I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Wednesday, November 12, 2014

Ketika Harus Menyewakan Rumah (Impian).....


Udah beberapa bulan berlalu sejak curhatan terakhir gue mengenai duka dan....duka...serta...dukanya berjuang demi memiliki rumah sendiri. Keadaan sekarang jauh berbeda. Gue bukan lagi orang sok tangguh yang ingin menyimpan dan menanggung bebannya sendirian. Mama dan Bapak berinisiatif untuk mengambil alih beban itu dari pikiran gue, agar gue gak kesusahan berlarut - larut. Beban yang gue maksud di sini bukanlah masalah keuangannya, karena itu tentunya tetap bagian gue, melainkan keresahan akibat keterlambatan proses rampungnya pembangunan rumah beserta fasilitas di dalamnya.

Hubungan komunikasi gue dengan pihak developer diambil alih oleh Mama dan Bapak sepenuhnya, dan mereka segera berbagi tugas. Bapak akan di lapangan untuk lihat dan monitor langsung setiap perkembangan dan berkomunikasi dengan pihak tukang atau mandor di lapangan, dan Mama yang akan "mengejar" bahkan "memburu" pihak developer jika ada secuil pun pekerjaan yang lalai atau telat mereka lakukan.

Dan saat ini, setelah semua kerja keras mereka beberapa bulan terakhir, rumah gue pun akhirnya jadi. Antara percaya ngga percaya rasanya. Setelah perjalanan yang cukup panjang ini, akhirnya terselesaikan juga rumah impian. 

Dari awal gue udah bilang sama Mama bahwa gue menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tersebut ke Mama. Apapun keputusan dan langkah Mama atas rumah itu, gue percayakan ke Mama. Dan berhubung Mama gak mau gue menempati rumah itu sendirian saat ini, Mama ingin agar rumah itu disewakan saja. Gue emang belum berminat untuk tinggal di situ saat ini, mengingat gak memungkinkan membawa paling gak salah satu anjing gue tinggal di sana. Sepanjang hidup hingga saat ini, gue selalu tinggal di rumah dengan anjing peliharaan, yang sangat berperan sebagai penjaga rumah. Terlebih rumah mungil gue tidak diperbolehkan menggunakan pagar di halaman, jadi gue pasti ngga akan merasa tenang tinggal disana....tanpa anjing gue....tanpa pagar rumah....

Maka Bapak pun berinisiatif dengan memasang pengumuman "Dikontrakkan" pada selembar kertas dan ditempel di tembok rumah. Di luar dugaan, dalam hitungan hari Mama dihubungi oleh seseorang yang berminat untuk menyewa rumah tersebut. Begitu Mama memberitahukan gue mengenai ini, sekonyong - konyong gue jadi sedikit sedih. Sedih karena rumah simbol perjuangan gue akan digunakan oleh orang lain, sebelum gue pernah menempatinya. 

Gue sadar, jika rumah gue biarkan kosong, maka perlahan - lahan akan rusak karena tidak digunakan dan dirawat. Tapi gue juga ngga menutup mata, bahwa mengundang orang lain yang tidak gue kenal untuk menggunakan rumah itu juga berarti memberi 2 kemungkinan yaitu, rumah tersebut terawat (jika pemiliknya bertanggung jawab dan memang bukan orang berantakan), atau rumah akan rusak (apabila pemiliknya acuh dan tidak peduli). Ini suatu pergumulan yang gak mudah buat gue. Secara mental dan ego rasanya berat 'menyerahkan' rumah itu pihak lain.

Dengan pasrah gue serahkan urusan rumah tersebut ke Mama. Gue cuma berpesan, agar Mama sebisa mungkin mencari kepastian bahwa si penyewa bukanlah orang yang potensial membawa 'bencana' untuk rumah gue misalnya kriminal, teroris, atau sejenisnya. Mama berusaha meyakinkan gue bahwa dia sudah berkomunikasi intens dan bahkan bertemu dengan pihak penyewa, dan yakin keluarga kecil tersebut sangat bisa dipercaya. Selain itu menurut Mama, uang hasil pembayaran kontrakan akan sangat berguna sebagai modal pembangunan tambahan pada rumah itu, yaitu area taman belakang yang akan dijadikan dapur dan pemasangan teralis pada setiap pintu dan jendela.

Mama benar, meskipun gue sudah mengantongi uang hasil arisan yang sejak awal tahun gue dedikasikan untuk pembangunan dapur dan teralis tersebut, sepertinya niat gue belum 100%. Alasannya karena gue belum punya rencana dan keputusan jelas mau diapakan rumahnya.

Gue pun menyiapkan Surat Perjanjian Kontrak yang gue cari - cari draft dan templatenya dari browsing di Google. Selama ini gue gak tahu bahwa untuk urusan sewa - menyewa rumah (mungil, padahal) pun sebaiknya disahkan hitam di atas putih. Namun sekarang gue sedikit lega setelah membaca point - point yang terdapat dalam surat perjanjian, karena dengan cara inilah gue bisa sedikit membentengi dan melindungi rumah tersebut dari ulah nakal maupun tak bertanggung jawab penyewa rumah. 

Singkatnya, akhir pekan yang lalu Mama sudah kembali bertemu dengan pihak penyewa, menerima pembayaran full untuk setahun ke depan dan menandatangani perjanjian kontrak. Sekarang Mama dan Bapak memulai kesibukan baru, yaitu pembangunan dapur dan teralis. Sesuai perjanjian, keduanya harus sudah rampung sebelum rumah mulai ditempati oleh pihak penyewa, yaitu per 1 Desember 2014.

Meskipun masih antara rela ngga rela....ikhlas ngga ikhlas, bahwa gue nyaris kehilangan hak atas rumah itu sampai 30 November 2015 mendatang, tapi gue percaya keputusan dan langkah Mama dan Bapak untuk menyewakan rumah tersebut ke orang lain adalah hal terbaik saat ini. Setelah perjuangan alot untuk melihat rumah mungil impian berdiri tegak, akhirnya gue sampai pada proses sewa - menyewa ini. Ini pastinya suatu "perjalanan" seru lainnya, karena bahkan saat ini ada pihak ketiga (penyewa rumah) yang terlibat.

Pengalaman ini mengingatkan gue sekali lagi, bahwa gue punya support system, yaitu keluarga gue, khususnya Mama dan Bapak, yang tangguh dan selalu bisa diandalkan. Meskipun sejak awal gue gak mau melibatkan mereka karena ngga mau mereka susah dan stress, namun kondisi justru berbalik. Meskipun gue bersikap sok kuat dan merasa bisa mengandalkan diri sendiri, namun pada akhirnya gue seperti layaknya anak kecil yang mencari perlindungan kedua orangtuanya.

No comments :