Ereveld Menteng Pulo |
Belakangan minat gue agak sedikit nyentrik : mengunjungi pemakaman tua dan bersejarah. Tujuannya bukan untuk bertapa, bersemedi, mencari wangsit atau hal - hal yang berbau klenik lainnya, tapi sekedar untuk memuaskan keingintahuan gue yang memang menyukai situs - situs yang bernilai budaya dan sejarah. Dan kali ini, rasa penasaran membawa gue ke Ereveld (Makam Kehormatan) Menteng Pulo.
Untuk mendapatkan ijin mengunjungi Ereveld, beberapa hari sebelumnya gue menghubungi Yayasan Makam Kehormatan Belanda (Oorloch Gravenstichting) yang berkantor di kawasan Panglima Polim, melalui telepon (No. 021 - 7207983) dan dilayani oleh Sekretaris Direkturnya, Ibu Ita. Ibu Ita sangat ramah dan segera memberikan ijin lisan untuk gue, serta berjanji akan langsung menghubungi Kepala Ereveld Menteng Pulo, Bapak Elisa Barkah, mengenai rencana kedatangan gue hari Sabtu, 14 Juni 2014. Saat gue menanyakan perlu tidaknya mengirimkan surat permohonan ijin tertulis, Ibu Ita bilang tidak perlu. Beliau hanya berpesan agar ketika memotret di area pemakaman, jangan memotret nama - nama yang tercantum baik pada batu nisan maupun wadah penyimpanan abu jenazah, demi menghormati mereka yang dikuburkan di area ini dan keluarganya. Syarat yang sama sekali ngga sulit untuk gue, yang saat itu girang bukan main karena mendapatkan ijin resmi.
Di Sabtu pagi, saat pamit ke Mama, gue terpaksa harus berbohong ketika Mama nanya tujuan langkah gue hari itu. Karena jika gue jawab, "Ke Pemakaman Belanda, Ma..." pastinya Mama akan histeris dramatis mendengarnya. Dan selanjutnya gue akan mendengar omelan..."Ngapain kau ke pemakaman ?? Aneh - aneh aja kau !" atau..."Memang gak bisa kau cari tempat lain ? Kok ke kuburan ? Ga ngeri apa kau ke sana??"....atau "Terlalu panjang kakimu, memang...istirahat kek di rumah....ini malah ke kuburan !?" Demikianlah kisahnya....meskipun Mama adalah orang yang paling memahami gue dengan segala kelebihan, kekurangan dan keanehan gue, namun tetap saja ada hal - hal yang sampai sekarang bikin Mama geleng - geleng kepala dengan sepak terjang gue.
Di Sabtu pagi, saat pamit ke Mama, gue terpaksa harus berbohong ketika Mama nanya tujuan langkah gue hari itu. Karena jika gue jawab, "Ke Pemakaman Belanda, Ma..." pastinya Mama akan histeris dramatis mendengarnya. Dan selanjutnya gue akan mendengar omelan..."Ngapain kau ke pemakaman ?? Aneh - aneh aja kau !" atau..."Memang gak bisa kau cari tempat lain ? Kok ke kuburan ? Ga ngeri apa kau ke sana??"....atau "Terlalu panjang kakimu, memang...istirahat kek di rumah....ini malah ke kuburan !?" Demikianlah kisahnya....meskipun Mama adalah orang yang paling memahami gue dengan segala kelebihan, kekurangan dan keanehan gue, namun tetap saja ada hal - hal yang sampai sekarang bikin Mama geleng - geleng kepala dengan sepak terjang gue.
Lambang Oorloch Gravenstichting |
Gue dan Ony tiba di Ereveld telat 30 menit dari yang gue janjikan. Tiba di sana, seorang pemuda yang menjaga pintu gerbang mengantar gue menemui Bapak Elisa Barkah, sang kepala Ereveld. Beliau inilah yang dengan ramah mengajak gue dan Ony berkeliling area Ereveld, menceritakan sejarahnya dan tanpa lelah atau bosan menjawab setiap pertanyaan yang gue dan Ony lontarkan. Keramahan yang gue rasakan sejak menghubungi Ibu Ita di kantor Yayasan, dan kemudian bertemu Bapak Elisa di Ereveld menimbulkan rasa salut dan apreasiasi setinggi - tingginya dalam hati gue kepada Yayasan ini, yang telah membuka tangan lebar - lebar bagi siapapun yang ingin mengenal Ereveld ini dan mengetahui sejarahnya.
Ereveld Menteng Pulo adalah salah satu dari beberapa pemakaman di dunia yang dikelola oleh Oorloch Gravenstichting. Misinya adalah untuk menghormati warganya beserta sanak saudara yang menjadi korban perang, di seluruh belahan dunia, dengan menyediakan tempat peristirahatan yang layak dan merawatnya. Di Indonesia sendiri, terdapat tujuh Ereveld yang seluruhnya terdapat di Pulau Jawa : Ereveld Menteng Pulo dan Ancol (Jakarta), Leuwigajah dan Pandu (Bandung), Kembang Kuning (Surabaya) dan Candi serta Kalibanteng (Semarang). Di Indonesia, Ereveld - Ereveld ini didedikasikan bagi tentara dan pekerja KNIL dan sipil warga Belanda yang tewas di Indonesia selama perang Kemerdekaan Indonesia.
'8 Desember 1947, peletakan batu pondasi oleh yang terhormat Pimpinan AD Letnan Jenderal H.S Spoor' |
Peletakan batu pondasi Ereveld Menteng Pulo dilakukan pada 8 Desember 1947 oleh Pemimpin Angkatan Darat Letnan Jenderal H.S. Spoor, yang ketika wafat juga dimakamkan di lokasi ini. Saat ini terdapat sekitar 4,000 lebih jenazah dimakamkan di area seluas 3 hektar tersebut. Yang membuatnya menarik dan indah adalah semua makam dan nisan disusun rapi dan seragam. Tidak ada nisan atau makam yang tampak menonjol dari lainnya. Seluruh nisan terlihat sederhana dan bersahaja : bercat putih, dengan bentuk disesuaikan berdasarkan keyakinan masing - masing jenazah : Kristiani, Yahudi, Muslim dan Buddha.
Di samping itu, setiap nisan dibubuhi tulisan dengan format sama : nama, pangkat (jika tentara/serdadu), tanggal lahir dan tanggal kematian. Jika data - data dari jenazah yang dikuburkan tidak diketahui maka dibubuhi tulisan "ounbekend" yang berarti : tidak diketahui.
Di samping itu, setiap nisan dibubuhi tulisan dengan format sama : nama, pangkat (jika tentara/serdadu), tanggal lahir dan tanggal kematian. Jika data - data dari jenazah yang dikuburkan tidak diketahui maka dibubuhi tulisan "ounbekend" yang berarti : tidak diketahui.
"Opdat Zij Met Eere Mogen Rusten" Semoga mereka beristirahat dalam kehormatan |
"Een Kind Van De Oorlog" Anak korban perang |
Lautan Salib |
Rosarium, tempat istirahat pengunjung dan peziarah |
Berlatar belakang Apartemen Puri Casablanca |
| ||
Ereveld ini semakin 'dipercantik' dengan kehadiran Gereja Simultan dan Columbarium, yang begitu kontras dengan bangunan - bangunan pencakar langit yang mengelilingi area ini. Meskipun disebut "gereja" namun sebenarnya bangunan indah ini bukan digunakan untuk acara keagamaan (misa atau kebaktian) melainkan upacara - upacara kenegaraan yang rutin dilakukan di sini.
Di dalam gereja terdapat dua buah salib, satu diletakkan di altar gereja, dan salib lainnya didatangkan dari Burma, terbuat dari kayu bantalan rel kereta api. Rel kereta ini dibangun oleh tentara sekutu yang merupakan tawanan tentara Jepang saat itu. Rel kereta yang dimaksud, menghubungkan Thailand dan Burma, dan melintas di atas Sungai Kwai. Yang bikin terharu....ihiks....gue sudah pernah meniti jalur kereta yang dimaksud saat berkunjung ke Thailand dalam perjalanan ke Kanchanaburi tahun 2010 yang lalu (Jalan Panjang Menuju Tiger Temple). Dan saat ini, gue berdiri dan memandang kagum ke arah Salib kayu yang ternyata memiliki keterkaitan sejarah.
Yang unik dan istimewa dari gereja ini adalah atap menaranya dimana terdapat empat simbol agama di empat penjuru mata angin : Salib, Bulan dan Bintang, Bintang Daud dan simbol Yin Yang.
Gereja Simultan |
Lonceng gereja |
Columbarium adalah koridor berbentuk L, tempat penyimpanan abu jenazah, yang bersebelahan langsung dengan Gereja Simultan. Di tengah koridor terdapat kolam berbentuk persegi serta taman hijau di pinggirannya yang memberikan kesan sejuk dan artistik tempat ini.
Columbarium |
Columbarium |
Berhubung Pak Elisa sudah akan mengakhiri waktu kerjanya pada pukul satu siang hari itu, gue dan Ony pun berpamitan, mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya atas kesempatan dan waktu yang diberikan. Setelah itu, beliau mengijinkan gue berdua untuk berkeliling di area Ereveld. Kesempatan itu gue gunakan untuk melihat - lihat kembali lebih dekat setiap bagian dan area Ereveld.
Monumen Angkatan Udara "Ter nagedachtenis aan onze gevallen kameraden" Untuk rekan - rekan kami yang telah jatuh. | . |
Blok Makam Penerbang |
Monumen Divisi Tujuh Desember "Onze Eenheid Is Bevestigd Door Ons Gezamenlijk Lijden” Kesatuan kami diteguhkan dalam penderitaan bersama |
Blok Makam Divisi 7 Desember (7DD) |
Setelah mengisi buku tamu, gue meninggalkan Ereveld. Mata gue seakan ngga ada puasnya memandang seluruh area Ereveld, yang bagaikan sebuah buku terbuka yang menyajikan cerita sejarah, yang sangat menarik dan bermanfaat.
3 comments :
keren liputan nya, selama ini cuma bisa liat dari luar. Akhirnya sekarang bisa tau dalemnya .. saran mungkin kunjungi juga museum taman prasasti, Mausoleum O.G Khouw, terus di kebun raya bogor juga ada komplek makam belanda juga
Hi Achmad, thanks udah mampir. And thanks banget sarannya. Museum prasasti ama yg di Kebun Raya Bogor saya udah pernah (cuma blum nulis di blog), tapi Mausoleum O.G Khouw belum and kayaknya keren bgt...sipp, saya masukin daftar target yg musti dikunjungi. Trims ya :)
Mbak, kalo mau naik Transjakarta bisa turun di halte apa ya?
Post a Comment