Beberapa waktu yang lalu gue pernah baca di internet beberapa tulisan mengenai Mausoleum Van Motman....yang katanya, berlokasi di Bogor. Setelah baca dan lihat beberapa fotonya, gue langsung mencetuskan keinginan, "Gue harus kesana !" Gue emang paling seneng dan bersemangat mengeksplorasi situs - situs tua yang memiliki nilai sejarah. Meskipun belum ada gambaran sama sekali dimana lokasi tepatnya dan bagaimana mencapainya (udah beberapa kali cari di google namun ngga ada yang kasih informasi detail cara ke sana, khususnya dengan kendaraan umum), tapi tempat ini langsung ada di jajaran atas target petualangan gue. Apalagi nyaris tiap hari Minggu gue ke Bogor, jadi gue super bersemangat kalo denger ada lokasi - lokasi baru yang harus gue cari dan kunjungi.
Satu - satunya petunjuk yang gue miliki
adalah "Dramaga", karena Mausoleum ini, yang merupakan area pemakaman
keluarga, adalah milik bekas tuan tanah bernama Gerrit Willem Casimir
Van Motman, seorang berdarah Belanda yang datang ke Batavia sebagai
pekerja VOC sekitar abad 18, dan memiliki banyak lahan perkebunan di
Bogor, salah satunya Dramaga. Ini menjadi titik terang buat gue. Setahu
gue, Dramaga adalah daerah dimana terletak kampus Institut Pertanian
Bogor. Jadi, gue akan fokuskan pencarian gue ke sana. Dari tulisan
lainnya gue memperoleh petunjuk lain : Mausoleum terletak 20 km dari
Dramaga. Tepatnya di Kampung Pilar, Desa Sibanteng,
Kecamatan Leuwisadeng. Hmmm...gue jadi bingung. Di mana pula nih ? Kok
ada "desa" segala ? Rasanya gue baru pertama kali dengar nama daerahnya.
Lokasi Mausoleum bisa ditempuh dengan naik commuter line sampai stasiun Bogor. Dari
Stasiun naik angkot 02 jurusan Sukasari - Bubulak, dan turun di Bubulak.
Dari situ gue lanjut naik angkot berwarna biru jurusan Bogor - Jasinga.
Perjalanan dengan angkot yang terakhir ini rasanya panjang tiada akhir.
Selain jaraknya yang jauh, kemacetan di sepanjang jalan juga sangat
memakan waktu. Yang bikin bertambah jauh adalah karena gue ngga benar -
benar tahu lokasi yang gue cari dan dimana harus turun dari angkot. Dan
semakin menantang karena orang - orang sekitar pun, termasuk sopir
angkot, tidak ada yang mengetahui lokasi tepatnya. Jadi, gue duduk manis
di dalam angkot yang baru pertama kali gue naiki, ke kawasan yang baru
pertama kali gue lalui, dan tidak tahu harus berhenti dan turun di mana.
Seru banget ! Setiap kali gue bilang, "Makam Pilar" dengan sedikit
penjelasan "Makam Belanda, Pak/Ibu", orang - orang malah kelihatan
bingung. Mungkin bingung perpaduan karena belum pernah mendengar nama
tempat itu ditambah bingung mengapa ada seorang perempuan di Minggu
siang yang cerah itu malah mencari lokasi pemakaman. Pemakaman Belanda
pula...
Akhirnya
di tengah kepasrahan yang diselingi dengan kebingungan tak berujung,
tiba - tiba di kiri jalan utama gue melihat tiang petunjuk yang sangat
jelas bertuliskan "Situs Makam Pilar Van Motman." Senangnya bukan
kepalang, rasanya pengen loncat - loncat. Gue pun turun, dan menyeberang
jalan. Di seberang ada semacam gang dengan sebuah gapura, berukuran
cukup lebar untuk dilewati mobil, dengan jalan belum beraspal, dan rumah
- rumah warga yang sangat sederhana di bagian kiri dan kanannya.
Seingat gue jalannya pun tak rata, dan begitu jalan sedikit menurun,
dari kejauhan gue melihat sosok bangunan tua tak terawat namun tak bisa
menyembunyikan kemegahannya. Rasa senang sekaligus ngeri tiba - tiba
muncul. Bangunannya seperti berada di kawasan kebun rindang dengan alang
- alang dan pepohonan yang tidak terurus.
Gue pun memasuki area komplek makam seluas 600 meter persegi ini. Ini adalah makam keluarga Van Motman keturunan Gerrit Willem Casimir Van Motman. Konon, beliau pun, yang meninggal di tahun 1820, dikuburkan di area ini. Terdapat belasan pilar di pekarangan mausoleum. Pilar - pilar ini dimaksudkan sebagai batu nisan. Namun sudah tak ada sisa - sisa atau jejak yang menandakan bahwa pilar - pilar ini merupakan batu nisan, karena saat ini hanya tampak seperti susunan batu bata yang disusun ke atas. Pastinya seharusnya 'tumpukan' batu bata itu dilapisi batu marmer indah dengan tulisan - tulisan yang mengisinya, namun semua telah hilang akibat penjarahan besar - besaran yang pernah terjadi di beberapa waktu lampau.
Masuk lebih ke dalam dari area pemakaman ini berdirilah dengan tegak dan megah bangunan mausoleum. Di bagian atas pintu masuknya, tertoreh tulisan "FAM: P.R. V Motman" yang merupakan kepanjangan dari Pieter Reinier Van Motman yang merupakan cucu dari Gerrit Willem Casimir Van Motman dari putra keduanya yang bernama Jacob Gerrit Theodoor. Kepada putranya inilah Gerrit mewariskan tanahnya di kawasan Dramaga dan Jasinga. Mausoleum yang gue kagumi ini, meniru arsitektur gereja Santo Petrus di Roma Italia, dan di bagian tengahnya terdapat kubah berdiameter 1,5 meter.
Di dalam mausoleum inilah dahulunya pernah tersimpan empat mumi anggota keluarga Van Motman yang saat ini tentunya sudah tidak ada lagi. Bangunan ini pun ngga luput dari aksi penjarahan yang dulu terjadi. Bisa gue bayangkan bagaimana indah dan megahnya mausoleum ini dulunya. Namun saat ini, kondisinya benar - benar tragis dan tidak menyisakan apapun.
Setelah puas, gue pun meninggalkan mausoleum. Perjalanan dan pencarian panjang gue sepanjang siang tadi terbayar oleh pesona mausoleum yang ngga bisa gue gambarkan dengan kata - kata. Tempat ini, di mata gue sangat berharga seperti harta karun. Selain karena usianya yang terbilang sangat kuno, juga karena cerita panjang yang melatarbelakanginya. Meskipun kondisinya sangat tidak terawat dan seperti tidak terlindungi, namun gue berharap suatu waktu kelak ketika gue hendak mengunjungi lagi untuk mengagumi keindahan dan kemegahannya, saat itu mausoleum ini masih berdiri tegak dengan kondisi yang lebih baik.
2 comments :
menarik banget kak, bisa jadi destinasi liburan nanti..
Makasih, Sherra...sebaiknya kalo mau ke sana dicombined sama wisata lain sekitar situ, misalnya ke desa prasasti...karena mausoleum ini ngga luas dan ngga terlalu banyak yg bisa dilihat di sana. Cheers!
Post a Comment