I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Friday, April 18, 2014

(GPIB) Immanuel : Allah Beserta Kita!

GPIB Immanuel
Sebenarnya udah lama banget pengen ibadah di GPIB Immanuel, di Jalan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, tepatnya di seberang Stasiun Gambir. Setiap kali melintas di Jalan Merdeka, pasti mata gue menyempatkan untuk memandang ke bangunan yang kokoh ini. Ini adalah salah satu gereja tua dan bersejarah di Jakarta. GPIB Immanuel dibangun tahun 1834, dan saat itu diberi nama "Williemskerk" untuk menghormati Raja Willem I. Saat ini dikenal sebagai GPIB Immanuel, nama yang sama indahnya dengan bangunannya, artinya : Allah Beserta Kita.

Rasa penasaran gue akan gereja ini, menjadi salah satu pemicu mengapa gue belakangan pengen mengunjungi gereja - gereja tua yang ada di Jakarta. Selain indah bangunannya, gue menghargai gereja - gereja ini karena cerita sejarah yang dimiliki. 

Bermodal rasa penasaran dan kagum, pagi ini gue membulatkan tekad untuk mengikuti ibadah Jumat Agung di gereja ini. Gue pun berangkat lumayan pagi, karena jadwal kebaktian bahasa Indonesia adalah jam 6 dan jam 8 pagi (kebanyakan GPIB kebaktian di jam 9 pagi). Gue naik kereta tujuan Jakarta Kota, dan turun di Stasiun Gondangdia. Dari situ gue naik bus Kopaja P20 dan turun tepat di stasiun Gambir, di seberang gereja.

Kubah Gereja
Begitu memasuki gedung gereja, mata gue langsung tertuju pada kubah tepat di tengah gereja. Gue belum pernah berada di bawah kubah setinggi dan semegah itu. Kubah itu menjadi sumber masuknya cahaya ke dalam gereja. Yang unik lagi, gerejanya nyaris berbentuk bundar, dan susunan bangku jemaat mengikuti bentuk dome gereja ini. Bangku kayu yang dibuat melingkar mengikuti bentuk bangunan gereja itu, kembali membuat gue terpana saking kagumnya, karena bentuknya yang gak biasa. 

Orgel
Ibadah diiringi dengan orgel yang ada di lantai atas gereja. Terharu...akhirnya bisa dengar suara orgel. Orgel di gereja ini adalah buatan tahun 1843 namun kondisinya masih prima untuk digunakan. Mengikuti ibadah diiringi dengan alunan orgel rasanya menimbulkan sensasi berbeda. Seperti masuk ke mesin waktu, ke masa sangat lampau yang gue sendiri ngga kenal. Musiknya begitu konservatif dan ketika orgel itu dimainkan di bangunan semegah ini, menimbulkan kesan syahdu dan agung.
Senang rasanya bisa merayakan Jumat Agung dan mengikuti Perjamuan Kudus di dalam gereja ini. Ada yang unik, yaitu saat Perjamuan Kudus dilakukan, ternyata jemaat meminum anggur dari cawan yang sama secara bergantian. Awalnya gue terkaget - kaget, bayangkan 4 cawan akan digunakan oleh sekitar 40 orang yang duduk di meja perjamuan. Pikir gue, apakah tidak ada yang memikirkan faktor kebersihan dan kesehatan ?

Simbol Jumat Agung : salib & mahkota duri
Mendekati giliran gue untuk maju ke meja perjamuan rasa 'herannya' belum hilang. Sejak pertama kali gue mengikuti perjamuan kudus yaitu setelah gue menerima pemberkatan sidi (jaman dahulu kala), cara pembagian anggurnya selalu sama, yaitu diberikan dengan gelas plastik kecil kepada masing - masing jemaat. Namun yang ada di hadapan gue saat itu, cawan perak dioper dari satu jemaat ke jemaat berikutnya.

Pintu Utama
Gue pun melangkah pasrah ke meja perjamuan, duduk, lalu mengambil roti yang dibagikan, dan memakannya. Kemudian Bapak Pendeta menaikkan cawan anggur dan berkata "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku". Seketika gue buang jauh - jauh kekhawatiran gue. Dan sekonyong - konyong gue menyadari, ngga semua hal harus dicerna dengan logika manusia yang kadang menjurus pada sikap egois dan sombong seperti yang tadi gue rasakan. Kesakralan dan arti dari perjamuan kudus ini ngga seharusnya di"ganggu" oleh pikiran - pikiran negatif, salah satunya kekhawatiran gue tadi. Lagian, adalah kewajiban gue sebagai jemaat pendatang untuk menghormati dan mengikuti tata ibadah setiap gereja yang gue datangi dengan tertib.

Setelah ibadah selesai dan umat meninggalkan gereja, gue tetap di dalam. Mata gue masih belum lelah mengamati karya seni luar biasa yang ada di hadapan gue. Bahkan gue sempat menaiki tangga melingkar dan mendekat ke ruang orgel, sekalian memandangi jendela - jendela besar dan pilar - pilar kokoh yang menopang gereja.

Rasanya berat banget melangkahkan kaki keluar dari gedung gereja, namun apa daya, kebaktian berikutnya (bahasa Belanda) sudah dimulai dan jemaat sudah memasuki gereja. Gue pun meninggalkan gereja dan dengan perasaan campur aduk. Rasa bahagia karena bisa mendapatkan kesempatan menginjakkan kaki ke rumah-Nya yang agung dan indah.

2 comments :

Unknown said...

Hey Cherry, sepertinya kita punya minat yg sama ttg kekaguman pada nuansa gereja tua. Saya juga sudah lama ingin kebaktian di Immanuel tapi belum kesampaian. Cherry punya info jadwal kebaktian minggu di jam berapa saja dan pasa kebaktian jam berapa orgel digunakan?

Cherry Sitanggang said...

Hi Tristan...seingat saya kalo yg ibadah bahasa Indonesia hanya di jam 8 pagi. Setelahnya, jam 10 pagi ibadah bahasa Belanda. Di jam 8 itu pake orgel.