Kali ini gue mau share cerita 'perjuangan' bikin e-KTP yang masa berlakunya 'seumur hidup'. Jadi, awalnya niat gue cuma ingin memperpanjang e-KTP, karena masa berlakunya sampai dengan 12 Januari 2016. Memang masih tahun depan....tapi masalahnya tanggal 13 - 17 Januari 2016 gue sudah punya rencana trip keluar kota, dan gue akan memerlukan KTP yang masih berlaku untuk proses check in tiket, boarding, dan lainnya di airport nanti.
Selain itu, berhubung mulai awal tahun depan gue sudah akan efektif bekerja di Jakarta (bukan Cimanggis lagi), gue rasa waktu gue (untuk cuti ngurus KTP) ngga akan sefleksibel seperti saat ini...Jadi, libur panjang akhir tahun ini gue memang banyak gunakan untuk urusan-urusan kepindahan gue....kemarin gue membereskan urusan bank, dan target berikutnya adalah urusan KTP.
Senin, 28 Desember 2015
Siang-siang gue datang ke kantor kelurahan Tanjung Barat, hanya dengan membawa KTP asli. Di sana petugas yang ada justru menyambut gue dengan wajah bingung, dan malah menyarankan gue untuk memulai proses perpanjangan KTP ketika KTP gue sudah lewat masa berlakunya. Lalu gue jelaskan tujuan gue untuk memperpanjangnya sekarang, bahwa gue akan traveling mulai tanggal 13 Januari 2016, dan gue perlu KTP yang valid untuk proses check in.
Setelah gue jelaskan, sang petugas malah menyarankan untuk datang ke Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang beralamat di Jalan Radio Dalam V No. 5, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain itu beliau juga memberitahukan dokumen-dokumen yang harus gue lengkapi yaitu :
- Surat pengantar dari RT/RW tempat gue tinggal
- Foto kopi Kartu Keluarga
- KTP asli
Gue langsung lemas....dari daftar di atas, cuma KTP asli yang gue punya. Nomor 1...gue ngga ngerti cara mengurusnya...di rumah, seluruh anggota keluarga biasanya mempercayakan (baca: membebankan) urusan beginian ke Bapak. Tapi saat ini Bapak dan Mama lagi mudik..dan gue kehilangan sosok ksatria gagah berani yang biasanya membereskan urusan administrasi seperti ini. Berhubung rasanya menemukan jalan buntu, 'perjuangan' hari itu pun gue akhiri.
Selasa, 29 Desember 2015
Pagi, gue nyari-nyari file tempat Bapak biasa menyimpan dokumen-dokumen penting keluarga...mulai dari raport SD, surat babtis, dan dokumen lainnya...demi mendapatkan Kartu Keluarga. Puji Tuhan, ketemu! Berhubung Pak RT tempat gue tinggal bekerja mulai pagi sampai sore, jadi gue menunggu hingga sore untuk bisa bertemu dengan beliau. Sorenya, gue mendatangi kediaman Pak RT dan menyampaikan maksud tujuan gue. Ini sesuatu yang canggung untuk gue karena seumur-umur, dimana pun gue tinggal, ngga pernah kenal Pak RT, ngga pernah ke rumah Pak RT, dan ngga pernah berurusan apapun dengan Pak RT.
Ketika itu Pak RT sempat menyampaikan sedikit keraguannya...menurutnya, berhubung gue pemegang e-KTP, seharusnya proses perpanjangan dimulai ketika masa berlaku KTP sudah berakhir. Tapi akhirnya Pak RT yang baik hati pun memberikan surat yang gue perlukan.
Dari kediaman Pak RT gue langsung beranjak ke rumah Pak RW. Rasanya lebih canggung lagi.... Kalau Pak RT tadi paling tidak masih mengenal gue karena beliau mengenal Mama dan Bapak...tapi kalau Pak RW ? Gue ragu....tapi gue cuek, dan menyampaikan keperluan gue. Dengan tanpa berbasa-basi, Pak RW pun memberikan tandatangan dan stempelnya di surat yang diberikan Pak RT tadi. Dan gue meninggalkan rumah Pak RW dengan hati berbunga-bunga seraya membawa sebuah surat sakti : Surat Pengantar RT/RW. Serius deh...gue mungkin sudah mendengar namanya jutaan kali....tapi ini adalah pengalaman pertama mengurusnya dengan 'usaha' sendiri. Bangga...
Rabu, 30 Desember 2015
Gue tiba di Kantor Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil sekitar jam 07:30 pagi, diantar Gojek. Tiba di sana antrian sudah banyak, dan gue segera mengambil nomor antrian. Karena jam pelayanan belum dimulai, gue masih sempat mencari minimarket terdekat untuk membeli perbekalan persiapan mengantri nanti seperti kopi, air mineral, kacang dan roti. Selain itu gue juga sudah menyiapkan novel dan smartphone dengan batere full dan prima. Gue cuma ingin memastikan kalau harus menunggu lama nanti, gue akan senantiasa kenyang dan sibuk.
Nomor antrian gue (untuk pelayanan 'Pendaftaran Kependudukan') adalah DO040. Puji Tuhan....dari 39 orang yang seharusnya akan mendapatkan pelayanan lebih dulu dari gue, hanya sekitar 10 - 15 orang yang muncul. Begitu giliran gue tiba, gue pun datang ke meja pelayanan, dan mengatakan ke ibu petugas mengenai maksud tujuan gue. Sebelum gue selesai menjelaskan, si ibu segera memotong, "Mbak....gini ya...kalau sudah e-KTP tuh otomatis sudah (berlaku) seumur hidup...Mbak lihat deh, surat edaran nomor 18/SE/2015..." Gue bengong dan bingung...Informasi (baru) apa pula ini ?!
Lalu gue jelaskan bahwa gue mendapatkan informasi berbeda dari Pak RT, Pak RW, bahkan kantor Kelurahan tempat gue tinggal. Dengan santai si ibu menjawab, "Belum sampai kali informasinya tuh..." Sekonyong-konyong gue pengen teriak kencang, "Salah gue???!!" Si ibu, yang nampaknya mengharapkan gue untuk segera meninggalkan meja pelayanan, demi jutaan orang lainnya yang sudah antri di belakang gue, membuka smartphonenya, mencari sesuatu di file 'galery'nya dan memperlihatkan ke gue foto surat edaran yang dimaksud. Gue ngga puas, karena gue ngga bisa membayangkan bagaimana kacaunya ketika gue tiba di airport, siap untuk check in, dan petugas mempermasalahkan KTP gue yang saat itu sudah tidak berlaku lagi. Mana mungkin gue menjelaskan ke petugas maskapai mengenai surat edaran antah - berantah itu.
Gue mencari cara lain....spontan gue bilang, "Kalau gitu, karena saya sudah jauh-jauh naik Gojek ke sini...saya mau ganti KTP baru aja...lihat nih Bu...KTP saya sudah jelek, terkelupas....saya mau ganti...masa seumur hidup saya pegang KTP kondisinya begini....." kata gue sambil menunjukkan kondisi KTP gue dengan sebelumnya secepat kilat mengelupaskan plastik pelapisnya agar kondisinya terlihat lebih buruk. Si ibu pun mempersilahkan gue ke lantai 3, tanpa memberikan gue surat pengantar apapun. Aarghh !
Di lantai 3 kondisinya tidak setertib di lantai 1 tadi...selain pemohon yang datang sudah padat, di sini tidak ada system antrian apapun. Pemohon yang datang diminta untuk menumpuk dokumennya, tanpa diverifikasi terlebih dahulu kelengkapannya, dan tanpa diberikan tanda terima. Pemohon memang diberikan secarik kertas kecil....tapi harus mengisinya sendiri, dan tanpa stempel apapun. Setelah menyerahkan seluruh dokumen (termasuk KTP asli gue), gue duduk manis di luar ruangan, membuka novel, serta menyiapkan kopi instant dan kacang. Siap menunggu.
Lama - kelamaan suasana ruangan memanas. Ada 3 orang yang bertugas melayani. Satu orang bertugas mencetak dan fokus di balik monitor komputer dan mesin printer, 2 orang bertugas membagikan KTP yang sudah tercetak, dengan memanggil nama pemilik KTP, tanpa menggunakan mike alias pengeras suara. Pengunjung yang kebanyakan tidak sabar, berkerumun di depan 'loket' yang hanya berupa meja-meja kosong, sebagai pembatas antara petugas dan pemohon. Saking padatnya, gue kesulitan untuk mendengar nama-nama yang dipanggil. Dengan terpaksa gue meninggalkan kursi yang gue duduki, dan menutup keasyikan gue membaca. Gue mendekat ke loket, supaya bisa fokus mendengar jika nama gue dipanggil nanti.
Menjelang jam 12:00 siang gue resah dan gelisah karena nama gue ngga kunjung dipanggil. Padahal gue sudah menumpuk dokumen sejak sekitar jam 08:30 pagi tadi. Apakah gue belum memenuhi persyaratan dokumen ? Gue khawatir, karena tidak membawa surat pengantar dari Kantor Kelurahan...Gue perhatiin, hampir semua pemohon melampirkan surat pengantar (untuk mencetak KTP baru) dari Kantor Kelurahan masing-masing. Gue ingin menanyakan status dokumen gue....tapi kondisi di ruangan tersebut bisa dibilang tidak kondusif sama sekali. Tidak ada petugas yang bisa ditanya...lagian, gue sudah mulai kesal dan kecewa dengan cara mereka mendistribusikan KTP-KTP tersebut yang sangat berantakan. Tepat jam 12:00 para petugas meninggalkan ruangan untuk istirahat makan siang. Gue pun melangkah meninggalkan kantor Sudin, untuk mencari makan siang.
Pelayanan dibuka kembali sekitar jam 13:00. Di saat itu kesabaran gue udah nyaris habis. Bukan hanya gue...melainkan orang-orang yang memadati ruangan lantai 3 tersebut. Yang menyebalkan, petugas tidak menggunakan cara dan pola yang efektif untuk mendistribusikan KTP. Lepas waktu istirahat, petugas yang melayani berkurang. Kebanyakan pengunjung sudah mulai naik pitam, karena petugas tak kunjung mulai memanggil nama - nama yang KTP nya sudah selesai tercetak.
Saat itu gue berdiri di kerumunan orang di dekat meja loket. Di tengah gaduhnya suasana ruangan, gue berdoa pasrah....karena rasanya mood menunggu gue sudah lenyap...tapi gue tetap harus menunggu, karena KTP asli gue sudah ada di tumpukan dokumen. Gue ngga mungkin pulang tanpa membawa kartu pengenal apapun.
Ketika hampir jam 14:00, si petugas pun mulai memanggil nama kembali...satu persatu nama disebutkan...dan akhirnya, nama gue !! Puji Yesus, haleluyahh!! Gue pun meraih KTP dari tangan si petugas dan meninggalkan kerumunan dengan hati bahagia maksimal. Di luar ruangan, gue menyempatkan untuk memeriksa data yang tercantum pada KTP. Benar semua, dan bagian yang paling bikin gue terpesona adalah...."Berlaku Hingga : SEUMUR HIDUP". Siapa nyangka....niatnya cuma mau perpanjang KTP sampai 5 tahun ke depan...ternyata malah mendapatkan yang 'seumur hidup'.
Seraya meninggalkan kantor Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil tersebut, pikiran gue langsung melayang ke Bapak. Pasti Yesus yang maha baik memberikan Bapak stok kesabaran yang luar biasa berlimpah...selama ini kami sekeluarga (Mama dan lima orang anak-anaknya), ngga pernah mengerti ribetnya mengurus KTP karena 'tinggal terima beres' aja....Bapak yang mengurus semuanya hingga selesai. Sementara gue, hanya mengurus satu KTP saja sudah langsung kapok dan bersyukur karena KTP gue sudah berlaku tanpa batas waktu, artinya gue ngga perlu melewati proses seperti ini yang sangat menghabiskan waktu.
Dari pengalaman ini, ada dua kendala yang bagi gue paling menyulitkan : Pertama, proses antrian di ruang cetak KTP di lantai 3 tadi, karena tidak ada sistem (seperti pelayanan di lantai 1 yang sudah tertib dan teratur), sehingga antrian berantakan total. Kedua, petugas yang (maaf seribu maaf...semoga ini cuma asumsi gue doang...) entah kurang berdedikasi atau berkompeten. Kendala ini gue temui bukan hanya ketika di lantai 3 tadi...tapi juga ketika di lantai 1 dan mungkin saat di Kantor Kelurahan beberapa hari lalu. Dampaknya, banyak informasi simpang siur nan membingungkan yang gue peroleh. Dampak lainnya, distribusi KTP tidak efektif dan efisien.
Oya...berhubung gue sudah pernah melakukan foto untuk e-KTP sejak beberapa tahun lalu, dan selama ini sudah memegang e-KTP, maka kali ini gue ngga perlu melakukan foto lagi. Baik foto maupun data, mengikuti record dari Kelurahan tempat gue tinggal. Jadi hari ini Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil hanya perlu mencetak ulang e-KTP gue, dan mengganti bagian data 'Berlaku Hingga'nya.
Informasi tambahan, proses perpanjangan e-KTP atau pun konversi menjadi e-KTP seumur hidup ini gratis alias tidak dipungut biaya sama sekali.
Jadi, buat yang minat mengganti -KTPnya....selamat berjuang!!
Oya...berhubung gue sudah pernah melakukan foto untuk e-KTP sejak beberapa tahun lalu, dan selama ini sudah memegang e-KTP, maka kali ini gue ngga perlu melakukan foto lagi. Baik foto maupun data, mengikuti record dari Kelurahan tempat gue tinggal. Jadi hari ini Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil hanya perlu mencetak ulang e-KTP gue, dan mengganti bagian data 'Berlaku Hingga'nya.
Informasi tambahan, proses perpanjangan e-KTP atau pun konversi menjadi e-KTP seumur hidup ini gratis alias tidak dipungut biaya sama sekali.
Jadi, buat yang minat mengganti -KTPnya....selamat berjuang!!
No comments :
Post a Comment