I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, September 21, 2015

Keluyuran di Tangerang

Gue dan Ony mendadak pengen ke Tangerang karena penasaran untuk mengunjungi Museum Benteng Heritage. Dari dulu gue sering dengar istilah "Cina Benteng", dan bikin penasaran, karena gue memang selalu excited melihat - lihat kawasan pecinan gitu. Begitu pernah secara kebetulan membaca artikel mengenai Museum Benteng Heritage, gue pun langsung memantapkan hati untuk ke sana. Meskipun selama ini gue ngga kenal Tangerang....dan sejujurnya agak malas dan ogah karena bagi gue 'Tangerang' itu jauh banget dan sulit dijangkau.

Kekhawatiran gue lenyap berkat adanya prasarana KRL (Kereta Rel Listrik) Commuter Jabodetabek. Jadi, dari Stasiun Pasar Minggu gue naik KRL Commuter tujuan Tanah Abang terlebih dahulu, turun di Stasiun Duri. Dari Stasiun Duri gue melanjutkan perjalanan dengan KRL Commuter lagi tujuan Tangerang, dan turun di stasiun paling akhir yaitu Stasiun Tangerang. Total perjalanan sekitar 1.5 jam dengan ongkos total Rp. 4,000 saja. Murah dan praktis kan? 

Dari Stasiun Tangerang, gue dan Ony cukup berjalan kaki menuju kawasan Pasar Lama, dimana Museum Benteng Heritage berada. Museumnya benar - benar terletak di tengah sebuah pasar tradisional yang hingga siang itu masih cukup padat oleh masyarakat sekitar dan aktivitasnya yang khas. Lengkap dengan suasana beceknya, aroma - aroma khas dimana aroma ikan, daging, sayur mayur dan keringat pedagang dan pembeli membaur menjadi satu. 

Tiba di Museum, gue pun membeli tiket masuk seharga Rp. 20,000 per orang. Karena saat itu gue tiba sekitar jam 11:30 siang, gue masih harus menunggu sampai waktu tour berikutnya yaitu jam 12:00 siang. Jadi setiap kunjungan ke museum ini harus didampingi oleh pemandu tour, yang akan memandu pengunjung selama tour yang berlangsung kurang lebih 45 menit. Selama tour pengunjung dilarang untuk memotret dan mendokumentasikan dalam bentuk apapun.

Bangunan museumnya berupa rumah bergaya sangat khas oriental, ala rumah - rumah mewah dan luas milik orang - orang kaya Cina di jamannya. Rumah ini mengingatkan gue akan museum - museum dengan konsep serupa yang pernah gue lihat di Penang maupun Melacca. Kalau di Penang gue sempat mengunjungi Pinang Peranakan Mansion dan Blue Mansion (Cheong Fatt Tze Mansion). Kalau di Melacca gue pernah mengunjungi Baba & Nyonya Heritage Museum. 

Yang unik dan terkesan kekinian banget, Benteng Heritage Museum ini diresmikan pada tanggal dan jam cantik, yaitu 11 November 2011 (11-11-2011) tepatnya jam 20:11 (jam 8 malam lewat 11 menit). Seperti pada museum - museum yang pernah gue kunjungi di Penang dan Melacca, daya tarik dari museum ini selain bangunannya yang sangat tua namun tetap kokoh, juga barang - barang peninggalannya yang kuno dan bernilai sejarah tinggi, yang hebatnya masih lestari dan terawat. Paling ngga, berkat Benteng Heritage Museum, masyarakat jaman sekarang (salah satunya gue), masih berkesempatan melihat langsung barang - barang maupun perkakas yang digunakan alias nge-hits puluhan atau bahkan sekian ratus tahun yang lalu. Barang - barang yang disimpan dan dipamerkan di sini misalnya : telepon, alat timbang (umumnya) candu, alat untuk menghisap tembakau, alat hitung, buku - buku, pakaian, perangko, koin, dan lain - lainnya yang berusia kuno.


Selain itu, gue juga sangat menikmati tour di Benteng Heritage Museum karena bisa mendengarkan cerita sejarah masyakat Cina Benteng di Tangerang ini, dari sang pemandu tour siang itu, Desy. Paling ngga, rasa ingin tahu gue selama ini dengan istilah "Cina Benteng" terjawab. Kalau mendengar kata 'Tangerang', rasanya pikiran gue akan langsung teringat sebutan "Cina Benteng"....tanpa gue sendiri mengerti sebenarnya itu sebutan resmi dan wajar, atau semacam nama keren atau bahkan sebutan sinis alias ejekan. Ternyata itu adalah sebutan yang lazim dan sebenarnya ada cerita sejarah di baliknya. Jadi, dahulunya VOC, perusahaan dagang Belanda, membangun benteng di sebelah timur sungai Cisadane. Pada tahun 1682 berdasarkan sebuah perjanjian damai, wilayah yang terletak di antara kota Batavia hingga sebelah timur Cisadane ditetapkan sebagai milik VOC. Pihak VOC pun membangun benteng untuk melindungi dan mempertahankan lahan ini. Dan orang - orang Tionghoalah penduduk pertama yang menempati dan mengolah lahan ini. Dari situlah lahir istilah Cina Benteng.

Benteng Heritage Museum
Pintu masuk museum
Ruang penjualan tiket museum
Oleh - oleh dari Museum
Produksi pabrik kecap tertua di Tangerang : Teng Giok Seng

Dari Benteng Heritage Museum, gue dan Ony tinggal berjalan kaki menuju klenteng Boen Tek Bio di Jalan Bakti (masih di kawasan Pasar Lama), yang merupakan klenteng tertua di Tangerang. Klentengnya ramai dikunjungi oleh warga yang hendak menjalankan ibadah. Bahkan di siang itu ada pasangan pengantin juga. 

Klenteng Boen Tek Bio


Karena sudah kelaparan, gue dan Ony pun berniat mencari makan siang....tadinya pengen nyobain sajian kuliner khas Tangerang : nasi uduk Encim Sukaria...tapi batal karena menurut informasi dari salah satu staff Benteng Heritage Museum, nasi uduk Encim Sukaria sudah akan habis dan tutup sekitar jam 11:00 siang. Artinya, laris banget....Makanan khas Tangerang lainnya adalah laksa. Tapi berhubung laksa bukanlah makanan favorit gue -anehnya, bahkan gue belum pernah sekalipun makan laksa....- maka gue berniat nyari makanan ala mall dan gagal totallah misi wisata kuliner Tangerang kali ini.

Gue pun kembali ke arah stasiun Tangerang dan tepat di seberang bangunan Pendopo, gue naik angkutan umum (warna biru) nomor R03A jurusan Ps. Anyar - Serpong, untuk menuju Mall Tangcity. Di sana gue makan di D'Cost....Selesai makan siang dan ngopi, gue meninggalkan Tangcity untuk mencari 'tujuan wisata' Tangerang lainnya, yaitu Bendungan Pintu Air 10. Dari Tangcity gue menyeberang jalan dan naik angkutan umum RB (warna kuning biru) dan turun di Jembatan Pasar Lama. Dari situ gue menyambung naik angkutan warna biru ungu dan turun tepat di seberang Pintu Air 10. Dinamakan Pintu Air 10 karena bendungan ini memiliki sepuluh pintu air....(informasi paling penting sedunia abad ini!)

Santai di bendungan
Sungai Cisadane
Bendung Pasar Baru Irigasi Cisadane
(Pintu Air 10)
Sebenarnya gue ngga yakin juga kalau bendungan ini adalah tempat wisata. Tapi untuk gue, yang seumur - umur belum pernah menginjakkan kaki di bendungan, cukup bikin semangat dan girang. Ngga banyak yang bisa dilakukan di sini, selain duduk menikmati pemandangan sungai Cisadane yang sore itu nampak tenang sambil mengamati pengunjung lainnya yang asyik memancing ikan. 

Dari Pintu Air 10, gue dan Ony pun kembali ke Stasiun Tangerang. Tapi berhubung masih penasaran, gue kembali ke Klenteng Boen Tek Bio, karena berharap klenteng sudah lebih sepi dan karena masih bertekad menantang Ony untuk mengadu kemampuan bermain caturnya dengan group bapak - bapak usia lanjut yang siang tadi gue perhatian asyik bermain catur. Namun begitu gue tiba di sana, klenteng masih tetap padat, bahkan ada pasangan pengantin lagi sore itu, dan Ony masih enggan bertarung catur dengan group bapak - bapak yang sampai sore itu masih tekun di depan papan caturnya, dengan personel sama dan posisi duduk yang sama pula. 

Akhirnya gue dan Ony pun melangkah kembali ke Stasiun Tangerang untuk bersiap kembali ke kota Jakarta yang gue rindukan *noraks!* Lagi - lagi, Yesus yang maha baik memberikan perjalanan KRL Commuter yang lancar dan nyaman dari Tangerang menuju Pasar Minggu. 

Perjalanan ke Tangerang ini cukup menghapus pandangan skeptis gue mengenai kota ini. Sebelumnya gue berpikir ngga ada yang menarik untuk dikunjungi di sini...(Maaf, warga Tangerang!) Tapi ternyata gue salah...kota ini cukup menyenangkan untuk dijelajahi. Bahkan gue dan Ony masih menyimpan daftar tempat - tempat yang harus dikunjungi di Tangerang yang belum sempat didatangi hari ini. 

Jadi...sampai jumpa lagi, Tangerang !

No comments :