Sore itu, begitu tiba di PKG - TNWK gue langsung diantar oleh dua orang pawang, rekan Pak Dedi, menuju Mahout House, satu - satunya penginapan di dalam kawasan PKG. Mahout berarti : pawang. Harga kamarnya Rp. 250,000 per malam. Kamar berukuran luas, dengan dua buah.....yessss, dua buah kasur ukuran queen bed, kamar mandi di luar, tanpa AC maupun televisi. Perkiraan gue, idealnya satu kamar bisa menampung 6-8 orang. Bisa lebih lagi mungkin...
Gue segera mandi karena ngga sabar pengen menjelajah di kawasan PKG dan melihat - lihat teman-teman gajah yang ada di sini. Saat itu beberapa kamar yang ada di Mahout House ini terisi oleh para mahasiswa IPB (Bogor) yang pernah menjalankan masa PKL di sini dan hendak bernostalgia demi kecintaan mereka pada para gajah di PKG ini. Selain itu ada juga sekelompok anggota Mapala Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) yang sepertinya sedang melakukan observasi.
Rasanya senang banget berada di antara orang - orang yang menyukai gajah juga. Begini, gue sudah merasakan perjuangan cukup melelahkan untuk tiba di sini, jadi gue asumsikan siapapun yang mau bersusah payah ke sini, dan berniat menghabiskan waktu di sini hingga bermalam segala, pasti mereka penggemar dan penyayang gajah juga. Group mahasiswa IPB menempuh perjalanan dengan mobil pribadi dari Bogor ke sini. Group mahasiswa UGM menggunakan transportasi umum (bus dan kapal ferry) dari Yogyakarta. 'Perjuangan' mereka untuk bertemu dengan keluarga gajah di PKG - TNWK ini bikin perjalanan panjang yang harus gue tempuh dari subuh tadi ngga seberapa.
Rasanya senang banget berada di antara orang - orang yang menyukai gajah juga. Begini, gue sudah merasakan perjuangan cukup melelahkan untuk tiba di sini, jadi gue asumsikan siapapun yang mau bersusah payah ke sini, dan berniat menghabiskan waktu di sini hingga bermalam segala, pasti mereka penggemar dan penyayang gajah juga. Group mahasiswa IPB menempuh perjalanan dengan mobil pribadi dari Bogor ke sini. Group mahasiswa UGM menggunakan transportasi umum (bus dan kapal ferry) dari Yogyakarta. 'Perjuangan' mereka untuk bertemu dengan keluarga gajah di PKG - TNWK ini bikin perjalanan panjang yang harus gue tempuh dari subuh tadi ngga seberapa.
Gue sering merasa risih dengan tanggapan pertama kebanyakan orang setiap kali mendengar keinginan gue untuk bertemu keluarga gajah hingga ke PKG ini. Terkesan menyepelekan dan mengganggap keinginan tersebut konyol. Kalau mau lihat gajah ngapain ke Way Kambas segala, kenapa ngga ke Bonbin Ragunan atau Taman Safari aja....atau, Okay, loe suka gajah...trus jauh - jauh ke Way Kambas cuma buat liatin gajah doang ? Ngga ada yang lain ? Worthed tuh ? Ngga bosen ?....atau, mengaitkan kesukaan dan minat gue akan gajah dengan body gue yang tambun ini....Well at least gue tahu apa yang gue inginkan, dan tahu serta persisten untuk mewujudkannya, dan gue sangat menikmati serta happy ketika apa yang gue impikan bisa terwujud. Biasanya yang berkomentar garing adalah orang - orang yang kurang piknik nampaknya.
Sore itu gue dan Ony menikmati waktu dengan berjalan kaki sekitar area PKG, termasuk mampir ke Rumah Sakit Gajah. Baru kali ini lihat rumah sakit khusus gajah. Mentang - mentang pasiennya adalah gajah, rumah sakitnya lumayan luas dengan ketinggian atap menjulang. Di sela - sela kegiatan berjalan kaki ini, sejauh mata memandang, kedua mata gue dimanjakan dengan sosok - sosok tambun para gajah di seluruh area PKG yang berupa kawasan padang rumput dan ilalang. Ada juga gajah - gajah yang sedang ditunggangi oleh pawang masing - masing. Yang menyenangkan lagi, para pawang di sini bersikap sangat ramah dan sangat kekeluargaan kepada para pengunjung yang mendekat dan hendak mengobrol.
Sekitar jam 17:00 sore, gue dan Ony pun menikmati safari sore bersama salah satu pawang dengan menunggang seekor gajah bernama Agam yang katanya adalah gajah dengan ukuran paling besar di PKG - TNWK ini, dengan ciri khas sepasang gading yang ngga simetris. Safarinya seru banget, karena rutenya jauh dan menantang, bahkan sampai ke tengah kawasan dengan semak - semak tinggi. Udah gitu berhubung gajah adalah hewan yang senang makan dan selalu ingin makan (kayak gue), jadi tanpa ragu-ragu Agam melangkah kemana pun ia bisa menikmati tumbuh - tumbuhan yang ingin dilahapnya. Terkadang di tengah hamparan ilalang tinggi, Agam memilih berhenti sejenak untuk menikmati kesibukan makannya. Pokoknya kegiatan safari gue sore itu sangat menghibur dan menyenangkan.
Untuk melengkapi kesenangan sore ini, Agam melewati rute - rute terjal, menanjak dan menurun, bahkan melintas sebuah sungai kecil. Setiap kali Agam berjalan menurun dan mendaki, sensasi yang gue rasakan kayak berada di atas wahana Kora - Kora di Dunia Fantasi (Ancol) aja. Bersafari sore berasa ajang uji adrenalin buat gue. Pasalnya gue kan sedikit takut dengan ketinggian. Dan duduk di punggung gajah setinggi 2 meter lebih, yang hanya dilapisi busa tipis, sensasinya tuh sulit digambarkan dengan kata-kata.
Untuk melengkapi kesenangan sore ini, Agam melewati rute - rute terjal, menanjak dan menurun, bahkan melintas sebuah sungai kecil. Setiap kali Agam berjalan menurun dan mendaki, sensasi yang gue rasakan kayak berada di atas wahana Kora - Kora di Dunia Fantasi (Ancol) aja. Bersafari sore berasa ajang uji adrenalin buat gue. Pasalnya gue kan sedikit takut dengan ketinggian. Dan duduk di punggung gajah setinggi 2 meter lebih, yang hanya dilapisi busa tipis, sensasinya tuh sulit digambarkan dengan kata-kata.
Ketika safari selesai, Pak Dedi mengajak gue ke salah satu kandang gajah. Di sini 'kandang' bukanlah suatu tempat tertutup dengan tembok atau dinding. Kandang tetap berupa padang rumput di mana sekawanan gajah tetap leluasa bergerak dan menikmati acara makan rumput. Di sini gue asyik bermain dengan dua ekor bayi gajah yang berusia sekitar 3 bulan. Bayi gajah tuh lucu dan menggemaskan, karena seperti manusia, mereka memiliki keinginan kuat untuk bermain - main, termasuk dengan manusia. Permainannya sederhana, bayi gajah akan mengejar orang - orang di sekitar, lalu berusaha menyeruduk bagaikan seekor banteng. Meskipun masih bayi, tenaga mereka dahsyat dan pasti akan membuat orang yang tidak waspada jatuh terjungkal. Untuk meladeni keisengan para bayi gajah ini, gue dan Ony akan sekuat tenaga mendorong mereka agar menjauh. Jika sudah kehabisan tenaga, yang bisa gue lakukan adalah melarikan diri.
Jika jurus ini tidak berhasil, bayi gajah akan mengejar dan kemudian membelakangi orang tersebut, lalu melepaskan gaya pamungkasnya, yaitu menendang dengan kedua kaki belakangnya, bergantian yang kiri dan kanan. Sejak kunjungan gue ke PKG - TMWK beberapa tahun lalu dan bertemu bayi - bayi gajah saat itu, pola permainan dan keisengan mereka sama adanya.
Bayi gajah, jika sudah kelelahan dan sedang tidak ada 'partner' bermain, akan merebahkan badannya di tanah untuk tidur dan beristirahat. Menggemaskan bangettt... Tapi begitu didekati, si bayi, dengan badannya yang tambun, akan segera bangkit dengan lincahnya, siap bermain kejar, seruduk dan tendang lagi.
Bayi gajah, jika sudah kelelahan dan sedang tidak ada 'partner' bermain, akan merebahkan badannya di tanah untuk tidur dan beristirahat. Menggemaskan bangettt... Tapi begitu didekati, si bayi, dengan badannya yang tambun, akan segera bangkit dengan lincahnya, siap bermain kejar, seruduk dan tendang lagi.
Sore itu Pak Dedi juga mengantarkan gue mengunjungi Queen. Queen adalah bayi gajah yang gue lihat saat kunjungan gue terakhir ke sini sekitar empat tahun lalu. Saat itu Queen masih berusia beberapa bulan, dan gue berkesempatan untuk bermain - main dengannya. Bertemu Queen lagi setelah sekian lama, menimbulkan rasa haru...rasa yang sama ketika bertemu teman lama yang sudah beberapa saat tak jumpa. Kini Queen adalah gajah remaja yang sudah dilatih dan bergabung dalam atraksi gajah. Jika ungkapan yang mengatakan 'gajah tak pernah lupa' itu benar adanya, berarti Queen mungkin masih ingat gue saat ini.
Sebagai ungkapan kebahagiaan gue dapat bertemu kembali dengan teman raksasa ini, gue memberikan beberapa buah wortel kepada Queen. Salah satu persiapan gue dan Ony sebelum ke PKG - TNWK ini adalah membeli sekitar 2 kilogram wortel segar di Pasar Depok yang akan gue berdua berikan sebagai cemilan bagi teman - teman gajah di sini. Thanks to suami, Ony, yang sudah ikhlas bersemangat memanggul beban wortel di ranselnya sejak perjalanan dari rumah subuh tadi.
Queen, 4 tahun silam |
Ketika langit gelap, gue dan para pawang pun kembali ke Mahout House. Di situ gue dan Ony baru sadar bahwa gue berdua ngga punya bekal makan malam maupun air mineral. Padahal warung - warung makanan di dalam kawasan PKG udah pada tutup, dan kawasan PKG ini bisa dibilang terisolir dan jauh dari mana pun. Pak Dedi dan pawang lainnya dengan semangat menawarkan makan malam bersama di pos pawang. Salah satu pawang sedang sibuk memasak menyiapkan ayam sebagai menu makan malam. Selagi menunggu hidangan siap, gue dan Ony bersih - bersih diri. Ngga beberapa lama, seorang pawang mengetuk pintu kamar untuk mengajak makan malam bersama.
Di pos pawang, dengan dapur yang kondisinya sangat sederhana karena berada di alam terbuka, gue dan Ony menikmati makan malam berupa hidangan nasi dan ayam yang sangat lezat rasanya. Gue dan Ony pun menikmati berinteraksi, mengobrol dan tertawa bareng, dengan para pawang di sebuah pos sederhana yang menghadap kandang gajah tersebut, di bawah langit gelap. Saat itu listrik padam, dan sepertinya hal tersebut adalah sesuatu yang biasa dan rutin terjadi di sini. Rasanya menyenangkan banget bisa menikmati kebahagiaan berbungkus kesederhanaan dan kebersamaan kayak gini.
Ketika malam semakin larut dan listrik sudah kembali menyala, gue dan Ony kembali ke kamar untuk beristirahat, menyiapkan tenaga untuk hari esok yang pasti akan lebih seru.
3 comments :
wah safari tour gajahnya udah bisa lagi ya kak ?
boleh tau biaya nya berapa ya kak sekarang kalau safari tour gajahnya ?
wah safari tour gajahnya udah bisa lagi ya kak
boleh tau gak ya kak biaya safari tour gajahnya berapa ?
Hi Wahyu,
Saya 2x ikutan safari. Pertama biayanya Rp. 500rb (2 org) trus besoknya safari lg Rp. 300rb (org).
Post a Comment