), agak tandus, dan di beberapa area gue perhatiin kebersihannya kurang terjaga. Dan Garden of Dreams menawarkan keindahan taman dan bangunan bergaya neo klasik yang menyajikan pemandangan nan hijau, asri dan udara segar.

Garden of Dreams
Namun yang bikin bingung dan menurut gue sangat disayangkan, beberapa bangunan cantik dari tempat yang dibangun sejak tahun 1920 ini justru digunakan sebagai kafe dan restaurant. Gue kurang setuju kalo ada tempat - tempat bersejarah dan indah dikomersialkan kayak gitu. Just my thought...

Ayunan unik ala Garden of Dreams
A piece of tranquility


Puas di area Garden of Dreams yang ngga terlalu luas itu, gue menuju kantor Oxford. Di sana gue menunggu sampai sekitar 30 menitan hingga akhirnya salah seorang staff Oxford mengantar gue ke suatu sudut Thamel, dan berhenti tepat di pinggir jalan. Kata si staff gue harus menunggu mobil tour di situ. Gue terbengong. Tadi gue udah nunggu di kantor Oxford, lalu sekarang gue nunggu lagi. Mending gue nunggu di kantor Oxford sekalian dari pada di pinggir jalan begini.

Ngga beberapa lama kemudian datanglah sebuah minibus yang mirip mobil Elf (kalau di Indonesia) yang kondisinya udah ngga bagus - bagus amat, dan penuh dengan penumpang lainnya. Di dalam mobil ada seorang ibu muda dengan bayinya, seorang perempuan muda lainnya yang ternyata adalah tour guide dan sisanya para lelaki. Karena semua penumpang tersebut tampak seperti warga lokal, gue jadi bingung apakah gue masuk ke bus yang benar, karena gue pikir kalo mereka warga lokal ngapain juga mereka ikutan city tour ? Lagian, gue masih antara percaya ngga percaya, karena kondisi mobilnya yang butut gitu.

Ternyata benar adanya, itulah bus yang akan mengantar gue mengeksplorasi kota Kathmandu seharian ini. Dalam hati gue menertawakan diri sendiri, karena bisa - bisanya gue sempat berharap diantar dengan bus eksklusif, bagus dan nyaman, padahal cuma membayar paket seharga Rs 800. Namun ngga berapa lama, gue mulai menikmati perjalanan tersebut. Mengenai kondisi mobil, berhubung cuaca Kathmandu dingin dan sejuk, gue tetap merasa nyaman di dalam bus butut ini.

Bus Tour
Tujuan pertama adalah ke sebuah kuil Hindu yang paling disucikan di Nepal, Pasupatinath. Kuil ini terletak di pinggir sungai Bagmati. Untuk memasuki lokasinya gue harus membayar sebesar Rs 1,000. Yang bikin sedih adalah karena gue ngga diijinkan masuk ke area utama dari kuil yang sangat luas ini, berhubung gue bukan penganut Hindu. Rasa sedihnya tuh....setinggi langit sedalam samudra.

Gue selalu senang mengunjungi kuil Hindu dan Buddha, baik yang di ada di negeri sendiri maupun di negeri - negeri yang pernah gue singgahi. Biasanya gue diperbolehkan masuk ke dalam kuil. Sebenarnya gue sangat mengerti jika kuil atau tempat ibadah manapun menerapkan aturan ketat mengenai tamu yang boleh dan ngga boleh masuk ke dalamnya, sehubungan dengan hal kesuciannya. Di mata gue, agama (Hindu) seakan - akan identitas utama Nepal. Gue terlalu bersemangat untuk menikmati keindahan pesona "kepercayaan" Hindu di negeri ini. Dan larangan untuk gue ngga boleh melihat dari dekat beberapa keindahan itu, bikin gue sedih bukan kepalang.

Begitu memasuki pintu utama kuil, tepatnya di sebelah loket penjualan tiket masuk, gue dihentikan oleh seorang lelaki, yang mengingatkan gue untuk membeli tiket masuk. Si lelaki yang entah siapa namanya ini berbicara demikian meyakinkan seakan - akan dia adalah staff kuil atau petugas loket, atau semacamnya. Setelah membeli tiket masuk, tanpa diminta, si lelaki ini pun mengantar ke pintu masuk bagi orang - orang bukan Hindu yang ngga boleh masuk ke pintu utama.

Dan si lelaki tak diundang ini terus mengikuti. Insting gue bilang, kalo lelaki ini pastilah seorang tour guide, dan gue sudah terjebak. Gue berusaha cuek, tapi sulit juga....karena kuil ini murni tempat ritual keagamaan, bukan wisata. Jadi tanpa ditemani oleh seorang (lokal) yang mengenal area ini serta aturan - aturan yang berlaku di dalamnya, gue bingung juga. Di awal kunjungan, si lelaki ini mengantarkan gue ke lokasi yang...entah gimana menggambarkannya....sepanjang sejarah gue tertarik untuk mengenal budaya dan kepercayaan Hindu, mungkin ini adalah momen paling anti mainsteam, yaitu menyaksikan ritual pembakaran mayat, dan diawali dengan persiapannya, salah satunya memandikan mayat, yang siang itu dilakukan di sungai Bagmati. Awesome....! Dear Nyonya Sitanggang alias Mama....putrimu yang panjang kaki ini dan super dupper aneh ini...yang doyan mengunjungi makam - makam ini...kali ini mendapat kesempatan spektakuler sensational luar biasa untuk melihat pemandian dan pembakaran mayat. Dahsyat !

Pasupatinath Temple
  
Elderly Home
Proses Pemandian Mayat
Tempat pembakaran mayat

"Tempat" menarik lainnya yang ditunjukkan oleh si lelaki tour guide tak diundang ini adalah sebuah kuil dimana 3 orang sadhu sedang duduk. Ketika melihat ketiganya, perasaaan gue langsung campuk aduk : deg-degan, sedikit takut, dan senang bukan main. Penampilan wajah para sadhu seperti dicat warna - warni gitu, didominasi warna kuning ala kunyit...dan rambutnya....Oh my God...panjang dan gimbal. Entah siapa yang duluan punya gaya rambut kayak gitu, tapi kayaknya orang - orang bergaya rasta sekalipun kalah keren dari para sadhu ini. 

Yang bikin senang ? Pas di pesawat tujuan Kuala Lumpur - Kathmandu, gue sempat baca majalah Travel 3Sixty dengan sampul depannya adalah foto tiga orang sadhu Nepal! Dan majalah Travel 3Sixty edisi kali ini membahas soal Nepal...kebetulan yang keren banget khan ? Mendapat kesempatan untuk berfoto bersama para sadhu ini bikin gue senang bukan main sampe pengen loncat - loncat dan guling - guling di tanah, walaupun banyak kotoran merpati dan anjing di situ.

Ketika hendak difoto kedua sadhu yang duduk di sebelah kanan gue menunjukkan semacam mudra dengan jari mereka dan gue sempat mendengar mereka mengatakan "peace". Sementara sadhu satunya lagi yang duduk di sebelah kiri meletakkan telapak tangannya di kepala belakang gue sambil membisikkan sesuatu yang gue asumsiin mungkin doa. Lalu, ceklekkk!! Itu adalah salah satu foto kesayangan gue sepanjang masa yang entah kenapa kegirangan mendapatkannya masih gue rasakan sampai sekarang.

Para sadhu, yang sering disebut juga Baba, dalam kepercayaan umat Hindu dianggap sebagai orang suci. Mereka ada para pertapa yang mengasingkan diri dan meninggalkan kehidupan duniawi mereka dan mengisi hidup dengan melakukan meditasi baik di gua - gua, hutan, maupun kuil. Melihat belahan dunia lain, dan bertemu dengan sosok - sosok 'ngga biasa' seperti mereka, dengan rutinitas dan filosofi hidup, bahkan jalan kehidupan yang mereka pilih, yang berbeda total dengan apa yang gue miliki, adalah 'kenikmatan' dari traveling yang sesungguhnya. Inilah salah satu esensi dari traveling (dalam kamus gue), yaitu melihat betapa 'warna - warninya' dunia, terlebih manusia yang menumpang hidup di dalamnya.

Setelah mengunjungi beberapa kuil dan tempat lainnya dalam area kuil Pasupatinath, gue pun bermaksud untuk meninggalkan lokasi dan kembali ke bus. Tentunya ini saatnya untuk 'berpisah' dengan si lelaki tour guide tak diundang ini...Gue memberikan USD 5 ke si lelaki ini. Meskipun gue ngga suka dengan caranya di awal yang terkesan memaksakan turis (yaitu gue) untuk menggunakan jasanya karena gue ngga tahu apa - apa, namun gue harus berterima kasih juga ke dia karena sudah menunjukkan sebagian sisi dari kuil ini dengan cerita panjang lebarnya dan terlebih telah membawa gue pada ketiga sadhu yang gue kagumi itu.

Setelah itu gue kembali ke bus dan bertemu dengan peserta lainnya. Oya...dalam perjalanan hari itu gue akhirnya tahu bahwa para peserta tour itu adalah turis - turis dari India dan Bangladesh.

Boudanath
Prayer Wheel
 
Tujuan berikutnya adalah Boudanath, yang merupakan kuil Buddha yang memiliki stupa terbesar di Nepal, dan merupakan pusat kebudayaan Tibet di Nepal. Untuk masuk ke kawasan Boudanath gue harus membayar Rs 250. Keasyikan disini, selain bisa mengelilingi stupanya, juga bisa masuk dan menaiki stupa dan melihat dari dekat puncak stupa. Di keempat sisi puncak stupa itu gue bisa melihat lukisan mata dengan tatapan misterius dan penuh makna, seakan - akan memandang lurus dan tajam kepada siapapun yang sedang memandangnya. 

Berikutnya, group tour dibawa menuju kuil Budhanilkantha di bukit Shivapuri, yang disebut juga kuil Narayanthan. Di sini terdapat patung Dewa Wisnu (Narayan) berukuran 5 meter berbaring di atas sebuah kolam. Di sini kesedihan kembali menimpa, karena lagi - lagi gue ngga diijinkan masuk ke area kolam dimaksud, karena hanya penganut Hindu yang diperbolehkan mendekat ke patung tersebut. Jadi gue cuma bisa melihat dan memotret patung Dewa Wisnu dari kejauhan.
 
Patung Dewa Wisnu
 


Dari kuil Budhanilkanth, group tour dibawa menuju ke sebuah rumah makan alakadar yang menyajikan makanan - makanan khas lokal. Gue, yang kehilangan napsu makan, ngga memesan apapun...Ini adalah kondisi dimana gue terlalu kaget untuk 'bertemu' jenis - jenis makanan baru, baik dari bahan - bahannya, bumbu - bumbunya dan cara pengolahannya, yang menghasilkan makanan yang baik secara tampilan, aroma bahkan bentuknya terlalu jauh berbeda dari makanan yang biasa gue konsumsi alias benar - benar asing buat gue....sampai - sampai gue ngga ada ketertarikan untuk mencoba atau mencicipinya. Dalam kondisi begini, rasanya gue malu punya blog bernama "akucintamakan" karena sebenarnya gue ngga semudah itu untuk tertarik makan, terlebih jika itu makanan - makanan asing yang baru gue kenal. 

Tapi paling ngga, disini gue mendapat hiburan yaitu melihat langsung cara membuat roti prata yang tersohor itu, dengan cara yang paling tradisional yang gue pernah lihat. Selain itu gue juga ketularan 'kenyang' demi melihat orang - orang dalam group tour ini yang makan dengan lahapnya, dengan gaya spontan dan khas, pake tangan, jilat sana jilat sini, sesekali diselingi mengelap keringat akibat keseruan acara makan itu bak pertempuran aja, trus sesekali memanggil - manggil pemilik rumah makan untuk menambah porsi. Di saat mereka makan, ngga ada sedetikpun kesunyian. Karena sesibuk apapun mereka dengan makanan masing - masing, mereka juga asyik mengobrol satu dengan lainnya. Entah apalah yang mereka bahas dengan semangat berapi - api begitu. Mungkin mengenai kesan - kesan mereka mengunjungi kuil - kuil tadi ? Entahlah....Yang jelas, ngiri banget gue ngelihatnya!
Lepas dari makan siang, berikutnya group tour dibawa ke Swoyambhunath atau sering disebut Monkey Temple dan tujuan akhir adalah ke Kathmandu Durbar Square. Begitu tiba di Kathmandu Durbar Square, gue berpisah dari group tour, karena lokasinya udah dekat dengan hostel. Gue sempat berkeliling di Kathmandu Durbar Square beberapa saat, dan menjelang gelap gue melesat menuju hostel. Dan seperti malam sebelumnya, gue kembali kesasar dan lupa arah pulang. Tips untuk menyelamatkan diri ketika tersesat di Thamel adalah membawa kartu nama hostel. Jadi ketika tersesat, gue bertanya ke orang yang gue temui dan menyodorkan kartu nama hostel, dan mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk menunjukkan arah ke gue.





Keluarga kecil bahagia sejahtera
Kathmandu dilihat dari puncak Swoyambhunath Temple

Stupa Swoyambhunath
Malam itu gue sempat membeli buah - buahan, apel dan jeruk, yang harganya sangat terjangkau, bahkan lebih murah dari di Jakarta. Gue pun menikmati makanan pengganjal perut ini di dapur hostel. Ketika waktunya tidur, gue turun ke kamar, dan memulai ritual sama seperti malam sebelumnya: tidak mandi dan hanya membersihkan muka dan gosok gigi, menambah kaos yang gue pakai, memakai kaos kaki, jaket, bahkan syal. 

Begitu gue cek handphone, seperti yang udah gue duga, ada sms dari Mama dan Carol yang sedang menanti kabar dari gue. Seharian ini gue emang belum mengirim satupun sms ke Mama. 

Gue segera mengirimkan sms ke Mama. Berita paling menenangkan buat Mama ketika gue sedang bekpekeran kemana pun adalah, "Ma, Cei udah di kasur dan mau tidur..." Dengan begitu Mama jadi tenang dan bisa tidur, karena yakin anak perempuannya yang panjang nian kakinya ini ngga akan berkeliaran kemanapun lagi hari itu. Mama belum tenang kalau gue sekedar bilang, "Cei udah di hostel...." karena artinya sewaktu - waktu ada kemungkinan gue akan kembali meninggalkan hostel untuk keluyuran entah kemana.

Dan untuk Carol, gue mengirimkan pesan melalui WhatsApp, "Carol, kalo ketemu Mama kasih lihat foto gue yang paling keren dan mutakhir ini. Gue lagi ama pendeta - pendeta Hindu..." dan gue melampirkan foto kebanggaan bersama ketiga orang sadhu itu. Dan secepat kilat Carol membalas, "Serem banget !!!"

No comments :